Jeno tanpa sadar menaikkan suaranya, membuat Eric dengan cepat membekap mulut kembarannya itu dan menariknya menjauh dari depan minimarket begitu melihat kedua orang itu sudah menghentikan aksinya. Eric menggeret Jeno masuk ke dalam minimarket, bersembunyi di salah satu rak berisikan pembersih lantai.
"Diem, Jen!" sentak Eric, merasakan Jeno memberontak.
Benar dugaan Eric, dua orang itu menghampiri minimarket dan sempat terlihat berbicara, sebelum salah satu yang menggunakan topi masuk ke dalam minimarket. Makin paniklah Eric, apalagi ia terlihat berjalan mendekati tempat keduanya tengah bersembunyi.
Jeno cepat-cepat menarik Eric ke belakang tubuhnya, matanya memberi isyarat pada kembarannya itu untuk mundur secara teratur. Sampai pria itu sudah terlihat ujung sepatunya, ponsel miliknya berdering.
"Halo, sayang?"
Jeno maupun Eric sama-sama menahan nafasnya, mereka tahu betul suara siapa itu!
"Kenapa? Aku masih berada di kantor," jawab pria itu santai.
Eric–Jeno saling bertukar pandang, mencoba menebak siapa yang menelepon pria itu.
"Anak itu kemana lagi? Ck. Iya, iya, aku segera pulang," finalnya membuat anak kembar itu memusatkan fokus pada pria itu lagi. "Bisa-bisanya anak itu berbuat onar lagi, dasar Xiaojun sialan."
Keduanya menahan nafas, benar-benar tercekat mendengar gerutuan dari pria yang baru saja pergi keluar mininarket itu. Eric segera menoleh pada Jeno dengan ekspresi terkejut, sama halnya yang Jeno lakukan.
"Masa..."
—
Juyeon keluar dari lift yang berada di apartemen Eric. Ia memutuskan untuk mendatangi adik kelasnya itu karena sudah terlalu penasaran sekaligus khawatir dengan Eric. Langkahnya terhenti, mendapati seseorang bertudung hitam terlihat berdiri di depan pintu apartemen Eric dan Jeno.
Matanya menyipit, hendak melihat wajah orang asing tersebut. Namun nihil, wajahnya sama sekali tidak bisa Juyeon lihat ataupun kenali. Sampai seseorang menepuk pundaknya, lelaki Lee itu terlonjak.
"Kak Juyeon? Ngapain disini?"
Juyeon langsung membalikkan badannya. "Gue mau nagih utang lo!" semburnya sambil memegang salah satu bahu Eric.
"Utang? Utang apa?" Eric sedikit memiringkan kepalanya, terlihat menggemaskan sampai Juyeon rasanya tak tahan untuk menarik salah satu pipinya itu.
"Cerita alasan kenapa tangan lo bisa jadi kayak gitu."
Eric yang tadinya tersenyum tipis segera melenyapkan ekspresinya. "Oh. Harus banget sekarang, kak?"
Juyeon mengangguk. "Harus. Daripada entar-entar, kalau besok tiba-tiba lo udah mati, gimana?"
Langsung saja lengan lelaki itu dipukul oleh Eric. "Sembarangan!" serunya, kemudian menarik tangan Juyeon menuju apartemennya.
Keduanya sudah masuk, tapi Juyeon baru menyadari satu hal yang kurang. "Jeno mana, Ric?" tanyanya.
"Nginep di apart Jaemin," jawab Eric singkat, lantas lelaki itu memasuki kamarnya.
Meninggalkan Juyeon yang kikuk di ruang tamu. Ia duduk di sofa dan menaruh tas miliknya disebelah kirinya. Baru Juyeon ingin merogoh saku untuk mengambil ponsel, Eric sudah keluar dengan pakaian yang berbeda.
"Ini kayaknya bakalan panjang," ujar Eric sambil mengambil tempat disebelah Juyeon. "Kak Juyeon mau nginep aja? Soalnya udah malem dan... jam segini bus udah gak ada."
—
24 Juni, 2020gatel banget kenapa sih ini tangan hshshs
KAMU SEDANG MEMBACA
fake | juric. ✓
FanfictionDi balik topeng bahagianya, ada tangan yang siap menampar dirinya agar kembali pada kenyataan mengenai kehidupannya. warn! bxb, sensitive topic, a lil bit mature content, typo(s). Ⓒ httptbz, 2020