Berkat pekikan Eric barusan, Juyeon tersadar dan segera membangun kembali jarak. Kedua matanya mengerjap, menyadari bahwa ia baru saja membuat Eric ketakutan karena kelakuannya.
"Eric?" panggilnya begitu dilihatnya tubuh yang lebih muda bergetar. "Ric? Astaga, sorry banget. Gue gak sadar! Sumpah, Ric." Dengan panik, Juyeon mulai menarik tubuh mungil itu ke dalam dekapannya.
"Maafin gue, Ric. Gue gak maksud bikin lo ketakutan kayak gini," bisik Juyeon sambil mengelus rambut lembut Eric.
Eric sudah menangis kembali, membasahi kemeja putih yang Juyeon kenakan dan merematnya pelan. Tubuhnya tak berhenti gemetar, masih merasakan ketakutan akan Juyeon yang hendak menciumnya. Keduanya masih mempertahankan posisi masing-masing, sampai salah satu di antaranya jatuh terlelap karena terlalu lelah menitikkan air mata.
"Eric?"
Mata yang lebih tua mengerjap, menyadari bahwa Eric sudah tidur melewati tubuhnya yang bersandar pada dadanya. Hati-hati Juyeon benarkan posisi tidur Eric hingga menjadikan pahanya sebagai bantal untuk adik kelasnya itu.
Tangan besarnya masih sibuk mengelusi rambut Eric, sementara pandangannya menyayu memperhatikan wajah damai Eric saat ini. Juyeon masih penasaran bagaimana kuatnya Eric dalam menghadapi seluruh bebannya, sementara dia?
Hah, tidak bisa diharapkan. Sang ayah yang jarang pulang serta ibunya yang lebih mementingkan klien daripada anaknya saja ia sudah merasa hidupnya benar-benar tidak beruntung dan selalu berpikiran untuk segera mengakhiri hidupnya.
Tapi malam ini mindset-nya seketika berubah. Juyeon harus tetap hidup, berdiri disisi Eric supaya yang lebih muda selalu berpikir untuk terus melanjutkan hidupnya. Ia tentu tidak mau Eric mati, terlebih lagi tadi lelaki mungil itu sempat membeberkan bahwa ia pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak puluhan kali.
Ternyata Tuhan masih sayang sama Eric, begitu katanya waktu ia selesai mengakhiri cerita tentang percobaan bunuh dirinya.
Senyum tipis perlahan terbit di kurva milik Juyeon. Hatinya entah mengapa perlahan mulai menghangat saat matanya enggan barang sedetik saja lepas dari wajah si mungil. Tangannya tidak berhenti mengelus rambutnya, mencoba menyalurkan kenyamanan agar Eric terus terlelap.
Kemudian Juyeon merunduk, mendekatkan mulutnya pada telinga adik kelas itu. "Ric, gue tau lo pasti gak bakal denger ini. Cuman gue sayang sama lo, tolong terus hidup dan bahagia, ya? Gue bakalan bantuin lo, kalau semisalnya emang lo gak bisa nemuin kebahagiaan itu sendiri."
—
24 Juni, 2020garing pisan, hshshshshs.
KAMU SEDANG MEMBACA
fake | juric. ✓
FanfictionDi balik topeng bahagianya, ada tangan yang siap menampar dirinya agar kembali pada kenyataan mengenai kehidupannya. warn! bxb, sensitive topic, a lil bit mature content, typo(s). Ⓒ httptbz, 2020