3# PaleTurquoise

32.5K 6.6K 2.5K
                                    

George Marshall pernah berkata seperti ini: "Hidup itu tidak hitam putih. Dan orang-orang sering luput memperhatikan area abu-abu yang ada diantara keduanya."

Aji pernah bilang kan, bahwa warna selalu punya cara untuk berbicara. Orang-orang sering berpikir bahwa abu-abu adalah ketidak jelasan antara hitam atau putih. Ya, tidak seratus persen salah juga. Setiap orang bebas mengartikan sesuatu menurut cara pandang dan pola pikir mereka. Tapi kalau seseorang bertanya pada Aji makna dibalik abu-abu, makan dia akan menjawab;

"Abu-abu itu takdir. Saat hitam dan putih bertemu, abu-abu ada di sana. Di antara dua warna itu. Kalau hitam dan putih identik dengan suatu yang kontras, maka abu-abu bisa jadi alasan untuk keduanya bertemu."

Abu-abu bisa jadi serius, stabil, mandiri dan tanggung jawab. Bagi Aji, warna abu-abu punya tanggung jawab mempertemukan hitam dan putih. Dan disaat-saat seperti ini, jika di tanya dia ingin menjadi warna apa, Aji akan berkata: dia akan menjadi warna putih.

"I catch you!"

Lima detik setelah mengatakan itu, Aji berharap dia tidak baru saja salah mengenali seseorang. Aji melihat keterkejutan yang kentara di mata almond warna coklat gadis itu. Tapi bahkan setelah Aji membantunya berdiri tegak, gadis itu tidak bereaksi apa-apa. Tampangnya jutek dan terlalu datar-datar saja untuk ukuran orang yang pernah bertemu sebelumnya.

"Wah, dunia sempit banget ya ternyata."

Di dalam kepalanya Aji sudah berniat menyeret bocah tengik di hadapannya itu ke ruang kepala sekolah dan menyelesaikan urusan kemarin sore. Tapi belum sempat Aji buka suara, gadis itu mundur beberapa langkah lalu membungkuk.

"Sorry, gue nggak sengaja."

"Eeeeh, mau kemana lo. Nggak bisa! Lo balikin dulu duit sama hape gue. Atau nggak, gue lapor polisi nih sekarang."

"Please!" Gadis itu menyeretnya sedikit menjauh dari keramaian, "Jangan telpon polisi. Gue pasti balikin, tapi nggak sekarang."

Aji tertawa, benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Lalu saat ia melihat backpack yang dipakai gadis itu, satu sisi kepalanya malah berdenyut bukan main.

"Saint Laurent?" Aji tersenyum miring.

"Apa?"

"Tas lo! Lo pake tas branded, jam tangan branded, sekolah di tempat elite kayak gini tapi lo---" Aji mengikis jarak. Tidak memberikan perempuan itu kesempatan lolos untuk kedua kalinya.

"Nyopet?" Aji berbisik, nyaris membuat gadis di depannya mati kehabisan oksigen.

"Gue punya alasan."

"Dan gue nggak membenarkan apapun alasan lo itu. Sekarang, ikut gue!" Saat Aji menyeret perempuan berseragam itu menuju ruang kepala sekolah, dia pikir itu satu-satunya jalan yang bijak.

Kalau generasi mudanya seperti ini, mau dibawa kemana nasib Indonesia nanti? Nah, saatnya berada di mode diplomasi. Lagi pula, Bang Erwin ratusan kali berkata, "Kita harus jadi generasi pelurus bangsa yang baik, Ji. Teruskan yang benar, luruskan yang salah."

Aji akan meluruskan apa yang seharusnya ia luruskan.

"Please, nggak sekarang." Gadis itu jelas memberontak. Dia bahkan tidak diberi kesempatan untuk bicara.

"Nggak, nggak ada! Bocah kayak lo udah berani berbuat kriminal, mau jadi apa entar pas gede?"

Dugh!

"Arrghh!"

Tiga kali. Belum genap satu minggu, ini adalah ketiga kalinya Aji mendapat serangan tak terduga di tempat yang sama dan oleh pelaku yang sama. Sialnya, dia harusnya tidak kalah dengan bocah 17 tahun. Tapi kenyataan membuatnya limbung dengan sangat memalukan. Harga diri Setiaji anjlok 50 persen.

Colors in The Sky✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang