Note: bacanya pelan-pelan, pahami dengan baik. Here we go😏
"Seperti bagaimana senja, aku berharap aku bisa terus melihat dia. Meski hanya sekejap dan identik dengan sebuah pelepasan, melihatnya selalu cukup seperti itu. Alih-alih selamat tinggal, aku akan mengucapkan sampai jumpa.
Seperti saat menyaksikan senja, aku hanya akan mencintainya sesederhana itu. Aku tidak berharap bisa memilikinya atau membawanya pulang ke rumahku, aku hanya ingin melihat dia. Seperti halnya aku melihat senja..."
Sesaat setelah menutup buku yang dibacanya, Ecan menghela napas panjang. Kemudian laki-laki itu menyedot es lemonnya yang mulai hambar. Menatap jalanan di luar cafe yang dihiasi gerimis.
Lampu-lampu jalan dan lampu-lampu kendaraan nampak berkilau. Entah bagaimana, hal sederhana itu lebih banyak menyedot perhatiannya ketimbang lagu sedih yang terdengar malam itu.
"Kenapa Ed harus nikah sama Danisah padahal jelas-jelas dia cintanya sama Sarah?" laki-laki itu menoleh pada Cendana di sebelah kanannya yang sibuk memainkan nintendo switch.
"Justru karena Ed secinta itu sama Sarah. Dia rela nikah sama Danisah supaya Sarah aman."
Ecan mengangguk, agaknya ia mulai mengerti. Lalu detik berikutnya, ia melihat ke luar cafe lagi. "Kayaknya sih gitu. Dia mengorbankan kebahagiaan dia sendiri buat Sarah."
"Tapi..." Cendana mendongak. Ditatapnya Ecan yang saat itu sama-sama menoleh. "Ed goblok. Ada cara lain sebenernya."
"Apa?"
"Menghancurkan Danisah." katanya, praktis membuat Ecan bungkam. "Kalau Danisah bisa membahayakan Sarah, harusnya Ed menyingkirkan Danisah. Bukannya malah nikah sama si nenek sihir dan ninggalin Sarah sendirian di Texas."
"Bener juga! Kenapa Ed nggak menyingkirkan Danisah aja ya?"
"Soalnya Danisah lebih terluka dibanding Sarah."
Kedua laki-laki itu menoleh saat Aji tiba-tiba bersuara setelah berjam-jam lamanya berdiam diri. Sejak pemuda itu datang, wajahnya nampak murung. Ia lebih banyak diam ketimbang biasanya.
Bahkan ia membiarkan Ecan membaca 6 bab bukunya dengan suara lantang- yang biasanya akan dia caci-maki karena berisik. Malam ini, laki-laki itu seperti terjebak dalam lamunannya sendiri.
"Menurut kalian, kenapa Danisah selalu bilang kalau dia mau bunuh Sarah?" Aji bertanya.
"Karena dia jahatlah! Apa lagi?" jawab Ecan. Tapi agaknya Cendana kurang setuju, sebab cowok itu langsung menggeleng sok dramatis.
"Karena cinta dia sama Ed udah membutakan segalanya." kata laki-laki berjaket hitam itu.
"Salah. Danisah dari awal nggak pernah sejahat itu. Justru dia baik sama Sarah. Tapi dia selalu bilang sama semua orang kalau dia bisa bunuh Sarah kapan aja dia mau. Padahal, dia nggak pernah seberani itu. Dia selalu bilang bisa bunuh Sarah dan berlagak seperti orang jahat semata-mata karena dia mau melindungi dirinya sendiri. Supaya orang-orang menganggap kalau dia nggak terkalahkan, kalau dia sekuat itu untuk dihancurkan. Alasan Ed nikah sama Danisah bukan karena dia mau menyelamatkan Sarah dari Danisah."
"Terus?" Cendana dan Ecan bertanya serempak.
"Seperti yang dibilang Cendana, Ed mau menghancurkan Danisah."
"Tapi lo bilang Danisah lebih terluka daripada Sarah." Ecan menukas dengan cepat.
"Dan seperti yang lo bilang, luka itu bikin dia jadi jahat."
"Gue nggak ngerti."
"Ending buku itu, Danisah diceritakan bunuh diri di bungalow tempat dia dan Ed tinggal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Colors in The Sky✔
Fantasy[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 3 Coloring is a matter of being sure or not sure. While drawing is a matter of can or cannot. And im sure to coloring your life, to drawing your dream plan. ©tenderlova2020, Colors in The Sky