oke... ini sedikit berdarah meskipun gak darah-darah banget..
—
Jaehyun mengintip, melihat wajah keduanya yang sama persis. "Oh, kalian anak bunda juga, ya?!" pekiknya tiba-tiba.
Eric beserta Jeno mengangkat pandangannya, menatap penuh tanda tanya pada Jaehyun. "Kamu siapa?" tanya Eric memberanikan diri. "Kenapa ada disini?"
"Aku Jaehyun, anak bunda Cobi juga!" Jaehyun meraih masing-masing salah satu tangan mereka, menjabatnya dengan erat. "Nama kalian?"
"Aku Eric, ini Jeno."
Senyum Jaehyun terbit, ia mengayunkan kedua tangannya yang tengah menjabat tangan anak kembar itu. Ia senang akhirnya bisa memiliki teman, setidaknya sampai beberapa tahun kemudian begitu bundanya dan ayahnya mulai sering bertengkar.
Si kembar sudah terlelap sejak sore tadi, sementara Jaehyun harus terjaga karena keributan yang disebabkan oleh kedua oranh tuanya di dapur. Terdengar suara pecahan piring, membuat Jaehyun beringsut turun dari kasur dan mengendap-endap keluar kamar untuk mengintip keduanya.
Jaehyun menyesal. Ia menyesal akibat sudah mengikuti rasa penasarannya untuk mengintip orang tuanya. Karena kini didepan matanya, Jaehyun menyaksikan sendiri bagaimana Jacob meraih salah satu pecahan kaca dan menancapkannya pada mata sang ayah.
Cairan merah kental langsung terciprat, bahkan tanpa sengaja sedikit mengenai ujung jemari kaki Jaehyun. Tak sampai disitu, Jacob kembali menusukkan pecahan kaca pada pelipis pria bertubuh tambun itu. Menekannya agar masuk dan lenyap dari pandangan luar.
Kaki Jaehyun lemas, apalagi setelah Jacob menyeret tubuh tak berdaya ayahnya menuju kamar mandi. Baru pria itu tertawa kecil, sebelum matanya menangkap kehadiran orang lain.
Tanpa berkata apapun, Jacob berlari menghampiri Jaehyun yang sudah lemas. Ia dengan cepat menggores leher anak tirinya itu hingga darah mengalir deras, membuat kesadaran Jaehyun perlahan hilang.
—
Jeno terbungkam. Baru mengetahui kalau pembunuh ayah kandung Jaehyun adalah bundanya sendiri. Pantas saja waktu itu Eric mengatakan kalau bundanya dikurung, ternyata ini alasannya. Bundanya sakit, baik secara fisik maupun mental.
"Lantas..., yang ngebunuh bunda?" Jeno memberanikan diri bertanya, meski rasanya kedua belar bibirnya itu kini kelu.
Jaehyun terkekeh pelan. "Siapa lagi? Tentu aja gue. Akhirnya setelah bertahun-tahun, ayah gue tenang karena pembunuhnya sekarang udah mati." Lelaki berlesung pipi itu tertawa, lebih tepatnya terkikik geli membayangkan kembali bagaimana pada tengah malam ia menyelinap masuk ke ruangan Jacob dan menikam pria tak berdaya itu.
Emosi Jeno seketika meledak, persetan dengan dimana kini ia berada. Lelaki itu dengan cepat menepis tangan Jaehyun, membuat pisau lipat tersebut terlempar hingga ke sudut ruangan.
"Apa lo juga yang ngasih tahu alamat apartemen gue ke si brengsek itu?!" tanyanya sambil menarik tangan Jaehyun dan mengunci lengannya.
Lelaki yang lebih tua itu meringis, kemudian kembali menguarkan tawanya. "Tentu aja, iya. Bukankah sesama pacar harus saling membantu?"
Jeno terbelalak, apa katanya tadi? Pacar? Hah, yang benar saja!
Ia masih terus menekan Jaehyun sampai tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sosok Sangyeon tengah menodongkan pistol tepat ke pelipis Jaemin. Sangyeon tersenyum puas begitu melihat wajah Jeno memucat, jelas Jaemin lah kelemahan lelaki itu.
"Lepaskan Jaehyun atau kamu akan segera melihat anak manis ini pergi untuk selamanya."
—
26 Juni, 2020drama banget coy, btw kok belum pada tidur?! hayo ketahuan begadang ya kalian hmmmm
KAMU SEDANG MEMBACA
fake | juric. ✓
FanfictionDi balik topeng bahagianya, ada tangan yang siap menampar dirinya agar kembali pada kenyataan mengenai kehidupannya. warn! bxb, sensitive topic, a lil bit mature content, typo(s). Ⓒ httptbz, 2020