27

38 8 4
                                    

  "Tolong bantu aku untuk bisa melupakanmu."

•••

Ralisha sedang mengemasi barang-barangnya. Seperti biasa ia ditinggal oleh teman-temannya karena ketiduran. Itu sudah biasa dan tidak aneh lagi.

Saat ia menggendong tasnya hendak pergi meninggalkan kelas, ia dikejutkan dengan keberadaan Devan di depan pintu.

"Gue udah nunggu lama di belakang perpus, tapi lo gak dateng-dateng," ucap Devan. "Apa yang mau lo omongin?" tanya Devan to the points.

Ralisha heran. Ia berpikir, apa yang diucapkan Devan. Belakang perpus? Maksudnya apa?

"Maksudnya apa ya, Kak?" tanyanya tak mengerti.

"Lo lupa? Lo kan ngirim chat ke gue," kata Devan.

"Chat yang mana Kak?" Serius, Ralisha tak mengerti.

"Lo bilang lo nyuruh gue ke belakang perpus, tapi gak ada siapa-siapa. Tapi, pas gue ke kantin, di sana Nabila sama Rachel berantem, dan ... ada elo. Maksudnya apa?!" bentak Devan membuat Ralisha tersentak. Ia tak percaya sudah dibentak seperti ini oleh Devan.

"Lo gak usah bentak-bentak dia segala, Van," kata Azam yang baru saja datang.

"Lo gak akan tahu Zam, dia ini cewek aneh, misterius!" tunjuknya pada Ralisha.

Aneh? Misterius? Benarkah?
Rasanya Ralisha ingin menangis, perkataan Devan sungguh menyakitkan.

"Maksud Kakak apa? Sumpah, aku gak ngerti apa yang diomongin Kakak. Terserah Kakak mau ngomong aku aneh kek, misterius kek, aku gak peduli!"

"Lo jangan pura-pura gak tau, lo kan yang...."

"Permisi." Ralisha, Devan dan Azam melirik ke arah Farel yang sedang berdiri di sana.

"Maaf ganggu, mau ke Ralisha," kata Farel. Ia mengajak Ralisha pergi dari kelas itu.

Akhirnya Ralisha bisa pergi meninggalkan kedua cowok tersebut.

Azam memandang ke arah Devan. "Gue gak nyangka lo kayak gini sama cewek, Van."

"Lo gak akan tahu Zam. Lo gak akan ngerti...."

"Gak ngerti dari mananya? Jelas-jelas lo udah nyakitin dia. Bukan sekali dua kali, Van. Tapi sering," ucap Azam. "Coba lo pikir-pikir Van, berapa kali lo nyakitin dia? Bahkan mungkin tanpa sepengetahuan lo, lo sering buat kesalahan-kesalahan yang nyakitin hatinya. Coba lo inget-inget?" Kemudian Azam pergi meninggalkan Devan. Ia tak tahu lagi dengan isi pikiran Devan.

"Apa gue nyakitin lo, Ralish?" Devan termenung. Perkataan Azam ada benarnya juga.

•••

"Mau apa mereka nyamperin lo?" tanya Farel.

Ralisha mengedikan bahunya. "Mana gue tau, gak jelas." Untungnya Farel datang dan mengajaknya pergi meninggalkan kedua cowok itu. Jika tidak, Ralisha akan menangis tepat di depan kedua cowok itu.

"Lo seneng kan disamperin mereka?"

Ralisha mendelik. "Mana ada, gak juga!" ucapnya tak terima. Malah Ralisha kesal dibuatnya. Dulu, bertemu dengan Devan adalah keinginannya, sekarang mungkin tidak lagi.

"Jangan bohong lo." Farel mencolek hidung Ralisha membuat gadis itu mencubit pinggangnya.

Farel memandang wajah Ralisha. Ada linangan air mata yang Farel lihat di mata Ralisha.

"Lo nangis, Sha?" tanya Farel. Ia menggenggam tangan Ralisha memastikan keadaan gadis itu.

Ralisha memutar matanya tak ingin bertatapan dengan Farel. "Iya gitu? Masa sih?" Ia mengambil handphonenya, berpura-pura berkaca.

Pangeran NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang