Pukul 12 malam, ketika Nedia menatap cahaya lampu yang terpantul di permukaan kolam renang. Entah bagaimana, pertengkarannya dengan Mama sore tadi lenyap begitu saja dari kepala. Nedia hanya teringat tentang satu hal.
"I'll show you the way where you will find all of it. Something that you actually have, but you think you don't have it."
Dan kata-kata itu justru mengingatkannya berkali-kali lipat pada Setiaji. Mulanya, Nedia tidak tertarik sama sekali. Hidupnya sudah terlalu rumit dan dia tidak ingin peduli tentang orang lain. Tapi laki-laki itu membuat Nedia merasa sangat dihargai dalam beberapa waktu.
Seperti, tiba-tiba saja mengijinkannya untuk tetap menghadiri kelas, menyebut namanya dengan cara yang benar, memberinya obat merah, meminjamkan jas untuknya, mengantarnya pulang, mengucapkan selamat ulang tahun disaat tidak ada satu pun orang yang mengingatnya dengan cara yang layak, mengajaknya makan malam ditempat yang menyenangkan dan berkata,
"I'll show you the way where you will find all of it. Something that you actually have, but you think you don't have it."
Kata-kata itu seolah-olah tidak menemukan jalan keluar dari kepalanya. Terus berputar-putar seperti terjebak pada labirin waktu yang membingungkan.
Detik berikutnya, ponsel dalam saku jaketnya bergetar. Menampilkan pop up pesan singkat dari seseorang bernama Demian.
Selamat ulang tahun, Ned. katanya. Tapi Nedia memutuskan untuk tetap mengabaikannya. Seperti biasa.
Ngomong-ngomong, Mama masih tidak ingat tentang ulang tahunnya. Waktu Nedia pulang, wanita itu hanya menodongnya dengan serangkaian pertanyaan yang menyebalkan. Nedia enggan menanggapinya. Jadi ia memutuskan untuk berlalu tanpa suara hingga membuat kemarahan Mama semakin tersulut.
Nedia tidak peduli. Yang ia pedulikan mungkin hanya satu hal konyol, bagaimana caranya agar ia cepat dewasa dan pergi dari rumah ini?
Nedia menghembuskan napas panjang. Merebahkan tubuhnya di kursi malas dengan angan-angan; bisakah dia mati detik itu juga?
Di langit, cahaya bulan sabit awal kelihatan terang. Tanpa bintang-bintang, ia sendirian menginvansi malam. Tapi entah bagaimana, cahaya bulan yang tidak utuh itu seperti cukup untuk menerangi bumi. Nedia tersenyum tipis, bentuk bulan itu seperti bentuk mata Setiaji saat tersenyum.
"Belum tidur?" Nedia menoleh, lalu ia menemukan Serena berjalan mendekatinya. Sembari mengeratkan jubah tidurnya dan menghirup udara dalam-dalam.
"Belum ngantuk." katanya.
"Ned.."
"Hmm?"
"Selamat ulang tahun."
Nedia menoleh untuk kedua kalinya, ia sempat terpaku selama beberapa saat ketika Serena mengulurkan sebuah kotak beludru warna biru.
"Buat kamu."
"Ini apa?" Serena tidak mengatakan apa-apa. Perempuan itu lantas merebahkan dirinya pada kursi malas di seberang meja. Lalu memejamkan mata, menikmati semilir angin malam yang menabrak wajahnya.
"Kalung?"
"Kamu pernah bilang kalau kamu suka kalung itu."
"Suka sih, tapi nggak kepingin beli juga. Tapi makasih banyak."
"Sama-sama."
Setelah itu, keduanya tidak bersuara sama sekali. Bermenit-menit lamanya, mereka hanya membiarkan suara jangkrik terdengar lebih jelas dari deru napas mereka sendiri. Angin masih berhembus kencang, membawa aroma musim kemarau yang mungkin akan datang sebentar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors in The Sky✔
Fantasy[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 3 Coloring is a matter of being sure or not sure. While drawing is a matter of can or cannot. And im sure to coloring your life, to drawing your dream plan. ©tenderlova2020, Colors in The Sky