8# CadetBlue

22.8K 5.6K 1.2K
                                    

Malam itu Aji terbangun dalam kegelapan tanpa suara. Seolah-olah ia berada dalam sebuah lorong panjang tanpa cahaya. Ia sempat bertanya-tanya, apakah ini yang namanya sebuah kematian?

Aji menangis hebat. Airmatanya jatuh terurai seumpama hujan yang melebat ditengah malam. Tapi bahkan suara tangisnya sendiri pun ia tak bisa mendengar. Ratusan kali dia panggil Mama dan Papa, hanya untuk mengatakan betapa takutnya ia dalam kegelapan itu.

Lagi-lagi tidak ada suara. Tapi Aji ingat betul, ia merasakan dekapan erat Mama malam itu. Juga genggaman tangan Bang Erwin yang seolah-olah berkata tanpa suara, "Abang nggak akan pernah kemana-mana."

Aji tahu ia belum mati. Mama dan Papa, Bang Erwin, Mbah Kakung dan Eyang Uti ada bersamanya. Memanggil-manggil namanya berulang kali. Tapi nyatanya, tak ada satu suara pun yang sampai pada rungunya.

Sejak malam itu, segalanya seperti neraka. Aji tidak bisa melihat lagi. Ia juga tidak bisa mendengar suara apapun yang ada disekitarnya. Umur 7 tahunnya dimulai dengan sebuah sepi dalam kegelapan. Seolah-olah takdir mengajaknya untuk bermain bersama keputus asaan.

Tidak ada diagnosa penyakit. Tidak ada luka dalam maupun luka luar yang dihasilkan dari sambaran petir itu. Belasan dokter yang menanganinya sampai dibuat tak habis pikir. Lalu menyerah karena memang tidak ada yang salah dengan anak 7 tahun itu. Telinganya dalam keadaan baik. Matanya juga tidak ada masalah sama sekali. Jadi, bagaimana mungkin?

Segala macam makanan rasanya tak lagi sama. Yang bisa Aji nikmati saat itu hanya wangi basah pepohonam dari luar kamarnya. Bang Erwin akan tetap datang sepulang sekolah. Menggenggam tangannya meski Aji tidak pernah tahu tentang apa yang dikatakannya.

Satu bulan.

Dua bulan.

Tiga bulan.

Aji bahkan tidak begitu ingat apa perbedaan saat ia membuka dan menutup mata. Yang ia lihat tetaplah kegelapan tak bertepi. Sunyi yang tiada henti.

Hingga dibulan keempatnya mengalami tuli dan kebutaan. Aji terbangun disuatu pagi oleh suara panci yang jatuh entah dari mana. Kemudian ia membuka mata perlahan-lahan, hanya untuk menemukan sebias cahaya merasuk dalam sepasang matanya.

Aji berteriak kencang memanggil Mama. Menangis kencang seperti pertama kali ia melihat kegelapan. Bedanya, kali ini ia terlalu takjub pada keadaan kamarnya. Benar, itu kamarnya. Ia bisa melihat bagaimana gorden hijau muda dikamarnya bergoyang diterpa angin. Ia melihat mainan mobil-mobilan milik Bang Erwin diatas meja belajarnya. Ia melihat dunia lagi setelah sekian lama.

"MAMAAA!!! PAPAAA!! MAMAAA!!"

Kemudian pintu terbuka dan Mama muncul seperti seorang ibu peri dalam buku dongeng. Tidak ada sayap kecil dipundaknya. Tapi tubuh Mama dipenuhi blink-blink indah berwarna merah muda, merah terang dan jingga. Sementara dibelakangnya, Papa muncul dengan blink-blink serupa, warna merah, merah muda dan hijau. Seakan-akan keduanya punya kekuatan ajaib yang menakjubkan.

"Kenapa, Nak? Mama disini.. Mama disini, Sayang."

Dan itulah pertama kali Aji melihat hal-hal yang sulit untuk ia jelaskan. Ia melihat bagaimana Mama menangis dalam pelukan Papa. Ia melihat Mama yang setiap malam tidur menemaninya. Ia melihat Mama menyiram bunga dengan sorot mata sedih.

"Ma.."

"Aji kenapa?"

"Mama... takut. Ini apa?"

Mama tidak mengerti. Tapi yang jelas, Mama memeluknya dalam sebuah dekapan erat. Menenangkannya yang masih menangis hebat.

○○○●●●》♤♤♤《●●●○○○

"HAPPY BIRTHDAY, NERDY!! YEAAAY!!"

Colors in The Sky✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang