18

54 9 4
                                    

"Bukan hujan yang membuatku sakit, tapi kamu."

•••

"Sekali lagi sorry ya, lo jadi  kehujanan."

Mereka sudah sampai di kost-an Ralisha.

"Gak-papa kok Kak, justru aku yang terima kasih, Kakak udah nganterin aku." Ralisha tersenyum.

"Mmm... kalau gitu gue duluan ya?" Ralisha mengangguk.

Fira yang baru keluar mendengar suara motor membelalakkan matanya kaget. Pasalnya kini Ralisha tengah basah kuyup.

"Ya ampun Sha, lo kok basah kayak gini sih? Ayo masuk-masuk,"

Fira melirik ke arah Devan.

"Lo kok ada di sini? Jangan-jangan...."

"Iya. Gue tadi nganterin dia pulang, eh pas di jalan kita kehujanan." Fira melirik ke arah Ralisha, Ralisha hanya cengengesan.

"Mau mampir dulu gak?" ajak Fira.

"Nggak, gue mau langsung balik."

"Oke. Hati-hati, salam sama tante."

Sepeninggal Devan, Fira menatap Ralisha dari ujung sampai bawah, lalu geleng-geleng kepala.

"Mandi sana!" titah Fira, "udah mandi, lo harus jelasin semuanya sama gue," ucap Fira penasaran. Lalu ia mendorong tubuh Ralisha.

"Santai woy!"

"Ada apa ini?" tanya Jeje yang baru saja keluar dari kamar.

"Kok kamu basah Sha? Kamu kehujanan?"

"Udah Je, biarin dia mandi dulu."

Selepas mandi, Ralisha seperti sedang diinterogasi oleh ke-dua temannya. Bukan, lebih tepatnya oleh Fira. Fira terus saja mendesak agar Ralisha menceritakan semua kejadian tadi bersama Devan. Ralisha pun menceritakan semua kejadiannya pada ke-dua temannya. Mereka melotot tak percaya.

"Serius lo? Si Devan ngajakin lo pulang bareng? Terus kalian kehujanan, udah itu Devan ngasih jaketnya ke lo kan?" cerocos Fira sambil menunjuk jaket yang sedang menggantung.

Pipi Ralisha bersemu merah. "Apaan sih lo. Lo tau darimana Devan ngasih jaketnya ke gue? Kan gue gak cerita,"

"Ya gue tahu lah, Fira gitu."

"Kalian lagi deket?" tanya Jeje heran, pasalnya Jeje tidak tahu hubungan antara Ralisha dan Devan. Memang mereka tidak ada hubungan, hanya saja....
Entahlah, sulit untuk dijelaskan.

•••

"Hujan-hujan datang lagi...."

"Hujan-hujan malam ini...."

"Hatiku resah-resah, bajuku basah-basah...."

Tak!

Arya menjitak kepala Angga membuatnya meringis. "Lagu orang diubah-ubah."

"Ya maaf."

Lalu pandangan mereka beralih pada seorang laki-laki yang sedang menatap hujan. Azam. Entah apa yang laki-laki itu pikirkan, setiap hujan turun, matanya selalu fokus pada rintik-rintik itu.

"Ya udah kali Bang, yang udah lalu biarlah berlalu," sahut Angga.

Azam melirik tajam ke arah Angga, lalu ia berdiri. "Lo gak akan ngerti sakitnya jadi gue!"

"Udah deh Ga, jangan mulai," lerai Devan.

"Masalah orang itu beda-beda, gue cukup paham sama lo, tapi Zam... jangan jadiin ini semua beban. Ini ujian dari Tuhan, sulit emang kehilangan seseorang yang sangat berarti dari hidup kita. Seenggaknya lo masih punya kita, kita ngerti gimana sakitnya lo...."

Pangeran NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang