Silence - 2

662 120 43
                                    

Musim berganti dengan cepat, namun tak satupun keluarga Hinata datang menjemputnya. Yahiko akhirnya pindah ke Tokyo dengan membawa Hinata. Ia menyimpan nomer Orochimaru berharap suatu hari ada keluarga gadis kecil itu datang dan menanyakan keberadaannya. Akan tetapi, sudah tujuh kali musim semi berlalu begitu saja hingga Hinata tidak lagi menjadi gadis kecil menggemaskan melainkan gadis remaja yang cantik dan mempesona. Tak ambil pusing dengan keluarganya, ia lebih nyaman hidup berdua dengan Nii-san yang begitu menyayanginya.

Hingga hari itu datang, hari dimana Yahiko merasa perasaannya pada Hinata perlahan mulai berubah. Rasa yang seharusnya tak boleh ia pelihara, kini menyergapnya tanpa peringatan. Mungkin benar adanya jika cinta hadir karena terbiasa bertemu. Namun, Yahiko dengan rapi menyimpan perasaan itu.

Sore itu, si pria rambut orange pulang lebih awal. Memasuki rumah mungil dengan halaman yang tidak luas. Pergantian musim dingin ke musim semi tahun ini membuat pemuda dua puluh empat tahun itu tumbang. Ia pilek. Dengan berendam di air hangat setidaknya dapat mengusir dingin yang hampir membekukan tubuhnya. Kepalanya pusing dan matanya sedikit berkunang. Melangkah gontai, tangannya membuka pintu kamar mandi, sedetik kemudian reflek ia menutup cepat daun pintu rersebut hingga menimbulkan bunyi keras. Bukan hanya itu, jantungnya bahkan hampir melorot ke perutnya. Wajahnya bersemu merah.

Beberapa menit kemudian Hinata keluar dari kamar mandi dengan wajah cemberut. Ia telah mengenakan bajunya.

Sementara Yahiko terlihat seperti pencuri yang siap dibantai.

"Aku tak melihat apapun." Pemuda itu berusaha menenangkan detak jantungnya. Pikiran liarnya kini mulai bermain-main di otaknya. Setidaknya selama tujuh tahun bersama Hinata, untuk pertama kalinya ia bersyukur karena gadis itu tak akan mengomelinya.

Namun, sebagai jawaban atas ketidaksopanannya tadi, teflon mendarat di kepala Yahiko.

Malam akhirnya tiba. Di meja makan sudah ada semangkuk nasi putih yang dicampur dengan berbagai lauk daging sapi, telur, sayuran, dan saus pedas. Nasi campur yang merupakan menu favorite Yahiko.

Mereka makan dalam keheningan seperti biasanya.

"Tidurlah, besok pagi kita akan ke psikiater lagi." Yahiko segera memasuki kamarnya.

🔸🔸

Segala usaha sudah Yahiko usahakan agar Hinata kembali bicara. Mendatangi dokter sekelas Tsunade pun sudah dilakukan. Mengikuti les ini itu tapi tetap saja hasilnya nihil. Karena Hinata lebih memilih bisu. Tak banyak yang wanita berdada besar itu lakukan lagi karena Hinata tetap tak bicara.

Seperti biasa, sore itu gads berponi itu mengantongi belanjaannya. Yahiko bekerja sebagai salah satu pelayan di restoran ternama sebagai kasir dan kebetulan hari ini dia kebagian shiff malam. Namun, tiba-tiba salah seorang temannya datang dengan tergesa saat pria itu baru saja mengganti baju kerjanya.

"Yahiko! Adikmu dibawa paksa anak-anak nakal saat aku hendak kemari!" Napas pemuda yang usia lebih muda darinya itu tersegal-segal.

Mata Yahiko melebar, aura wajahnya yang tenang berubah mengerikan dalam sekejab. "Di mana kau melihat mereka?" Tangannya terkepal.

"Dipertigaan toko roti. Kurasa mereka akan membawanya ke gedung bekas pabrik sepatu. Pergilah, biar aku menggantikan shiff-mu."

Yahiko segera pergi, berlalu begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih.

Lagi! Mereka kembali menggoda Hinata, bahkan kali ini sudah keterlaluan. Pria itu segera berlari menuju pabrik bekas sepatu.

🔸🔸

Hinata Hime [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang