Lama Nedia duduk di sana tanpa melakukan apa-apa. Ia pandangi gaun pendek warna salem yang menggantung di depan lemari sampai ia lelah dengan sendirinya. Kemudian ia merebahkan dirinya di kasur, menikmati bagaimana rasa sakit itu menggerogoti sekujur tubuhnya sedikit demi sedikit. Hatinya yang terasa lebih sakit dibanding bagian lain.
Belum usai kekesalannya karena Noren yang hanya mendapat sanksi berupa ucapan permintaan maaf di media sosialnya, Mama tahu-tahu datang dan memberinya sebuah gaun pertemuan.
"Nanti kita makan malam di luar, ada keluarga temannya Mama. Jadi kamu harus ikut." katanya.
Tidak ada kata maaf atau wejangan lembut khas orangtua. Mama kembali meninggalkannya tanpa mengatakan sebaris kata-kata menenangkan. Nedia kembali mendapati dirinya ditenggelamkan oleh keputus asaan.
Terlalu lama berdiam diri, gadis itu akhirnya beranjak. Ditempelkannya gaun itu pada tubuhnya yang lelah. Hingga pintu di buka dari luar, menampakan Mbak Ratih yang datang dengan setumpuk baju yang sudah dilipat rapi.
"Cantik nggak, Mbak?"
Mbak Ratih jelas mengacungkan dua jempol. "Kalau Non Nedi yang pakai mah, meni geulis pisan."
"Mbak Ratih nggak mau gantiin aku aja? Nanti Mbak Ratih ikut Mama ke restoran mewah, biar aku aja yang beres-beres rumah." guraunya. Tapi kalau Mbak Ratih betulan mengiyakan, Nedia bahkan tidak akan berpikir dua kali untuk menyerahkan gaun itu untuk dipakai Mbak Ratih.
"Ulah kitu atuh, Non. Mbak Ratih teh sebenernya kasihan lihat Non Nedi dimarahin terus sama Ibu. Padahal Non Nedi nggak ngapa-ngapain."
Nedia tertawa sengau. Bahkan sekarang ada orang lain yang mulai iba dengan kondisinya.
"Mbak Ratih dengar dari Mang Ali, katanya teh Ibu mau jodohin Non Serena sama anak temannya Ibu. Ih, kasep pisan calonnya, Non."
Nedia menoleh, hanya untuk tertawa pedih sebelum akhirnya ia meraih hairdryer dan mengeringkan rambut panjangnya.
"Serena yang mau dijodohin kok aku yang ikutan ribet." sarkasnya.
Mbak Ratih memutuskan untuk tidak berkata banyak. Percuma saja, pikirnya. Keluarga ini sudah kacau balau. Tidak ada yang bisa memperbaiki kecuali diri mereka sendiri. Maka tidak lama setelahnya, Mbak Ratih pamit untuk kembali ke bawah.
Sementara Nedia, ia terpaksa kembali berperang dengan dirinya sendiri. Apa yang harus dia lakukan supaya Mama tahu bahwa ia butuh didengarkan setidaknya sekali saja. Tapi lagi-lagi itu hanya berakhir menjadi perseteruan antara Nedia dengan bayangan dirinya sendiri. Seolah-olah ketakutan dan kekhawatirannya tidak memiliki jalan keluar sama sekali.
Karena tidak punya banyak pilihan, akhirnya ia bersiap. Hampir setengah 8, setidaknya dia butuh 20 menit untuk tampil lebih manusiawi daripada biasanya.
Ini adalah kali pertama baginya mengenakan pakaian berwarna cerah setelah sekian lama bergelung dalam segala hal yang berbau gelap: pakaian-pakaian berwarna gelap dan hari-hari dengan warna yang serupa.
Tapi hari ini, gaun warna salem ini akan membalutnya dengan serangkaian energi baru. Meskipun energi warna ini tidak sekuat energi warna merah, namun tetap saja ini adalah sebuah energi. Ada sebuah ketenangan saat Nedia mengamati gaun itu lebih lekat dari sebelumnya. Hingga akhirnya gaun itu berakhir pas di tubuhnya.
Sembari mengamati pantulan tubuhnya di cermin, Nedia tersenyum terang. Entah mengapa ia terbayang-bayang Aji berdiri di sebelahnya saat ia mengenakan pakaian berwarna cerah ini. Maka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Nedia bergegas membuka lemari. Mengambil jas warna hitam milik laki-laki itu dan menggantungnya di depan lemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors in The Sky✔
Fantasy[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 3 Coloring is a matter of being sure or not sure. While drawing is a matter of can or cannot. And im sure to coloring your life, to drawing your dream plan. ©tenderlova2020, Colors in The Sky