Setelah lama berdiam diri, Aji bergerak memindahkan vas bunga di tengah meja ke sebelah sofa yang ia duduki.
"Ngapain lu?" Cendana menyelidik, diikuti tatapan serupa dari Aruna, Jeno dan Ecan.
"Menyelamatkan kepala Raja." katanya, kemudian merapikan jasnya dan kembali bersandar di punggung sofa. Membuat keempat temannya itu geleng-geleng kepala.
Lagu The Overtunes terdengar romantis mengudara disetiap penjuru cafe yang ramai. Jam setengah 3 sore, ketika Raja menghubungi mereka satu per satu secara mendadak untuk berkumpul ditempat ini. Tapi nyaris satu jam lamanya, laki-laki itu tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Jeno bahkan sampai jengah. "Itu anak nyuruh kita kesini buat ngapain sih? Habis ini gue mau jemput Natta sama Khansa di rumah Mama. Lima menit lagi nggak muncul, gue balik!"
"Sebar undangan lah. Apa lagi?" Aruna tergelak, yang detik itu juga langsung dihadiahi tawa oleh Aji.
"Beneran mau kawin?"
"Nikah, Jeno!! Ya ampuun. Udah bapak-bapak masih aja nggak tahu bedanya." Ecan melotot, sementara yang lainnya hanya menyaksikan wajah merah Jeno-- yang kelihatan tidak begitu suka disebut bapak-bapak.
"Si Raja tuh kawin udah, nikahnya aja yang belum." kata Aji. Tepat saat orang yang dibicarakan muncul di depan pintu. Membawa pouch hitam dengan kacamata berwarna serupa.
Laki-laki itu langsung tersenyum lebar begitu menemukan Aji yang balik menatapnya.
"Tuh.. tuh.. gue yakin itu pouch isinya undangan." kata Aji setelah menyedot minumannya.
Saat orang-orang di meja itu menoleh, ternyata benar. Mereka seolah-olah mempunyai keinginan yang sama untuk melempari kepala Raja dengan vas bunga. Tampangnya tidak kurang dan tidak lebih mirip seperti Om-Om billion fucking dollars yang tidak masalah diajak check in di suit room hotel bintang lima.
"Halo, Sahabat!" laki-laki itu menyapa dengan nada ceria. Duduk diantara Aji dan Cendana setelah melepas kacamatanya dengan gerak yang menyebalkan.
Songong abis.
Detik itu juga Ecan beranjak. Mengepalkan tangan tinggi-tinggi dengan harapan, tinjunya bisa mendarat sempurna dipipi Raja. Tapi disebelahnya, Jeno menyentuh pundaknya dan menggeleng. "Tidak hari ini, Can. Kita hancurkan dia dihari berikutnya."
Yang lain tergelak, sementara Ecan terpaksa meredam kekesalannya meskipun Raja terlihat semakin menyebalkan dengan ekspresi Om-Om itu.
Dan benar saja. Beberapa detik setelahnya, Raja mengulurkan amplop putih satu per satu kepada mereka. Sebuah undangan bertulis namanya dan Davina terlipat rapi didalamnya. Berikut tanggal dan lokasi pernikahan.
Cendana melotot. Ecan juga, tapi Jeno jelas lebih parah. Sementara Aruna langsung membanting undangan itu diatas meja dengan gerak frustasi. Berbeda dengan yang lainnya, Aji hanya menanggapinya dengan senyum terang. Seolah-olah ia sudah menduga sejak awal kalau Raja akan berakhir dipelaminan bersama gadis berambut merah muda itu.
"Ini serius?!" Jeno berteriak. Sekali lagi ia membaca nama yang tertera disana, Attala Rajasa dan Davina.
"Tampang gue ini masih kurang serius?"
"Masalahnya tampang lo sekarang tuh kayak Om-Om yang suka pamer titit di depan sekolah!" Ecan memekik. Kemudian melempar undangan yang dipegangnya serupa dengan yang dilakukan oleh Aruna.
Sementara Raja, laki-laki itu mencebik. "Sialan! Gue serius, Bangsat! Gue nggak mau tahu, kalian kudu jadi groomsmen." katanya, kemudian menyedot salah satu es kopi yang ada disana- entah milik siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors in The Sky✔
Fantasia[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 3 Coloring is a matter of being sure or not sure. While drawing is a matter of can or cannot. And im sure to coloring your life, to drawing your dream plan. ©tenderlova2020, Colors in The Sky