Suara ketukan pintu kamar membuat Doyoung mengalihkan pandangan dari laptopnya. "Masuk," sahutnya malas.
"Kenapa kau belum siap-siap?!" tanya Nyonya Kim sedikit berteriak. Sebentar lagi mereka akan berangkat menuju restoran untuk menemui keluarga Park. Dan orang yang sangat penting dalam pertemuan tersebut masih saja bersantai di depan laptop dengan kaus oblong dan juga celana pendeknya.
"Bukankah pertemuannya nanti malam?" sahut Doyoung santai dengan sebelah tangan menggaruk bagian belakang kepalanya.
"Sekarang sudah malam, Kim Doyoung! Ibu sudah memberitahumu berkali-kali, buka tirai jendelamu agar kau tahu waktu."
Doyoung memang mempunyai kebiasaan tidak membuka tirai jendela kamarnya sejak dulu. Tirai akan dibuka sesekali, dan itu pun jika tidak ada dia di kamar. Jika Doyoung berada di dalam kamar, tirai otomatis akan ditutup karena ia merasa lebih nyaman seperti itu.
Dan hal tersebut seringkali membuat Nyonya Kim mengomel karena kebiasaan buruk putranya itu.
"Aku hanya perlu ganti baju, Bu," sahut Doyoung santai.
"Kalau begitu cepat! Ayahmu sudah menunggu di bawah."
"Iya."
"Jangan lama!" seru Nyonya Kim sebelum pergi meninggalkan kamar Doyoung.
"Iya Bu. Astaga," ucap Doyoung dengan helaan napas panjang.
Baru saja ia membuka kausnya, pintu kamar kembali dibuka.
"Pakai pakaian yang rapi!"
"Iya, aku tahu," balas Doyoung jengkel.
Dan pintu kamar kembali ditutup oleh Nyonya Kim.
Doyoung mendengkus kesal dan berjalan mendekati lemari pakaiannya. Ia melihat isi lemarinya yang dipenuhi dengan pakaian kasual. Tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya, Ibunya tidak mungkin menyuruhnya untuk memakai jas ke pertemuan ini, kan? Ah, tidak, tidak. Itu terlalu formal. Ini hanya acara makan malam. Bukan pertunangan.
Tunggu.
Pertunangan? Jadi dirinya benar-benar pasrah menerima perjodohan ini?
Ah, tidak. Ayahnya bilang, dia bisa menentukan untuk menolak atau menerima perjodohan ini setelah bertemu dengan perempuan pilihan orang tuanya terlebih dulu. Dan hari ini adalah penentuannya. Dan tentu saja pilihan Doyoung tidak berubah. Yaitu, menolak.
Menghela napas panjang, Doyoung mengambil salah satu koleksi kemejanya dengan acak lalu memakainya dengan malas. Ia mengganti celananya dengan jeans panjang berwarna hitam lalu mematut dirinya di depan cermin dan merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan.
Doyoung berjalan keluar kamar dengan langkah santai. Seharusnya ia melihat foto yang disodorkan ibunya dua hari yang lalu—foto perempuan yang akan dijodohkan dengannya. Setidaknya Doyoung harus tahu bagaimana paras-nya sebelum pergi menemui-nya. Walau pun itu tidak begitu penting, tapi kini ia merasa penasaran dengan hal tersebut. Baru saja ia menuruni setengah anak tangga, sebuah teriakan membuatnya terlonjak dengan kedua mata yang membulat.
"APA YANG KAU PAKAI?! CEPAT GANTI DENGAN JAS YANG IBU BELIKAN SAAT PERNIKAHAN KAKAKMU!"
Doyoung menggertakkan giginya dan kembali menaiki tangga dengan sedikit berlari begitu mendengar teriakan sang ibu. Sementara ayahnya hanya menggelengkan kepala melihat tingkah putra bungsunya tersebut.
🌱🌱🌱
Jinhye mematut dirinya di depan cermin dengan raut datar. Wajahnya tidak terlihat senang—tentu saja. Siapa yang akan senang jika dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak kita sukai? Pastinya tidak akan ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNEXPECTED ✔
Fanfic"Apa yang kau lihat?" "Menurutmu?" "Jangan terus menatapku seperti itu." "Ini mataku. Terserahku mau menatap siapa." __________________ Kim Doyoung dan Park Jinhye terpaksa harus menuruti keinginan kedua orang tua mereka yang menyuruh keduanya untuk...