"Anaknya ganteng kan?"
Nedia mendengar Mama bertanya demikian pada Serena ketika ia menuruni tangga. Keduanya duduk berhadapan di meja makan, menikmati beberapa potong kue lapis legit bersama-sama. Nedia sempat mencibirnya diam-diam, romantis sekali.
"Ganteng kan relatif, Ma."
"Terus dia gimana sama kamu?"
"Satria baik kok orangnya. Sopan juga. Cara dia ngomong sama Serena juga asik."
Nedia mencuri dengar saat ia membuka pintu lemari pendingin. Mengambil sebotol air dingin dan menenggaknya tanpa basa-basi.
"Iya kan? Nggak salah dong kalau Mama kenalin kamu sama dia. Nedia! Kalau minum itu sambil duduk!"
"Kelamaan." Nedia menjawab sekenanya. Membuat Serena terkikik. Perempuan itu selalu suka ketika Nedia bicara blak-blakan seperti sekarang ini.
"Udah malam, mau kemana kamu?"
"Baru juga jam 8. Aku mau lari, keliling komplek aja kok." meski dalam hati Nedia berkata lain, tapi nggak tahu juga kalau entar belok ke angkringan.
"Kamu tuh bisa nggak sih sebentar aja diam di rumah? Kelayapan terus."
Nggak betah kalau ada Mama. "Olahraga tuh biar sehat, Ma."
"Kan bisa ikut kakak kamu ke gym."
"Boleh tuh, Ned. Gimana, mau?"
Nedia melirik Serena untuk beberapa saat. "Nggak ah, deket-deket Kak Serena bikin aku insecure." dan berakhir tertawa sumbang. Sebelum akhirnya ia menepuk pundak Serena dan berlalu dari sana.
Mama dan Serena bersuara lagi, tapi Nedia tidak begitu mendengarnya. Ia buru-buru berlari meninggalkan rumah sebelum suara keduanya semakin berisik.
Kadang Nedia bertanya-tanya, apa yang kurang dari seorang Serena. Tapi sampai hari ini, Nedia tidak tahu. Serena jelas lebih cantik daripada dirinya. Serena serba bisa, tidak seperti dirinya. Cara berpikir Serena sungguh luar biasa dan tentu saja tidak seperti cara berpikirnya. Nedia selalu menemukan dirinya tidak ada apa-apanya dengan Serena.
Sepanjang jalan ia berlari, Nedia kembali mengingat-ingat hari dimana ia memulai hidup di bawah atap yang sama dengan Serena. Demi alasan keadilan, Mama kerap kali membelikan mereka barang-barang yang sama. Sepatu yang sama. Tas yang sama. Baju tidur yang sama- yang berakhir tidak pernah Nedia pakai.
Pernah suatu kali ketika ia dan Mama bertengkar hebat hanya karena Nedia menolak mengikuti kelas tata boga di hari minggu. Serena dengan anggun mengetuk pintu kamarnya, mengajaknya bicara mengenai beberapa hal.
"Kamu nggak harus mengikuti kemauan Mama kalau kamu nggak mau. Standar kecantikan orang itu beda-beda. Jago dandan, jago masak, itu bukan sebuah keharusan. Tapi Mama minta kamu buat sedikit dandan, buat belajar masak, itu juga buat kebutuhan kamu sendiri. Niat Mama itu baik kok, cuma kamu nggak begitu tertarik aja sama hal-hal yang kayak gitu. Makanya kamu beranggapan kalau cara Mama yang seolah-olah menuntut kamu itu salah."
"Aku bukan Kak Serena yang bisa segalanya!"
"Kakak tahu, Kakak juga nggak mau memaksa kamu kalau emang kamu nggak mau. Tapi coba pikirin deh, manusia tuh nggak ada yang tahu soal masa depan. Nggak selamanya kamu bisa mengandalkan orang lain. Nggak perlu ikut kelas tata boga deh, belajar bikin mi rebus sama telur ceplok sama Kakak aja mau nggak?"
Nedia berhasil membuat mi rebus dan telur ceplok pertamanya berkat Serena. Perempuan itu benar. Adalakanya semuanya akan kembali demi diri kita sendiri. Dia harus pintar untuk dirinya sendiri. Dia harus pandai merawat diri untuk dirinya sendiri. Dan dia harus bisa membuat makanan meskipun yangpaling sederhana untuk dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors in The Sky✔
Fantasy[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 3 Coloring is a matter of being sure or not sure. While drawing is a matter of can or cannot. And im sure to coloring your life, to drawing your dream plan. ©tenderlova2020, Colors in The Sky