IMTK (6)

4.5K 114 1
                                    

Ardella selalu membuat Kelvin tersenyum dengan tingkahnya yang menggemaskan serta kepolosan yang dimilikinya.

Kelvin terus menatap Ardella membuat wajah gadis itu merah merona. Ardella yang menyadari kini pakaian yang ia kenakan sangatlah minim.

"Kak, jangan lihatin Della seperti itu," sahutnya tersipu malu, menutup mata Kelvin dengan tangannya.

"Eh, kenapa di tutup sih. Memangnya kenapa?" tanya Kelvin, meraih tangan Ardella yang menutupi matanya.

"Della malu." Ungkapnya menutupi wajahnya yang kian memerah.

"Tidak perlu malu, tenanglah aku tidak akan macam-macam kok."

"Tapi kalau kakak mau juga boleh," ketusnya berhasil membuat Kelvin tersenyum sumeringah.

Kelvin sampai lupa bahwa wajah tampannya kini sudah penuh luka. Rasa perih dan sakit itu seolah-olah hilang. Dengan semangat, Kelvin menggendong tubuh Ardella lalu membaringkannya di atas ranjang.

Kelvin menindih tubuh Ardella dengan kedua kakinya. Tangannya mulai nakal mencari sesuatu di balik kain putih itu. Tercetak jelas gundukan sintal yang bulat dan padat itu menantang, membuat pria itu menelan ludah berulang-ulang.

Tangan Kelvin mulai beregerak mengelus-elus kulit mulus Ardella. Gadis mungil itu mulai mengeluarkan suara desahan. Kelvin semakin bersemangat untuk menyatukan tubuhnya.

"Kak ... eugh."

Saat Kelvin mulai mencari sesuatu di balik celana tipis itu, Ardella memegang tangan Kelvin. Pria itu pun menghentikan aksinya, beralih menatap Ardella.

"Kenapa sayang?" tanyanya dengan nada lembut, menciumi wajah Ardella.

"Jangan!" ketus Ardella.

"Memangnya kenapa, kamu bilang tadi boleh?"

Maksud Ardella bukan boleh melakukan itu. Hanya saja Kelvin berbeda dalam mengartikan kata boleh.

"Della gak bisa," jawabnya mengerucutkan bibir imut itu yang kini kian membengkak.

Kelvin menatap tajam ke arah istri mungil meminta alasan dibalik kata tidak bisa itu.

"Kenapa Del?"

"Della lagi datang bulan," ujarnya malu-malu.

"Hah, apa itu datang bulan, memangnya di luar ada bulan ya?" tanya Kelvin bingung menuntut penjelasan pada Ardella.

Ardella mendengar itu tertawa terpingkal-pingkal. Kelvin berpindah posisi ke samping Ardella.

"Hei, kenapa kau malah menertawakanku?"

"Tuh kan, kakak ini memang lucu. Hahaha ...."

"Hah, lucu? aku serius Della, masa siang-siang begini ada bulan. Kamu tuh mengigau," ledek Kelvin.

"Memang kakak tidak tahu datang bulan itu apa?"

Kelvin menggeleng kepala, Ardella malah semakin tertawa kencang. Ia tidak percaya suaminya ini seorang pengusaha tidak tahu datang bulan.

Tapi benar saja, Kelvin memang tidak tahu dan tidak mengerti apa itu datang bulan. Meski ia sudah berkali-kali melakukan itu dengan wanita lain tapi tentu saja ia tidak pernah menanyakan seputar wanita.

"Kakak itu aneh ya," Masih tertawa puas.

"Lah memang datang bulan itu apa?" tanya Kelvin penuh permohonan agar Ardella bisa menjelaskannya.

"Kakak cari saja sendiri .... wleee," ledeknya.

Ardella beranjak dari ranjang, melangkahkan kaki menuju lemari mengambil sebuah kotak P3K. Sementara Kelvin masih kebingungan memikirkan datang bulan.

Hingga Ardella kembali duduk di samping Kelvin. Ardella fokus matanya teralihkan ketika melihat ada sesuatu yang berdiri di balik celana pendek yang saat ini Kelvin pakai.

"Kak, itu ...." sahutnya dengan polos menunjuk ke arah kepemilikan Kelvin.

Seringai senyum tercetak di wajah pria itu, lalu Kelvin dengan cepat tangannya meraih benda kenyal itu. Ardella tersentak kaget, ia menepis tangan Kelvin dari dadanya.

"Iya, ini si joni. Apa kau mau berkelanan dengannya?" goda Kelvin.

"Tidak!" bantah Ardella.

Kelvin terkekeh ketika melihat wajah Ardella. Ardella mengerucutkan bibirnya.

***

Sementara di sebuah ruangan Riko di tahan oleh beberapa petugas keamanan. Beberapa guru serta kepala sekolah memanggil kedua orang tuanya. Namun sampai saat ini mereka tak kunjung datang.

Sepuluh menit kemudian, Rio datang menemui Riko. Pria itu beranjak berdiri lalu menghampiri Rio. Kini kedua pria itu saling berhadapan.

"Ngapain lo kemari?" tanya Riko dengan nada tidak suka dan menatap tajam pada pria yang usianya hanya berbeda satu tahun.

"Mas Riko, kenapa jadi seperti ini?" tanya Rio menatap lekat wajah Riko yang kini dipenuhi luka lebam.

"Lo tahu sendiri jawabannya dan lebih baik lo pergi dari sini karena gue muak melihat muka lo yang begitu so polos!" ujarnya dengan mengepalkan kedua tangannya, berbalik memunggungi Rio.

"Gue ke sini hanya mau tahu keadaan lo, please mas lo jangan berbuat seperti itu sama Ardella."

"Hahaha ... jadi lo kesini hanya mau mengatakan hal itu," sahutnya kembali berbalik menatap tajam ke arah Rio.

"Ya, gue gak suka cara lo bersikap terhadap Ardella. Sadar mas, lo lupa bagaimana baiknya Ardella sama lo?"

Seketika Riko terdiam mendengar apa yang diucapkan oleh Rio. Namun, ia tetap keras kepala, hatinya kembali merasakan kekecewaan begitu dalam.

"Lo harus ingat, Ardella selalu ada saat lo butuhin dia. Mungkin gue pernah mengalah sama lo, tapi saat gue tahu lo bersikap seperti itu terhadap Ardella, kali ini gue gak akan tinggal diam," ancam Rio.

Emosi yang mulai redup kini kembali membara, kata-kata yang terucap dari mulut Rio kembali membangkitkan amarah dalam jiwanya. Riko menarik kerah baju Rio.

"Asal lo tahu, sebelum lo bertindak, gue akan pastikan bahwa gue yang akan lebih dulu miliki tubuh Ardella seutuhnya!"

"Oke, kita buktikan siapa yang lebih dulu mendapatkan Ardella."

"Siap-siaplah lo akan menerima kekalahan dari gue," sahut Riko.

"Itu tidak akan pernah terjadi, jika seandainya itu terjadi gue gak akan biarkan sedikit pun lo menyentuh Ardella seperti tadi yang lo lakukan."

"Hahaha ... tahu apa lo bocah ingusan?"

"Gue gak nyangka ternyata lo bisa berubah jadi seperti ini. Lo bukan mas Riko yang selama ini gue dan Ardella kenal."

"Ck! pengecut lo," pekik Riko mengepalkan tangannya hendak memukul Rio. Namun saat tangan itu terangkat Riko terdiam.

"Pukul mas, pukul gue sepuas lo!" sahut Rio dengan tatapan penuh rasa kecewa.

Arggh ....

Riko menggusar rambut kepalanya ke belakang, kepalanya terasa sangat pening.

"Kenapa diam mas, ayo pukul gue!"

"DIAM LO, PERGI DARI SINI!" bentak Riko.

Hati yang diselimuti rasa kecewa dengan berat Rio melangkahkan kaki berlalu pergi meninggalkan Riko. Rio sangat sedih, hatinya begitu sakit melihat Riko yang berubah seperti saat ini. Ia berharap Riko bisa berubah kembali seperti dulu.

Sementara itu, Riko masih dengan amarah yang membara, ia memukul kencang dinding tembok itu hingga meninggalkan tanda merah di dinding itu. Tangannya terluka mulai mengeluarkan cairan berwarna merah. Namun, rasa sakit itu tidak sebanding dengan rasa sakit dihatinya.

Ck! Ini semua gara-gara lo Ardella, gue tidak akan tinggal diam. Gue pastikan akan bertindak lebih cepat. Tunggulah sayang, suatu hari nanti gue akan nikmati tubuh lo. Gumam Riko.

Terpaksa MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang