24 : persiapan

225 43 0
                                    

"Serius Rissa bakalan pindah?" tanya Emma tidak percaya, Harun mengangguk.

"Ah kok gitu sih, gue nggak mau kalau nggak ada Rissa," ucap Emma kesal menghentak-hentakan kakinya.

"Iya ih, emangnya kenapa sih sampe Rissa harus pindah gitu?" tanya Amel, Harun mengedikan bahunya. Kemudian Gibran terlihat berfikir sebentar kemudian bicara.

"Itu udah pasti dia bakalan pindah? Apa baru rencana doang?" tanya Gibran pada Harun, berharap informasi itu belum pasti.

"Katanya udah pasti, lusa dia berangkat." Harun menjawab, mereka yang lain melotot mendengar itu.

"Kok buru-buru banget? Ya ampun, Rissa juga nggak bilang apa-apa ke kita." Emma berdecak, ia tidak ingin Rissa pindah.

"Dia juga baru tau kalau dia bener-bener bakalan pindah," ucap Harun.

Mereka terdiam sebentar, hingga tanpa sadar Emma menangis. Ia tidak bisa menbayangkan akan berbeda sekolah dengan Rissa, dan ini semua begitu cepat, Rissa tidak memberitahu apapun. "Mungkin kita harus ngelakuin sesuatu," kata Emma.

"Apa? Ini semua kemauan Papa Rissa, gue nggak yakin kita bisa ngelakuin sesuatu sekarang," kata Julio.

Emma berdecak, "Oke, seenggaknya kita bisa habisin waktu sama-sama buat hari ini." Emma menghela napas, "Rissa bener-bener dah, mana perginya besok pula, gue kan nggak siap," kata Emma.

"Ide bagus," kata Amel, "Kita ngumpul di tempat lo aja, Harun."

"Gue?" tanya Harun tidak percaya, Amel mengangguk.

"Iya, gue setuju. Lo juga setuju kan, Harun?" tanya Gibran, cowok itu mengangguk.

"Oke, kita ngumpul dari pulang sekolah sampe malem, bikin Rissa seneng, dan anggap aja Rissa nggak bakal pergi kemana-mana," kata Julio.

Kemudian bel berbunyi, mereka langsung duduk di tempat duduk masing-masing, Harun duduk sendirian, tangan cowok itu sudah sembuh, meskipun masih harus memakai perban, namun ia sudah bisa menggunakan tangan kanannya dengan baik.

Harun melirik ke kursi kosong yang ada di sebelahnya, kalau Harun boleh jujur, sebenarnya ketidakhadiran Rissa di sekolah membuat harinya merasa sepi, biasanya Rissa selalu mengomel, mengganggunya. Sekarang tidak, dan fakta bahwa mulai besok Rissa juga tidak akan bersekolah di sini lagi membuat Harun merasa sedih.

Selanjutnya ia membuka buku pelajarannya dan memperhatikan penjelasan dari gurunya, diam-diam berharap waktu berjalan cepat sehingga mereka bisa langsung pergi berkumpul bersama-sama.

Harun melirik Emma dan Julio yang tengah mengobrol, sepertinya mengobrol soal Rissa karena melihat Emma yang merengek dan menghentak-hentakan kakinya begitu. Julio menepuk bahu cewek itu.

"Udahlah, Emma. Gue juga sedih ini, makin sedih gue ngeliat lo," kata Julio, Emma menggeser kursinya ke depan, melipat kedua tangannya di atas meja

"Pokoknya nanti gue bakal pastiin Rissa makan wortel," kata Emma mengusap air matanya.

"Wortel? Rissa bukannya nggak suka wortel?" tanya Julio.

"Iya, tapi gue tetap bakal suruh dia makan, karena dia suka sama Harun," jawab Emma. "Dia udah janji sama gue."

Julio mendenguskan tawanya, "Jadi, mereka itu pacaran?" tanya Julio.

"Kalau itu gue nggak tau, kayaknya belum." Emma menjawab, Julio terlihat kecewa.

"Ah, padahal gue mau minta traktir gitu kan, hahaha," ucap Julio kemudian mereka tertawa, sampai tiba-tiba merasakan pegangan di bahunya.

Mereka terdiam kemudian menoleh, ternyata itu gurunya, "Daritadi mengobrol terus, ketawa-ketiwi, kalian ini pacaran ya?" tanya gurunya itu.

HARISSA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang