BAB 2 (HARAPAN, HUJAN, HATI)

16 7 0
                                    

2.3. HAPPY ANNIVERSARY!

"Happy Anniversary!" ujar Steve sesaat setelah Aurie mengunci pintu rumahnya.

Aurie tersenyum seraya memasukkan kunci rumah ke dalam tasnya. "Kenapa di sini ngucapinnya?"

"Latihan," jawab Steve santai lalu membukakan pintu mobilnya agar Aurie bisa masuk. Kebetulan hari ini papanya pulang cepat, jadi Steve pinjam mobilnya untuk menjemput Aurie.

"Latihan ngucapin ke aku atau ke yang lain?" tanya Aurie dengan senyum jahilnya.

"Ke orang tua Kakak dong, kan mereka yang anniversary," jawab Steve tak kalah jahilnya membuat Aurie mengerucutkan bibirnya bak anak kecil. Ia kemudian menghidupkan mobilnya dan menatap Aurie sekali lagi sebelum menginjak gas.

"Seat belt-nya," ujar Steve menunjuk seat belt dengan dagunya. Aurie segera menoleh dan meraih seat belt dengan tangan kanannya.

"Kakak nggak romantis ya?" tanya Steve iseng tanpa menoleh Aurie setelah mobil melaju.

Aurie tertawa kecil mendengar pertanyaan Steve seraya meliriknya. "Aku nggak butuh cowok romantis sih," ucap Aurie tanpa beban.

"Butuhnya cowok apa?"

"Cowok dingin dan unpredictable," jawab Aurie melirik Steve kemudian membuat seringaian licik. Steve mengacak rambut Aurie gemas. Membuat Steve bungkam adalah kepuasan tersendiri bagi Aurie. Apalagi ditambah pipinya yang mulai memerah seperti saat ini.

Aurie membuka pintu mobil dan langsung disambut oleh kedua orang tuanya Steve. "Happy anniversary Om, Tante," ucap Aurie ramah sambil menyalami mama dan papanya Steve.

"Oh ini," ujar Riana - mama Steve - sambil mengelus rambut Aurie. "Cantik ya," lanjut Riana yang terus mengamati Aurie.

"Bisa aja , Tante," jawab Aurie tersipu.

"Siapa namanya?"

"Auristella, Om," jawab Aurie. "Panggilannya Aurie."

"Good name. Pasti good girl juga," ujar Sandy - papa Steve - lalu merangkul Steve yang tampak ikut tersipu.

"Ya sudah. Yuk, masuk," ajak Riana merangkul bahu Aurie, meninggalkan Sandy dan Steve di belakang. Sepanjang acara Riana selalu menemani Aurie dan bertanya banyak hal, membuat Aurie lebih cepat nyaman dengan keluarga Steve.

Acara ini sebenarnya cukup sederhana, hanya makan-makan dan banyak senda gurau. Spesialnya, keluarga dan rumah Steve terasa sangat hangat untuk Aurie. Berbeda dengan rumahnya yang selalu terasa sepi karena papa dan mama selalu sibuk di kantor.

Acara ditutup dengan potong kue dan ucapan terima kasih dari Sandy dan Riana. Aurie dan Steve menunggu sampai semua tamu pulang terlebih dahulu, dan Aurie akan menjadi yang paling terakhir pulang.

"Kak, aku ke toilet dulu ya," ujar Aurie lalu beranjak setelah Steve mengangguk

Rumah Steve cukup luas dan jarak ke toilet cukup jauh dari ruang tamu. Aurie masuk ke dalam toilet kemudian keluar dan mencuci tangannya.

DUG!

"Eh, maaf..." ucap Aurie spontan. Ucapannya terpotong saat Aurie menyadari jika yang ditabraknya bukanlah orang asing. Steve.

"Iya, nggak apa-apa. Lo baik-baik aja?" jawabnya menatap Aurie heran. Aurie mengangguk dan pria itu langsung beranjak.

Aurie mengernyitkan dahinya melihat tingkah Steve. Lagipula kenapa juga dirinya meninggalkan Aurie sendiri. Sudahlah, mungkin dia buru-buru.

"Udah?" tanya Steve ketika Aurie sampai sembari celingak-celinguk.

"Ri," panggil Steve.

"Eh, iya, sudah," jawab Aurie terbata-bata.

"Kenapa?" tanya Steve lagi. Ada yang aneh dari tingkah Aurie.

"Eh, nggak apa-apa. Yuk, pulang." Steve mengangguk kemudian mengajak Aurie berpamitan dengan orang tuanya.

"Om, Tante, Aurie pulang dulu, ya. Makasih undangannya," ucap Aurie menyalami tangan kedua orang tua Steve.

Sandy dan Riana tersenyum mengelus rambut Aurie, "Sering-sering main ke sini ya."

"Hehe, iya, Tante, Om. Nanti Aurie mampir lagi ke sini," jawab Aurie malu-malu.

"Yuk, nanti keburu malam," ajak Steve kemudian merangkul Aurie. "Jangan diliatin terus nanti suka. Udah punya Steve," lanjut Steve menatap orang tuanya bergantian dengan tatapan serius.

Aurie tertawa kecil. Berbeda dengan jantungnya yang selalu berdegup cepat sedari ia tiba di rumah Steve. Malam ini terasa sangat lengkap bagi Aurie. Benar ternyata, bahagia itu sangat sederhana.

***

"Mau kemana?" tanya seorang lelaki sambil terus sibuk membaca bukunya di ruang tamu. Pandangannya sama sekali tak beralih.

"Bukan urusan lo," jawab Steve singkat tanpa menoleh.

"Ketemu Aurie?" tanya lelaki itu lagi.

"Bukan urusan lo," jawab Steve untuk kedua kalinya. Nadanya terdengar semakin malas.

"Nggak mau kenalin gue sama cewek lo?"

"Gue masih tau caranya melindungi dia," jawab Steve sinis sambil terus menatap pintu yang sudah tinggal selangkah lagi dapat dibuka.

"Gue masih punya hak yang sama di rumah ini," ujarnya lagi.

Steve meliriknya sengit. "Keluarga ini nggak pernah terima pecundang kayak lo!" Dia mengambil kunci motornya kemudian beranjak.

***

Steve Elvan : Ri, turun dong.

Auristella : Buat apa?

Steve Elvan : Turun.

Aurie memutar bola matanya melirik jam beker di atas nakasnya. Jam delapan malam. Untuk apa Steve memintanya turun malam-malam begini, biasanya jam-jam ini dia sulit dihubungi karena sedang mengerjakan tugas.

Akhirnya mau tak mau ia melangkahkan kakinya dari kasur dan turun sesuai permintaan Steve. Aurie langsung membalas lagi pesan Steve setelah ia menginjakkan kaki di tangga paling bawah.

Auristella : Udah di bawah

Steve Elvan : Ya keluar dong

Sejenak Aurie mengernyitkan dahinya. Kejutan macam apa yang akan lelaki itu buat sampai mengerjainya begini. Tak perlu lama Aurie langsung membuka pintu utama rumahnya. Aurie menghembuskan napas kasar. Dia kira akan menemukan Steve dalam sisi romantisnya, dan ternyata dugaannya salah.

Kosong. Tak ada siapapun atau apapun di sana. Aurie kembali masuk ke kamarnya kemudian menelepon Steve.

"Apaan coba," ujar Aurie malas sesaat setelah nada terhubungnya berhenti.

Di seberang sana tak henti-hentinya Steve cekikikan mendengar Aurie mengomel.

"Kak," panggil Aurie lagi-lagi dengan nada malas mendengar Steve tidak menjawabnya tadi.

"Kalau turun lagi mau nggak?" tanya Steve sambil terus tertawa. Mungkin memang sangat puas melihat kepolosan Aurie yang tidak berubah.

"Nggak."

"Yah ngambek, ya sudah Kakak yang naik ya," ujar Steve enteng.

"Terserah. Rese."

"Awas nanti suka," goda Steve mengikuti ucapan yang sering Aurie katakan saat mereka SMP. Aurie mendecak kesal mendengar tingkah Steve lewat telepon.

"Ya udah turun," ujar Steve lagi.

"Astaga, awas sampai nggak ada apa-apa lagi," decak Aurie kemudian menutup sambungan telepon dengan kasar lalu turun dan langsung membuka pintu.

Dan... Kosong.

•••
Siapa cobaa sosok "pecundang" misteriusnya?
Surprise atau bukan nih selanjutnya?
Kira-kira Steve bakal ngapain lagii?
Drop your imagination dan jangan lupa vote n comment guyss! 👇🏻😁

RAHASIA LAMPU KOTA (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang