Dengan tubuh yang masih basah, Evan melangkah keluar dari kamar mandi, dengan handuk yang terlilit menutupi pingggang sampai sebatas paha.
Mengabaikan tubuhnya yang masih setengah basah, Evan melangkah ke arah lemari pakaian miliknya membuat jejak air ditubuhnya menetas membasahi lantai.
Dibukanya lemari pakaian miliknya, kemudian mengambil kaos putih serta training yang berwarna hitam.Setelah berpakaian Evan mendudukkan dirinya di atas kasur dengan handuk yang disampirkan di bahu.
Evan menatap lurus ke arah pintu, pria itu merenung. Memikirkan kejadian yang beberapa waktu lalu di alami Nafisha.
Entah kenapa ada rasa marah yang begitu membuatnya sesak kala dirinya menatap tubuh gemetar gadis itu. Membuat Evan kalap dan hampir saja menghabisi pria itu waktu itu juga, namun suara isak tangis Nafisha yang tiba-tiba terdengar membuat Evan sadar. Bahwa ada seseorang yang harus dirinya tenangkan terlebih dahulu.
Dengan tangan terkepal kuat Evan mencoba mengendalikan emosinya, saat rasa ingin membunuh pria tadi kembali hadir.
Suara dering ponsel yang terdengar membuat Evan mengalihkan pandangan ke arah meja dimana ponselnya berada. Evan berdiri kemudian meraih ponselnya yang menyala.
Nafisha is calling
Evan menghembuskan napas, kemudian menggeser tombol hijau. Mengangkatnya.
"Assalamualaikum."
"Halo… humm--kak evan."
Evan tersenyum saat mendengar suara yang begitu terdengar merdu mengalung indah di gendang telinganya. Membuat rasa panas serta sesak yang sempat dirasakannya perlahan memudar, tergantikan dengan perasaan sesak bahagia yang dipadukan dengan getaran aneh yang timbul membuat detak jantungnya berdetak dibatas normal.
Evan berdehem kemudian menjawab “Waalaikumsalam, iya. Ada apa Sha?”
Evan mengangkat alisnya saat terdengar suara grasak-grusuk disebrang sana“Kamu baik-baik aja kan? Kamu dimana sekarang?” Tanya Evan dengan perasaan yang kini tidak karuan. Takut jika terjadi apa-apa pada gadis itu.
"Fisha baik-baik aja kok. Fisha ada di kamar," jawab Nafisha yang membuat Evan bernapas lega.
“Syukurlah. Jadi… ada apa?”
"Umm--kak Evan besok ada kelas?"
Evan mengangkat alisnya bingung “Kayaknya ada, tapi mungkin agak siangan.”
"Apa kak Evan bisa ke taman pas jam makan siang?"
“Bisa!” Evan berdehem saat sadar nada suaranya yang terdengar begitu antusias “Jadi…kita ketemu di taman pas jam makan siang kan?” Tanya Evan memastikan
"Iya kak."
Evan menjauhkan ponsel kemudian mengangkat kepalan tangan kirinya dan menariknya turun sembari menyerukan kata “Yes” berulang kali
"Kak? Kak evan masih disana kan?"
Suara Nafisha yang terdengar membuat Evan kembali mendekatkan ponselnya “Iya. Gue masih disini kok.”
"Besok kak evan gak perlu makan di kantin. Fisha bawa bekal kok, kalau gitu assalamualaikum."
Evan yang baru saja akan membalas kembali menutup mulutnya saat sambungan telah di putus sepihak oleh Nafisha.
Evan mengangkat kedua sudut bibirnya, membentuk senyum lebar yang menghiasi wajahnya. Di sugarnya rambutnya ke belakang. Menatap ponselnya dengan tatapan girang. Saat dirinya mencium bau-bau 'Jadian'.
KAMU SEDANG MEMBACA
FuckBoy Pensiun
Novela JuvenilDevano Rafly Henandra. Kemewahan dan ketampanan yang dimilikinya, membuat pria itu terbiasa dengan orang-orang disekelilingnya yang terus saja memuja serta menghormatinya. Membuatnya berpikir bahwa dirinya dengan mudah bisa mendapatkan gadis manapun...