5

313 62 7
                                    

"Senja, kamu dimana? Yudha bilang kamu gak ada di kos?"

"Bunda sama Ayah kenapasih? Kan Senja sudah bilang gamau sama Yudha." Respon Senja tanpa menjawab pertanyaan Bunda nya.

"Turuti saja apa kata Ayah."

"Senja gamau."

"Cepat pulang, Yudha sudah nunggu lama. Kalau sudah libur akhir pekan, pulang ke rumah ya, sayang."

"Iya. Bunda sama Ayah sehat sehat terus ya." Sambungan terputus. Juanda melirik Senja sekilas. Raut wajahnya terlihat kesal. Berulang kali dia menghembuskan nafasnya kasar.

"Emang yang di kos lo siapa?"

"Anak temen Ayah. Gue mau dijodohin. Sumpah gue gangerti lagi. Sekarang tuh jaman apaan coba gue tanya."

"Coba ditolak baik baik kalau emang lo gamau." Juanda menyarankan. Asal saja sebetulnya.

"Udah. Gue sampe cape ngomongnya."

Juanda melajukan motornya, mengantar Senja pulang. Sepanjang perjalanan Juanda mendengar Senja terisak kecil, sangat kecil hingga Juanda hampir tidak mendengar.

Senja itu tipe seseorang yang akan menangis jika tidak bisa melampiaskan kekesalannya. Emosinya membumbung tinggi. Jika boleh dia ingin meninju siapa saja yang dia temui. Tapi itu tidak mungkin.

"Nja, lo oke?" Tanya Juanda. Jujur Juanda sedikit khawatir saat ini.

"Udah nyetir aja." Sahut Senja lirih, tapi masih bisa ditangkap pendengaran Juanda.

Mereka berdua sudah sampai didepan kos Senja. Ternyata Yudha sudah ada di teras depan sambil memainkan ponselnya. Juanda ikut turun tapi ia hanya menunggu disamping motornya. Memantau Senja dari kejauhan.

"Hapus dulu air matanya." Bisik Juanda.

"Ih." Tangannya bergerak mengusap air matanya dengan kasar.

Yudha berdiri, menyambut kedatangan Senja dengan senyum tipis.

"Senja. Gue mau ngomong." Ucap Yudha telak, tanpa basa basi.

"Ngomong aja."

"Emang bener gue kesini karena disuruh orang tua kita. Tapi gue bukan mau ngebujuk lo atau semacamnya. Gue nolak dijodohin. Gue kesini karena itu. Sebernya gue udah punya cewe belum lama ini." Ujar Yudha.

"Bagus kalau gitu. Kenapa ga bilang ke mereka?"
Ujar Senja sangat lega. Akhirnya dia tidak perlu susah payah untuk menolak adanya perjodohan ini.

"Iya nanti. Kalau butuh bantuan, gue bisa kan hubungin lo?"

"Bisa lah! Oh ya. Salam deh ke cewe lo. Langgeng ya."

Dari jauh Juanda bisa menangkap pembicaraan Senja dan Yudha. Juanda tersenyum lega, Senja terlihat lebih baik sekarang.

"Apa gue pernah ketemu sama cewe lo?" Tanya Senja, Yudha mengendikkan bahu.

"Ngga tau. Tapi namanya Julia. Kuliahnya sih sama kaya di tempat lo."

"Julia? Julia Celsa Febiola? Anak sastra inggris?! Yaelah, Yud. Dia sih sahabat gue." Tanya Senja heboh. Yudha mengangguk.

"Jadi kalian kenal?"

Senja mengangguk, "Wah bener bener. Masa jadian ga cerita ke gue." Yudha hanya tertawa.

Apa Juanda tidak salah dengar. Nama yang mereka bahas adalah Lia. Julia, mantan pacarnya dua tahun yang lalu.

Ah, Juanda ingat. Yudha itu laki laki yang disebutkan Dimas beberapa hari lalu. Dan rupanya juga Lia adalah teman baik Senja. Wow, ternyata dunia sesempit ini.

JUANDA | Jungwoo ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang