Hyunjin dengan tiba-tiba sudah ada di kamar Jihoon. Sudah biasa memang Hyunjin masuk ke kamar Jihoon tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Jihoon sudah tak heran lagi dan untungnya Tuhan memberikan kesabaran yang sangat banyak kepada Jihoon untuk menghadapi kembarannya ini. Jihoon menatap Hyunjin datar dengan kedua tangannya menyilang di depan dada.
"Kekasihku sudah pulang, aku baru saja mengantarnya. Jadi, hal serius apa yang ingin kau katakan padaku?" tanya Hyunjin tak kalah datarnya.
Jihoon tertawa. Masih belum menyadari kesalahannya rupanya bajingan satu ini. Melihat Jihoon yang seperti ini, Hyunjin makin jengkel dengan sikap kembarannya ini.
"Yak! Sejak kapan kau jadi bertele-tele seperti ini? Cepat katakan!" teriak Hyunjin. Jihoon mendecih.
"Kau! Berhentilah menjadi bajingan. Kau sudah punya kekasih, tapi kenapa kau malah bercumbu dengan orang lain, huh!" jawab Jihoon dengan nada tinggi.
"Lalu kenapa? Lia juga kekasihku. Wajar saja jika aku bercumbu dengannya." jawab Hyunjin tak kalah sengit.
"Cih, masih belum paham juga kau ini." Jihoon berdecak.
"Kekasihmu. Kau tau, kekasihmu saat jam istirahat tadi menghampiriku. Ia menganggapku kau. Dia menganggapku kau, Hyunjin. Dia menanyakanku, ah tidak lebih tepatnya dia menanyakanmu kenapa selama dua minggu ini kau tak mengabarinya. Dia mengkhawatirkanmu. Aku bahkan terpaksa berbohong kepadanya bahwa kau sibuk menyiapkan ujian kelulusan. Tapi, nyatanya kau malah sibuk menghabiskan waktu dengan kekasih barumu itu. Kau tau bagaimana sedihnya wajahnya? Terlihat jelas dari wajahnya dia kalut, dia mengkhawatirkanmu, bodoh." teriak Jihoon dengan sekali tarikan nafas.
Hyunjin terdiam, dia sedikit terkejut dengan apa yang diucapkan Jihoon.
"Kau tak mengerti Ji, aku mencintai keduanya. Aku mencintai Karina dan Lia. Lalu, apakah itu sebuah kesalahan? Aku juga merasa dikhianati oleh Karina. Bisa-bisanya dia pergi berdua dengan Yeonjun." jawab Hyunjin frustasi dan marah menjadi satu. Hyunjin juga kalut dengan perasaannya, entahlah dia juga bingung.
Jihoon menghembuskan nafasnya, mengontrol emosinya. Ia ingat, jika menghadapi Hyunjin harus tenang.
"Tapi kau jangan bersikap seperti ini Hyunjin. Ingatlah, Karina itu orang yang sering kau ceritakan padaku. Bagaimana kau jatuh hati ketika pertama kali bertemu dengannya. Bagaimana perjuanganmu untuk mendapatkannya dan bagaimana dia memahamimu dan merawatmu dengan baik sebagai kekasihmu. Aku ingat sekali betapa bahagianya kau setiap kali menceritakan tentang Karina padaku." jawab Jihoon lembut.
"Setidaknya jika memang kau mencintainya, jangan menjauhinya. Jangan membuatnya merasa diasingkan dengan sikapmu yang tiba-tiba seperti ini. Aku tak membenarkan sikapmu yang berkencan dengan orang lain saat kau sudah memiliki kekasih. Tapi, aku juga tak bisa menyalahkan cintamu itu. Karena aku tau terkadang kita tidak bisa memilih cinta itu akan berlabuh pada siapa. Meskipun aku belum pernah merasakan jatuh cinta setidaknya aku cukup paham untuk menasihatimu." lanjut Jihoon menatap Hyunjin lembut. Hyunjin masih diam.
"Bukannya aku mencampuri urusanmu. Tidak, tidak sama sekali. Tapi aku peduli padamu. Aku berbicara seperti ini sebagai kakakmu, meskipun hanya beda 5 menit. Ingatlah Hyunjin, Ayah dan Ibu tak pernah mengajari kita hal seperti ini, mereka tak pernah mengajari kita untuk mempermainkan perasaan orang lain. Masalah Karina pergi dengan Yeonjun sepertinya sudah jelas, itu karena kau mengabaikan pesannya." ucap Jihoon lembut.
"Tapi kalau aku tidak membalas pesannya bukan berarti dia harus memutuskan pergi dengan Yeonjun." teriak Hyunjin.
"Lalu aku harus bagaimana? Aku mencintai Karina dan Lia. Tapi saat ini cintaku pada Lia jauh lebih besar." ucap Hyunjin melanjutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled [END]
FanficTakdir seperti mempermainkan kami. Hari di mana jatuh menjatuhkan hati itu datang. Saat aku dan dia sedang dalam perasaan yang luar biasa, perasaan yang tak terkendali. Takdir mempermainkan. Karena memang perasaan itu seperti laut, jika sudah tak t...