2.1. DIAM ITU EMAS!
"Steve, lo mau sampai kapan jauhin Aurie sih? Dia ga salah, Bro," desah Andre melihat sahabatnya yang sudah lima bulan terakhir tampak lebih murung dan tentu saja lebih dingin. Steve menatap Andre dengan tatapan dingin dan kembali ke kesibukannya, apa lagi jika bukan main game online.
"Woi, gue lagi ngomong," Andre memutar bola matanya melihat Steve tidak menanggapi perkataannya. Padahal, jarang-jarang dia bisa serius .
Benar kata Andre. Selama lima bulan terakhir Steve seringkali menjauh dari Aurie, sikapnya kembali dingin dan datar. Sudah beberapa kali Steve beralasan untuk tidak mengantar Aurie pulang. Alasannya beragam, mulai dari yang benar hingga yang tidak sekalipun. Aurie sebenarnya mengetahui kebohongannya selama ini, tapi, ia memilih diam, takut Steve malah semakin menjauh jika ia membicarakan ini.
Terkadang diam itu emas. Begitulah prinsip Aurie untuk saat ini.
"Bro!" sentak Andre sedikit keras membuat seisi kantin menoleh pada sumber suara. Steve terkejut dan memandang Andre dengan tatapan tajam. Tetapi tetap saja, tak lama kemudian ia kembali menatap layar ponselnya.
Andre terlanjut kesal dan memutuskan untuk diam bersandar pada tembok kantin. Andre begitu paham jika Steve sudah keras kepala tidak ada yang bisa mencairkannya lagi. Tidak ada, kecuali Aurie. Entah mengapa gadis itu selalu berkata singkat, padat, dan menusuk.
"Gue nggak mau buat dia kecewa," jawab Steve lirih setelah melihat sahabatnya menatapnya sinis.
"Lo pikir dengan menjauh lo nggak buat dia kecewa?" tanya Andre tajam.
Steve terdiam. Sebenarnya dia juga tahu apa yang ia perbuat tidaklah sepenuhnya benar, ia juga tidak sanggup jauh dari Aurie seperti ini, tapi, dia juga tak mau membuat Aurie semakin berharap dan akhirnya kecewa.
"Kata lo masalah itu akan selesai kalau dibicarakan, kan?" ujar Jane yang tiba-tiba ikut duduk di samping Andre. Jane adalah pacarnya Andre, sudah sejak tiga bulan yang lalu, masih bagian dari inner circle-nya Steve jika di sekolah.
Steve tersenyum miris mendengar ucapan Jane, "Tapi terkadang diam juga emas."
"Emas di pendam lama-lama keburu di ambil orang," jawab Andre santai namun cukup menusuk. Setidaknya berhasil membuat Steve mengunci layar ponselnya dan fokus pada pembicaraan.
"Jadi, gue harus gimana?" tanyanya menatap Andre dan Jane bergantian.
"Ajak dia jalan besok, bareng kita," jawab Jane cepat tanpa meminta persetujuan Andre, atau mungkin mereka sudah berjanji lebih dahulu sebelum ini.
Steve mengernyitkan dahinya, tanpa pikir panjang ia mengirim pesan pada Aurie. Membuat Aurie yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan dirinya cukup terkejut. Sudah lima bulan bahkan mereka jarang chatting.
Steve Elvan : Ri
Steve Elvan : Anak-anak mau main besok, ikut ga?
Auristella : Sama Kak Jane?
Steve Elvan : Iya
Auristella : Yaudah ayo
Steve Elvan : Oke
Aurie memang sering ikut nongkrong dengan kakak kelasnya sejak dekat dengan Steve. Kebetulan bulan Desember ini kegiatan sekolah sudah tidak padat, tinggal menunggu pembagian rapor semester ganjil.
Aurie kembali mengingat masalahnya dengan Steve. Dia yakin Steve sebenarnya punya alasan serius. Steve tidak pernah bertingkah seperti anak kecil begini sebelumnya. Masalah-masalah kecil tak pernah membuat keduanya bertengkar hebat karena sikap Aurie yang selalu dewasa diimbangi Steve yang juga selalu tenang. Itu juga alasan mengapa Aurie memilih untuk tetap mempertahankan Steve, walau status mereka yang masih entah apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA LAMPU KOTA (✔)
Teen Fiction[ s e l e s a i ✅ ] [SEBUAH KISAH PENANTIAN DALAM KEDEWASAAN TAK BERUJUNG] "Bagaimana kalau suatu hari aku yang membuat Kakak jatuh?" "Kakak akan tetap suka." "Kenapa?" "Sederhana." "Maksudnya?" "Kamu sudah sering melakukannya." "Kapan?" "Setiap kal...