Eric mengangkat pandangannya, kemudian tangisnya pecah begitu saja saat matanya menangkap tatapan teduh yang Juyeon berikan padanya. Lelaki mungil itu memalingkan wajahnya kembali, terlalu malu jika Juyeon akan mengatainya cengeng.
Eric terisak, sementara Juyeon masih diam dengan atensi yang terkunci pada Eric. Suasana hening menguasai, sampai dengan beraninya Juyeon menepuk-nepuk pucuk kepala Eric.
"Nangis aja, kalau udah legaan lo mau cerita atau enggak terserah," ucapnya lembut.
Bukannya mereda, Eric malah semakin memecahkan tangisannya. Melihat lelehan air mata yang semakin bertambah, Juyeon dengan cepat menarik bahu Eric dan membuat jarak antar keduanya sirna.
Juyeon sebenarnya bingung, dapat keberanian darimana ia bisa memeluk seseorang yang bahkan baru ia kenal tadi siang di kantin sekolah. Berbeda dengan Juyeon, Eric malah membalas pelukan Juyeon dengan melingkarkan tangannya pada pinggang kakak kelasnya itu.
"Kak," panggil Eric parau.
Juyeon berdeham, sambil salah satu tangannya mengelus punggung yang lebih muda.
"Ka-kaus kakak basah gak apa-apa?" tanya Eric pelan, tapi Juyeon masih dapat mendengarnya.
Lelaki Lee itu terkekeh. "No problem, asalkan lo lega."
Kemudian kembali hening, Eric tak membalas ucapan Juyeon. Lelaki mungil itu kembali menangis dengan wajahnya yang bersembunyi pada dada bidang milik Juyeon.
—
Jeno beserta Jaehyun panik, tentu saja. Jam sudah menunjukkan tengah malam tapi Eric sama sekali belum pulang, setelah tadi sempat pamit untuk ke minimarket di dekat apartemen.
Kedua adik-kakak itu tak henti-hentinya mencoba menghubungi nomor milik Eric, namun nihil. Nyatanya, ponsel lelaki mungil itu ia sengaja tinggalkan di atas nakas di kamarnya.
"Bang, Eric gimana?" tanya Jeno dengan kening mengerut.
Jaehyun mengusak rambutnya frustasi. "Nggak tahu, nggak bisa dihubungi. Apa abang susul ke minimarket aja, ya?"
"Yaudah, buruan sana!" usir Jeno sambil mendorong tubuh tegap Jaehyun keluar pintu apartemen.
Jaehyun berdecak. Tapi baru ia membuka pintu, matanya menangkap dua lelaki sudah berdiri tepat di depan pintu apartemen. Salah satu lelaki terlihat tidak baik-baik saja dengan mata memerah, sementara satunya sibuk merangkul.
"Eric!" seru Jeno, berlari melewati Jaehyun menghampiri Eric di bingkai pintu.
Eric membersit hidungnya, lalu membalas pelukan erat Jeno. Juyeon yang melihat itu diam-diam tersenyum tipis, apalagi saat ia sadari kalau Eric juga tersenyum tipis sambil meliriknya.
"Lo kemana aja?!" omel Jeno dengan kedua alis bertaut.
Eric sedikit menundukkan kepalanya. "Tadi ke minimarket, terus gue nyaris ketabrak mobil. Untung ada kak Juyeon yang mau nolong dan nganter gue pulang lagi," jawab Eric, berbohong.
Jaehyun menaikkan sebelah alisnya. "Juyeon? Lee Juyeon?"
Merasa namanya disebut, atensi Juyeon teralih. "Iya?"
"Lo Juyeon? Kok, gue ngerasa gak asing?"
Pertanyaan Jaehyun menghadiahi kerutan tipis di dahi Juyeon. Lelaki itu juga penasaran sebenarnya, pertama kali ia bertemu Eric di kantin saat siang hari tadi, ia merasa seperti tidak asing pada anak itu. Dan keyakinannya semakin diperkuat saat matanya menatap bergantian antara Jaehyun-Jeno.
"Gue gak ngerti."
—
13 Juni, 2020aneh... gak sih? serius, aku bingung kenapa chap ini malah berakhir pada saling kebingungan wkwk. oh iya, aku ada ff juric juga baru pub masih anget, mampir juga yuk hehe *promosi*
KAMU SEDANG MEMBACA
fake | juric. ✓
FanfictionDi balik topeng bahagianya, ada tangan yang siap menampar dirinya agar kembali pada kenyataan mengenai kehidupannya. warn! bxb, sensitive topic, a lil bit mature content, typo(s). Ⓒ httptbz, 2020