BAB 3 (SANGSI, STATUS, SKANDAL)

16 7 1
                                    

3.2. CITA-CITA

Dua jam mereka menghabiskan waktu bermain kartu UNO. Seperti biasanya Jessi selalu mendapatkan bagian skip paling banyak yang membuatnya mengerucutkan bibir berkali-kali.

“Ri,” panggil seseorang yang kini sudah berdiri di belakang Aurie. Aurie sebenarnya cukup terkejut.

Sejak kapan dia di sini? tanyanya dalam hati. Ya, Steve.

“Mau pulang sekarang?” tanya Steve tanpa bergerak, masih di belakang Aurie.

Mau tak mau Aurie harus memutar badannya untuk melihat sosok mengejutkan itu. Satu menit kemudian ia menyesali telah berbalik. Pantas saja sahabat-sahabatnya diam saja, biasanya langsung menggoda Aurie.

Steve bersama Karin.

Mendadak dadanya terasa sesak dan penuh, napasnya mulai memburu. Tatapannya tajam menatap Steve dan Karin bergantian lalu membalikkan tubuhnya lagi.

“Pulangnya sama Kak Karin juga?” tanya Aurie malas sambil membereskan kartu-kartu UNO dari atas meja.

“Nggak apa-apa kan?” tanya Steve. Artinya benar mereka akan pulang bersama. Aurie menghela napasnya pelan agar tidak terdengar oleh Steve.

Aurie melirik sahabat-sahabatnya satu per satu. Liana sibuk menelepon dengan ponselnya, Jessi menggaruk belakang lehernya yang tak gatal dan Bella sepertinya sedang berpikir keras.

“Yuk,” jawab Aurie pura-pura ceria setelah menyelempangkan tasnya. Sontak Jessi dan Bella melotot menatap Aurie dan dibalas senyuman dan anggukan kecil dari Aurie. Mereka tahu Aurie hanya pura-pura. Liana? Dia pasti masih tidak peka.

Sepanjang perjalanan ke mobil Aurie lebih banyak diam, hanya sesekali menanggapi pertanyaan Steve yang tidak terlalu penting.

“Steve, persiapan ujian praktik PKN mau dilanjut kapan?” tanya Karin yang sedari tadi menyampirkan kedua sikunya di bagian bahu kursi depan. Mereka terus saja mengobrol dan bercanda, mengabaikan Aurie yang hanya bisa menyimak.

Tampaknya pertanyaan Karin membuat Aurie semakin tidak nyaman. Segera ia mengambil earphone dari tasnya kemudian memasang lagu dengan volume tinggi agar tidak mendengar lagi pembicaraan mereka. Membuat Karin tersenyum penuh kemenangan karena membuat Aurie tidak nyaman seperti sekarang.

“Sampai,” seru Steve menyadarkan Aurie kalau sekarang mereka sudah berada di depan rumahnya.

Aurie cepat melepas earphone-nya lalu membuka pintu mobil. “Makasih, hati-hati,” ucapnya cepat dengan senyum paksa lalu menutup pintu mobil dan masuk ke rumahnya. Steve membalasnya dengan senyuman sedangkan Karin terus melirik dengan senyum penuh kemenangan.

***

“Aurieeee!” seru Jane berlari lalu mendekapnya di lorong sekolah.

“Bahagia amat ketemu Aurie,” goda Steve melepas pelukan Jane dan Aurie lalu merangkul gadisnya.

“Ganggu aja lo ah!” ketus Jane lalu kembali menghampiri Andre yang masih berjalan menuju mereka. Aurie tersenyum menggelengkan kepalanya melihat tingkah kakak-kakak kelasnya.

Hari ini sesuai janji Aurie akan ikut nongkrong dengan anak-anak kelas dua belas. Merayakan hari-hari sebelum mereka menghadapi ujian akhir penentu kelulusan. Hitung-hitung melepas penat karena ujian praktik yang menguras otak, energi, biaya, waktu, dan segalanya!

Aurie sebenarnya sangat malas ikut. Apalagi jika bukan Karin alasannya. Steve juga awalnya mengatakan terserah. Berkat paksaan Jane jadi Aurie benar-benar terpaksa mengiyakan.

RAHASIA LAMPU KOTA (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang