Lil Beans

4.3K 394 68
                                    

Xiyeon menggenggam pinggiran kloset dengan erat, perutnya serasa diaduk dan kepalanya serasa ingin pecah. Ini adalah kebiasaan Xiyeon dipagi hari sejak sebulan lalu, sejak ia meninggalkan Korea dan pindah ke Jepang karena pekerjaan. Indra penciumannya juga berkali-kali lipat lebih sensitif, ia yang suka minum susu vanila mendadak menolaknya mentah-mentah karena baunya membuat Xiyeon ingin memuntahkan isi perutnya.

"Ya tuhan..." Xiyeon mengeluh, ini sangat-sangat buruk. Ini mengganggu aktivitasnya, mengganggu pekerjaannya sebagai asisten untuk sebuah penelitian yang profesornya lakukan. Sungguh rasanya Xiyeon ingin menangis.

Saat pertama kali Xiyeon menyadari jika ada sebuah kehidupan tengah ada di dalam perutnya, ia marah. Ia menyesali apapun yang terjadi malam itu. Melamun seharian hingga tidak makan.

Tapi setelah itu Xiyeon bangkit, dia tidak ingin menjadi pembunuh, apalagi pembunuh anaknya. Lagipula Xiyeon sudah jatuh hati pada si mungil yang masih sebesar kacang.

"Hai lil beans, sudah ya... jangan rewel. Eomma harus berangkat pagi." Itu adalah yang setiap kali Xiyeon katakan saat si mungil rewel dan membuatnya ingin muntah.

Lil beans? Ya si mungil itu ada dua, Xiyeon mengetahuinya saat USG di usia kehamilannya yang ke sepuluh minggu. Perut Xiyeon juga sudah mulai menonjol, apalagi ada dua kacang kecil yang sedang ada di perutnya.

Dan tentang Chan, Xiyeon tidak ingin menghubunginya. Ia tidak siap dengan segala kemungkinan akan reaksi Chan. Bagaimana jika Chan menyuruhnya menggugurkannya? Dan Xiyeon tidak akan mungkin bisa melakukan itu, jadi ia memendamnya sendiri, tanpa ada satupun yang tau. Bahkan keluarganya.

"Xiyeon-chan..." Orang Jepang memang menggunakan chan dalam setiap panggilan untuk perempuan, tapi entah kenapa itu menggangu Xiyeon. Setiap mendengarnya ia menjadi merasa rindu, rindu pada Lee Chan yang memboncengnya naik sepeda saat mereka berangkat sekolah dulu, yang menolong Xiyeon saat diganggu kakak kelas, yang menemaninya tidur saat orang tuanya pergi keluar kota dan masih ada banyak lagi yang ia rindukan tentang Chan.

Xiyeon kembali ke apartement yang ia sewa saat matahari sudah terbenam. Ditaruhnya belanjaannya di atas meja dapur, tadi saat perjalanan pulang ia membeli beberapa sayuran, sekantong stroberi segar dan sekotak susu hamil rasa stroberi. Semenjak hamil ia jadi kecanduan stoberi, apapun harus rasa stroberi, ia tidak mau jika rasa lain.

"Lil beans... maaf ya tadi eomma mengajakmu berjalan seharian, kau pasti paham kan jika eomma tadi sedang bekerja." Xiyeon berujar pada si kecil, mengajaknya mengobrol sembari menyiapkan seporsi makan malam untuk mereka bertiga. Mengusir kesunyian di apartement itu, lagipula Xiyeon tidak punya teman mengobrol.

"Mau makan apa hmm? Kita makan sup sayur saja ya, eomma tadi membeli wortel untukmu. Kata dokter, wortel punya kandungan betakaroten yang baik untukmu sayang. Eomma beli kacang merah juga, kata dokter eomma harus makan ini agar sayang-sayangnya eomma punya gigi dan tulang yang kuat." Xiyeon memotong-motong wortel menjadi bagian-bagian kecil sembari menunggu air dalam panci itu mendidih. Masih terus mengoceh tentang apa yang dokternya katakan minggu lalu.

Aktivitas Xiyeon terhenti saat ponselnya berdering nyaring, ada nama Chan disana tapi Xiyeon tidak berniat untuk mengangkat panggilan itu. Entah sudah berapa puluh panggilan yang ia abaikan dari Chan, mungkin ratusan. Juga pesan yang tidak pernah Xiyeon buka, dia sedang ingin menepi. Ia hanya ingin bertiga saja dulu, ia belum ingin berempat bersama Chan. Lagipula mungkin Chan tidak ingin menjadi bagian dari mereka bertiga.

Tapi panggilan-panggilan itu mengirim suatu rasa hangat ke relung Xiyeon hingga dering dari Chan itu menjadi alunan favoritnya akhir-akhir ini.

Xiyeon memandangi langit-langit kamarnya, selalu begini saat ia akan pergi tidur. Rasa rindu itu mencuat seketika dan membuat Xiyeon terisak sendirian.

Sepanjang hidupnya ia rasa ia hanya menangisi Lee Chan. Masa remajanya ia habiskan dengan menangis setiap Chan punya pacar baru, entah teman sekelas Xiyeon atau adik kelas. Xiyeon adalah orang pertama yang akan Chan beritahu. Biasanya Chan akan bercerita di atas sepeda saat perjalanan pulang mereka dan Xiyeon hanya bisa menatap sendu punggung itu. Mengeratkan pelukannya di pinggang Chan, hanya itu yang bisa ia lakukan, ia hanya bisa memeluk Chan saat mereka sedang berboncengan dengan alibi takut jatuh.

Pelukan yang tidak sesederhana itu bagi Xiyeon.

"Aku sudah jadian dengan Yejin. Terima kasih ya sudah jadi pengantar surat untuk kami."

"Selamat ya, tidak ku sangka sahabatku Chan bisa punya pacar seorang idola sekolah seperti Yejin." Yejin itu teman sekelas Xiyeon saat mereka masih kelas satu sekolah menengah atas, Yejin yang cantik juga pintar diidolakan seantero sekolah, tak terkecuali Chan.

Kenapa Xiyeon jadi nostalgia begini sih? Ia menyeka satu titik air mata di pipinya sebelum memejamkan mata dan mencoba untuk tidur. Besok ia harus berangkat pagi untuk bekerja dan Xiyeon tidak ingin terlambat.

•○●♡●○•

Ichan mau jadi bapak rek😢😢

Maaf ya kalo ada kesalahan penulisan dan lain-lain😭

Chapter ini ditulis sambil ngantuk-ngantuk😆

Terima kasih dukungannya❤❤

Endless Romance (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang