Maafkan bila ditemukan typo dan antek-anteknya.
Tolong baca pesan diakhir cerita ya, penting bgt!
Jangan lupa spam komen dan vote
Enjoy Reading juseyooo💛Jeffrey menghembuskan nafasnya pelan, ia mengedarkan pandangannya lewat balkon kamarnya. Pagi ini, langit sedikit teduh ditemani angin yang berhembus kencang membuat siapa saja yang merasakannya tentu akan merasa tenang. Namun tidak dengan Jeffrey, pria itu justru merasa hal tersebut tidak mempengaruhinya sama sekali. 11 Februari dan sekarang tanggal 10 Februari, kemarin tanggal 9 Februari tepat dimana rose mengatakan hal itu.
Jeffrey mengusak rambutnya kasar. Ia tidak marah atau merasa kesal dengan rose. Ia jujur, ia menjadi memikirkan hal itu duakali, apa bedanya sebelum rose belum mengatakan? Ia tidak memikirkannya sama sekali. Layaknya orang yang sangat tertekan Jeffrey menghela nafas pasrah untuk yang kesekian kalinya. Ia beranjak masuk ke dalam kamarnya, membuka lemari dan mengambil sebuah jas dokter dari sana.
Sangat sulit untuk meninggalkan cita-cita yang sudah ia rangkai sejak dulu. Namun benar apa kata perempuan itu, semua tidak akan berjalan lancar tanpa restu orangtua. Seandainya ia sudah menerima tawaran itu sejak dulu, pasti ia sudah lebih mapan dari sekarang. Tapi tidak ada salahnya juga, sepertinya rangkaian cita-citanya dulu sudah hancur sejak lama hanya saja, ia belum menyadarinya.
Semuanya sudah buntu, jalan satu-satunya yang bisa ia lewati hanya meneruskan perusahaan. Ayolah, hanya meneruskan perusahaannya, rose yakin dan ia masih ragu bahwa ia bisa mengendalikan semua. Ayolah Jeffrey, jangan terburu-buru ingin menguasai semuanya. Semua butuh proses, layaknya bunga yang mekar. Semua bukan tentang waktu, tapi tentang ragu dan keyakinan. Hanya meneruskan perusahaan. Namun nyatanya, hanya nya itu yang membuatnya ragu.
Ia tidak mau, ia tidak mau menjadi laki-laki kosong ketika berada disisi roseanna. Oleh karena itu, "ayah, Jeffrey mau nerusin perusahaan."
Kalau dipikir-pikir, bodoh juga jika ia percaya Jeffrey akan memberikannya sebagai hadiah ulang tahun. Memangnya ia siapa meminta minta? Astaga roseanna kenapa bodoh sekali, sekarang ia merasa malu dengan dirinya sendiri.
"Terus gimana? Ya gak ada salahnya juga sih." ucap Jisoo disebrang telpon.
"Kalo lo ke dia, gimana?" lanjutnya.
Rose terdiam, seperti menimang-nimang, "Ya..gue bingung..."
"Lo suka sama dia roseanna, kalo lo gak suka buat apa lo minta itu sebagai hadiah ultah lo. Lo berharap kan?" tanya Jisoo curiga.
Rose menggeleng dengan cepat seolah olah ia sedang berbicara langsung dengan Jisoo. "Nggak apaan sih! Salah paham!" pipi rose memerah.
"Halah apa?? dari nada bicara lo aja udah salting, udahlah jujur aja daripada telen ludah sendiri hayoo???"
"Gue gak tau, mungkin kalo- ah udah deh kenapa jadi ngomongin ini sih???"
"Hahaha kalo apa??? Yeu, yaudah deh gue ada urusan nih, udah dulu ya?"
"Sip."
"Have a nice day."
"juga..."
Rose langsung mematikan teleponnya sepihak dengan hati yang sedikit berdegup kencang. Ia menggeleng kecil, lalu melanjutkan niatnya untuk pergi ke butik milik Tiffany menggunakan mobil.
Setelah 30 menit dari rumahnya, akhirnya ia sampai disana. Di Butik mewah milik ibunya. Rose masuk dan langsung disambut ramah oleh beberapa pegawai disana. Ia juga langsung masuk ke ruangan Tiffany, "mami." panggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
dare to the trap
RomanceHR: #3 in Jaerose [190620] #4 in Jaerose [140620] [vote yuk! Hargai penulis]