Hari ini Moza bersama kelima agen lainya berangkat menuju Yogyakarta menggunakan pesawat jet milik BIN yang dipinjamkan melalui jerih payah Mrs. Grey membujuk sang atasan.Kalau boleh jujur, ini merupakan kali pertama Moza menikmati fasilitas paling eksklusif yang di berikan BIN kepada para agen mereka. Karena biasanya, agar tidak menimbulkan kecurigaan, yang digunakan oleh agen untuk menjakankan misi adalah alat transportasi umum seperti bus, kapal, dan pesawat komersial.
Tidak ada alasan spesifik Moza dan timnya di perbolehkan menumpang privat jet milik BIN selain alasan keamanan sebenarnya.
Pada awalnya tim bersepakat akan menggunakan mobil sebagai alat pengangkut mereka. Namun ketika mengingat bagaimana luar biasanya pengaruh Serigala Merah di masa lampau, tim mengurungkan niatnya. Apalagi, senjata dan perlatan canggih yang di bawa Dafa tidak bisa di bilang sedikit. Mereka tidak mau mengambil resiko terbocornya misi. Berangkat secara terpisah juga akan menambah resiko bagi para agen.
Akhirnya, atas usul dan kerja keras Mrs. Grey untuk membujuk kepala bagian fasilitas agar meminjamkan privat jet kepada Moza dan kelima agen lainya, berangkatlah mereka menuju Yogyakarta menggunakan privat jet yang biasanya digunakan saat-saat darurat dan misi penting saja.
Dan disinilah Moza sekarang. Tengah duduk menatap awan dari dalam pesawat. Di depanya ada Dafa yang sibuk berkutat dengan laptop keramatnya. Sementara Alexa, Elang, dan Tio tengah bermain kartu. Arthur menjadi co-pilot mereka saat ini.
Moza memijat kepalanya yang sedikit pening. Sudah dua hari ini ia kurang tidur. Total semalam ia hanya tidur tiga jam.
Ia pulang dari kediaman kedua orang tuanya pukul sebelas malam. Sisa waktunya dia habiskan untuk mempersiapkan perlengkapan yang akan di gunakannya saat menjalankan misi yang ternyata cukup memakan waktu.
Omong-omong soal kedua orang tuanya, semalam mamanya benar-benar mengomeli papanya habis-habisan karena membiarkan Moza kembali babak belur. Padahal Sabrina sudah sering berpesan setiap anak serta suaminya latihan, keduanya tidak boleh menimbulkan luka sekecil apapun.
Masih segar di ingatan Moza tentang ucapan papanya kemarin yang menyatakan semua kasus Serigala Merah telah di tutup sejak lima belas tahun lalu.
Pantas saja mamanya tidak tahu mengenai sesuatu yang berhubungan dengan Serigala Merah. Kasus itu muncul empat tahun setelah mamanya memutuskan keluar dari BIN.
Sebenarnya Moza merasa kecewa karena percakapan dirinya dengan papanya kemarin tidak membuahkan hasil.
"Lagi ngapain sih Daf?" Bosan dengan pikirannya yang ngalor-ngidul tidak jelas, Moza mimilih menyapa Dafa.
"Cari-cari lebih lanjut tentang Serigala Merah di dark web." tanpa memalingkan wajahnya dari laptop dipangkuannya, Dafa menjawab Moza.
Moza akan menanyakan perkataan papanya yang terasa ganjil di dalam benaknya.
"Daf, kemarin aku sedikit bertanya tentang Serigala Merah sama papaku. Kata dia semua kasus kejahatan yang berkaitan dengan kelompok ini sudah di tutup sejak lima belas tahun lalu, tapi kenapa sekarang bisa menjadi misi kita?"
Dafa menatap Moza heran. "Kau menanyakan soal Serigala Merah ke papamu? Apa itu tidak-"
"Tapi aku tak bermaksud begitu!" Moza menyela cepat. Ia tahu Dafa ingin mengatakan bahwa tindakanya itu sebenarnya sudah pada level membocorkan misi.
"Papaku dulu ikut Oprasi gabungan untuk menangkap komplotan Serigala Merah. Jadi aku coba untuk mencari informasi lebih dari yang sudah berpengalaman dengan kelompok ini."
Dafa mengangguk mendengarkan ucapan Moza.
"Terus, apa saja informasi yang kau dapat selain penutupan kasus Serigala Merah?" Dafa bertanya cuek. Ia kembali sibuk dengan laptop miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Speak The Truth
AdventureNarkoba. Barang haram yang dilarang penggunaanya oleh negara maupun agama. Lebih banyak memberi dampak negatif daripada dampak positif, katanya. Tapi sayangnya, walau beribu-ribu kali kalimat penuh peringatan tersebut sudah sering di gaungkan oleh...