Rissa akhirnya menyelesaikan tugas Olahraga nya, segera Rissa memberikan bukunya pada Harun, tanpa menoleh sedikitpun pada cowok itu. Harun menghela nafas, kemudian mengambil buku Rissa, meletakkannya bersama buku milik teman lainnya.
Cowok itu kembali duduk di samping Rissa, melirik pada cewek itu yang terus menerus memberinya tatapan kebencian. Lagi-lagi Harun menghela nafas, menoleh membalas tatapan Rissa.
"Apa lo liat-liat?!" ucap Rissa. Harun mengangkat sebelah alisnya. Ada apa dengan cewek ini, padahal daritadi dirinya yang melihat Harun.
Harun menoleh ke arah lain, sementara Rissa menggeser kursinya menjauh, Rissa merobek-robek kertas origami yang diberikan oleh Harun tadi, kemudian melemparkannya pada Harun dengan kesal.
Sepertinya itu membuat cowok itu marah, karena sekarang Harun berdiri dan membuang robekan kertas yang ada di rambut dan bajunya. Cowok itu melirik pada Rissa dan cewek itu membalas tatapan Harun.
"Lo-" Harun menunjuk wajah Rissa, cewek itu terus menatap Harun.
"Apa?! Gue apa?" tanya Rissa. Harun menahan dirinya, menarik kembali tangannya, mengepalnya dengan erat.
Jika Rissa pikir selama ini dirinya saja yang menderita karena menjadi teman sebangku dengannya maka itu salah. Karena Harun juga merasakan hal yang sama.
Bayangkan saja, Harun ingin membaca bukunya dan belajar dengan tenang, tapi Rissa malah terus berceloteh dan dengan penuh paksaan minta jawaban ujian.
Harun segera membawa buku-buku olahraga itu menuju ruang guru, tanpa menunggu teman-teman lainnya.
"Eh, Harun! Punya gue ketinggalan ini, sabar dulu napa," ucap Gibran. Harun terus berjalan pergi. Gibran menautkan alisnya bingung kemudian menoleh pada Rissa.
"Enggak! Jangan nanya ke gue, dia si Harun itu nggak waras, gue yang waras!" ucap Rissa menunjuk dirinya.
"Kalau menurut yang gue lihat, elo yang nggak waras sekarang." Gibran berucap. Rissa berdiri dari duduknya, menunjuk Gibran dengan penuh amarah.
"Kenapa lo pikir gue yang enggak waras di sini?!" tanya Rissa.
"Karena itu kenyataannya, lagipula selama ini lo sering ngomong sendiri iya kan?" ucap Gibran. Benar-benar menyebalkan. Rissa tahu maksuf Gibran adalah Rissa seperti bicara sendiri saat bersama Harun.
"Ih! Gue tampol juga lo!" Rissa mengangkat tempat alat tulisnya tinggi-tinggi.
Kemudian Gibran mencibir Rissa dan segera berlari ke luar kelas, untuk mengumpulkan tugas Olahraganya. Sementara selang beberapa waktu, Harun kembali ke kelas dengan minuman dingin di tangannya.
Mungkin untuk mendinginkan hati dan pikirannya karena harus berurusan dengan Rissa. Rissa meneh pada Harun, menatap cowok itu.
"Apa?" tanya Harun, kali ini tidak mau menoleh.
"Lo harus tau kalau gue serius soal tadi." Rissa menjawab, Harun menoleh pada cewek itu.
"Soal apa?" tanya Harun.
"Lo, kecelakaan." Rissa menjawab, kemudian menunjuk Harun. Harun mendorong tangan Rissa agar tidak menunjuknya.
"Kenapa enggak sumpahin gue mati aja sekalian?" tanya Harun. Rissa menggeleng, melipat tangannya.
"Nggak, gue nggak mau lo mati," jawab Rissa kemudian tersenyum. Harun mendengus, kemudian mengalihkan tatapannya pada minuman dingin di atas mejanya.
Sementara itu, Rissa menggeser kirim agar bisa mendekat pada Emma, teman baiknya itu.
"Garang banget sih, Rissa." Emma menepuk bahu Rissa. Rissa memanyunkan bibirnya, memasang wajah sedih.
"Emma, gue korban di sini. Gue harus bisa bela diri gue sendiri, iya kan?" Rissa menyikut Emma. Emma mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARISSA✔️
Ficção AdolescentePenulis : Ohdaraa (darainbxws) p.s : Cerita ini hanya fiktif belaka dari imajinasiku. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan -- Rissa adalah cewek yang ceria, dan jug...