Nedia sudah ada di rumah tepat beberapa menit sebelum mama datang. Beruntung, mama sudah mendapatinya bergelung di balik selimut saat membuka pintu. Mulanya, Nedia pikir mama akan langsung pergi setelah melihatnya tertidur pulas. Tapi alih-alih suara pintu yang kembali ditutup, Nedia justru mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Tak lama setelahnya, ia bahkan merasakan bagian tepi kasurnya bergerak.
Dalam bayang-bayang itu, Nedia enggan membuka mata. Ia hanya perlu merasakan bagaimana telapak tangan mama mengusap rambut dan pipinya. Mama tidak mengatakan apa-apa, hanya duduk di sana untuk beberapa lama.
Dulu, setiap kali Nedia sakit. Mama akan selalu duduk di sebelahnya hingga larut malam. Memastikan bahwa dalam rasa sakit di tubuhnya, Nedia masih mampu tertidur dengan nyenyak. Biasanya akan ada lagu Twinkle Twinkle Little Star yang menenangkan dan sebuah mimpi indah. Tapi malam ini, mama tetap duduk di sana meski tanpa lagu penghantar tidur.
Meski tidak ada suara merdu mama, Nedia berharap mimpi indah itu masih ada di sana.
"Cepat sembuh anak mama."
Setelah mengatakan itu, mama menarik selimut Nedia. Tidak ada kecupan hangat atau adegan manis antara ibu dan anak. Mama berlalu tanpa suara. Tidak ada kata maaf. Tidak ada ucapan selamat malam dan semoga mimpi indah. Hanya pergi begitu saja.
Cepat sembuh, katanya.
Dalam pejamnya mata itu, Nedia menangis tanpa suara. Ini bukan harapan, melainkan doa sederhana yang tulus ia katakan pada Tuhan...
"Kalau Tuhan tidak bisa mengembalikan ayah ke sini, tolong kembalikan saja mamaku. Kembalikan mamaku yang dulu, Tuhan..."
Mendekati pagi, Nedia justru terjaga untuk meratapi nasib. Ia menangis kencang tanpa suara. Terseguk sampai ingin muntah. Kepalanya pusing, tapi tangisnya enggan dikendalikan. Jadi ia biarkan saja bantalnya basah. Sampai ia tidak ingat lagi, jam berapa ia mulai tertidur dengan sebuah mimpi yang indah.
Mimpi dimana ia kembali berusia 7 tahun. Di sana, dia bahagia. Di sana, dia tidak tahu apa itu luka.
○○○●●●》♡♡♡《●●●○○○
Aji nyaris tidak percaya jika yang didapatkan Noren hanyalah video pengakuan serta permintaan maaf di akun media sosialnya. Bahkan hari ini, Aji masih menemukan gadis itu dan dua orang temannya melenggang sambil mengunyah permen karet. Tidak adanya sanksi tegas yang diberikan sekolah membuat Setiaji ingin tertawa terbahak-bahak.Pagi-pagi sekali dia bahkan sudah duduk di depan laptopnya. Duduk terpekur sambil berpikir tentang apa yang bisa dia lakukan. Tapi alih-alih jawaban dari pertanyaannya, dia justru menemukan glatser berwatna merah jambu berterbangan di sekelilingnya.
Laki-laki itu terperanjat. Apalagi saat ia menemukan Nedia berjalan ke arah mejanya. Aji pikir, warna itu hanya muncul saat Nedia memakai pakaian berwarna cerah. Tapi hari ini, saat gadis itu kembali mengenakan hoodie hitamnya, warna indah itu muncul lagi.
"Pak?"
"Hah?"
Nedia tersenyum tipis. Paper bag warna hitam yang semula ditentengnya kini ia letakkan di atas meja. Saat Aji berdiri, saat itulah ia tahu bahwa yang ada dalam paper bag tersebut adalah jas hitam miliknya. Jas yang pernah ia pinjamkan dipertemuan keduanya dengan gadis itu.
"Maaf baru sempat saya kembalikan. Sudah saya cuci bersih kok, Pak. Dua kali malah."
Aji tidak mengatakan apa-apa. Laki-laki itu hanya memandangi jasnya cukup lama. Biasanya, dia tidak suka barang-barang dibawa orang lain. Bahkan saat Raja membawa topinya sampai berminggu-minggu tidak dikembalikan, dia akan gelisah. Lalu mengamuk pada laki-laki itu agar topinya segera dikembalikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors in The Sky✔
Fantasía[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 3 Coloring is a matter of being sure or not sure. While drawing is a matter of can or cannot. And im sure to coloring your life, to drawing your dream plan. ©tenderlova2020, Colors in The Sky