BAB 4 (REALITAS, RAIB, RAHASIA)

16 8 5
                                    

4.1. BOHONG

“Aurie,” lirih sebuah suara saat menyadari ada isak tangis di tengah suasana sekolah yang sudah mulai hening.

Aurie tersenyum pahit kemudian menggeleng, enggan menatap lelaki yang berada di hadapannya sekarang. Iya, itu Steve dan Karin. Karin terlihat sedang menyuapi Steve sebuah bolu coklat dan perihnya tak ada pengelakkan dari Steve.

“Ri, ka… kamu dari ma… mana aja? Tadi Kakak cari kamu nggak ada di kelas,” ujar Steve terbata-bata

“Maksudnya kemarin Kakak ke rumah aku dan bilang semua itu apa? Sebagai tanda kalau aku harus berhenti berharap sama Kakak dan bahagia sama orang lain gitu?”

Steve bergeming menatap gadisnya dengan emosi meledak-ledak. Dia tahu jelas dirinya salah. Masalahnya, dia tak mengerti arti perkataan Aurie tadi.

“Ri,” panggil Steve pelan penuh rasa bersalah. Aurie tahu dirinya sudah tak bisa memberi Steve kesempatan dan apapun yang akan Steve katakan dia bertekad tak akan percaya. Sayangnya, perkataan Steve selanjutnya berhasil menarik perhatian Aurie.

“Kakak nggak kemana-mana semalam,” ujarnya lirih menatap Aurie.

Aurie membelalakan matanya kemudian mengangkat tangan kanannya. Seharusnya tergantung gelang bintang pemberian Steve semalam. Mengapa bisa dirinya tak menyadari gelang itu tidak ada sejak tadi pagi.

“Kamu nggak mimpi, kan?” tanya Steve hati-hati.

Aurie merasa dunianya terbalik sekarang. Semalam terasa sangat nyata, bagaimana mungkin dirinya hanya bermimpi? Tapi, jika itu nyata, mengapa Steve melakukan semua ini hari ini?

Aliran bening terus membasahi pipinya. Kepalanya mulai menggeleng, menolak percaya dengan semua kejadian ini.

“Hubungan kita sampai di sini aja, ya. Makasih buat semuanya,” ujar Aurie bergetar diikuti senyum paling terpaksanya kemudian segara pergi dari tempatnya berpijak. Dia sendiri tak percaya harus mengatakan itu.

“Aurie!” Steve mencoba menghentikan langkah Aurie yang semakin menjauh. Rasanya sama, Steve juga tak percaya dengan kata-kata yang baru saja Aurie ucapkan. Ia mengacak rambutnya menatap Karin yang sedari tadi menonton kejadian itu dengan senyum penuh kemenangan, kakinya terus menerus menendang kerikil-kerikil di tanah.

***

Rayu, Pilu, Sendu

Di tengah hujan yang sendu

Beradu rayu dan pilu

Malam berkaca kalbu

Berganti sesak rindu

Bayangmu favoritku

Senyum berakhir halu

Bunga terpaku kelu

Lalu perlahan layu

Kini tetap bayangmu

Tapi berhias sepi

Berteteskan kalbu

Tapi tak terganti

Tanya berjawab bisu

Harap bertukar palsu

Pandangmu selalu hati

Walau kini harus pergi

RAHASIA LAMPU KOTA (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang