21

305 55 30
                                    

Juanda menunggu didepan ICU dengan duduk diatas kursi roda, kepalanya dibalut perban dan punggung tangannya masih tertancap jarum infus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juanda menunggu didepan ICU dengan duduk diatas kursi roda, kepalanya dibalut perban dan punggung tangannya masih tertancap jarum infus. Sudah dua hari sejak peristiwa itu tapi Senja belum juga siuman. Beberapa tulang rusuk bagian atasnya patah mengakibatkan pembuluh darah besarnya cidera cukup parah. Dikatakan akan sulit menyelamatkan kondisi Senja jika demikian. Kemarin dokter bilang kondisinya sudah mulai membaik dan hanya menunggu waktu kapan siuman. Namun, pagi ini Dokter mengatakan hal yang lain, kondisi Senja kian memburuk. Keluarga dan orang terdekat diminta untuk mengikhlaskan apapun yang terjadi kedepan.

Tubuh Juanda tidak berhenti mengeluarkan keringat dingin. Menyesali keterlambatannya untuk menyelamatkan Senja.

"Pukul 16:47, Illona Senja Davita Alice saya nyatakan meninggal." Kata dokter setelah dua hari berusaha sekuat tenaga dan mengerahkan semua peralatan yang diperlukan. Tangannya bergerak menaikkan kain putih hingga menutupi seluruh bagian tubuh Senja.

Dokter menyampaikan kabar duka kepada semua keluarga dan kerabat Senja yang hadir, tidak terkecuali Juanda.

Orang tua Senja begitu terpukul dan marah atas apa yang terjadi pada putrinya. Orang jahat macam apa yang tega menghabisi nyawa orang lain seperti ini. Sahabat-sahabat Senja juga menangis tak kalah kerasnya. Sahabat yang selama ini selalu bersama, tidak pernah mereka sangka akan begitu cepat meninggalkan mereka. Juanda menutup matanya dan menangis dalam diam, tangannya mengepal marah berharap hukuman setimpal akan diterima Mia dan Chandra saat persidangan. Yudha, Julian dan Dimas berusaha menenangkan Juanda dengan menepuk punggungnya dan mengatakan untuk mengikhlaskan kepergian Senja.

"Senja gak akan suka liat lo begini." Bisik Yudha.
Seolah tuli, Juanda pergi darisana dengan kursi rodanya. Masuk ke kamar inap dan berdiri menatap keluar jendela. Nyeri di perutnya tidak dihiraukan sama sekali.

Rasa penyesalan, marah, kecewa, dan sedih jauh lebih mendominasi dirinya sekarang ini. Tidak pernah terlintas dipikiran Juanda akan datang mimpi buruk semacam ini.

"Ju, lo nggak salah. Jangan nyalahin diri lo sendiri. Lo tau Senja ga akan suka." Ucap Dimas disebelah kursi roda Juanda. Juanda tetap diam di posisinya. Julian mendekat, "Besok jenazah bakal dimakamin, lo ikut?" Tutur Julian gamblang, Juanda menoleh dengan tatapan kosong, kata jenazah terdengar sangat menyakitkan ditelinga Juanda.

"Lo jangan gini dong, dengerin kata Dimas tadi. Lo gak salah, Ju. Udah cukup dari awal lo nyalahin diri sendiri. Maut udah ada yang ngatur, lo tau itu." Julian mengelus lengan Juanda berkali kali agar ia tenang.

Juanda membuang nafas berat kemudian menangis tersedu-sedu. Memijat kedua pelipisnya kuat, kepalanya pusing mengingat serentetan peristiwa belakangan ini. Hatinya belum siap menerima kehilangan seperti yang dialaminya saat ini.

"Gue mau tidur." Putusnya lalu berbalik badan. Menyelimuti dirinya sendiri sampai sebatas leher. Teman-temannya mengerti, "Jangan aneh-aneh, Ju." Peringat Yudha takut Juanda melakukan hal diluar akal karena emosinya.

JUANDA | Jungwoo ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang