TWENTY THREE - BROTHEL

338 48 9
                                    

Keberanian Tio melebihi jumlah uang saku yang ada di kantong celananya. Ia melangkahkan kakinya menyusuri gang-gang sempit di salah satu sudut Malioboro. Menurut Dafa, alamat yang di berikan si pengedar kepada Tio merujuk ke sebuah rumah bordil di kawasan Pasar Kembang.
Hal itu sempat menjadi pertanyaan sekaligus tebak-tebakan tak logis oleh Dafa, Elang dan Tio.

"Jangan-jangan, kau nanti di suruh tungguin si pengedar main dulu Yo!" kata Dafa

"Atau enggak, suruh bayarin cewek yang dia ajak main, lagi?" kini Elang yang berspekulasi.

"Bisa jadi malah di suruh masuk, liat secara live!" setelah mengucapkanya, Tio tertawa keras bersama kedua orang lainya yang tadi ikut berpendapat.

"Emang dasar otak-otak mesum ya, kalian pada!" Alexa memukul kepala ketiga laki-laki tadi satu persatu.

"Di sini juga ada cewek juga kali." Moza yang saat itu ikut memperingati.

Tapi setelah Tio sampai di alamat yang di tuju, sebuah pesan dari sang pengedar masuk ke dalam ponselnya,
"Parkiran belakang."

Tio sengaja membacanya sedikit keras dengan tujuan kelima rekanya ikut mendengar ucapanya.

"Dia tahu persis posisimu, Tokyo. Berhati-hati dan tetap siaga!" peringat Arthur yang sedang berada di dalam mobil bersama Dafa dan Alexa.

"Athena dan Moscow merapat, masing-masing jarak kalian dengan Tokyo 10 meter!" perintah dari Arthur lagi.

"Copy that!" balas Moza dan Elang bersamaan.

Moza yang sedang berakting memilah-milah baju di toko pakain kecil yang letaknya ada di mulut gang segera berjalan cepat menyusul Tio. Sementara Elang yang tadi merokok di sebuah angkringan juga ikut mendekati Tio.

"Mau main?" dua orang pria yang berjaga di pintu depan rumah bordil tadi bertanya kepada Tio yang masih berdiri mematung di depan bangunan berlantai dua tersebut.

"Enggak bang, makasih." Tio menggeleng kemudian berjalan memutari bangunan menuju parkiran belakang.

Tapi setelah sampai di bagian paling ujung bangunan, hanya ada tembok tinggi yang menjulang, mengartikan bahwa parkiran belakang hanya bisa di akses melalui pintu utama rumah bordil tadi, yang artinya lagi bahwa Tio harus melewati penjagaan dari dua orang pria di depan pintu masuk utama.

Ia tidak mungkin memanjat tembok ini seperti apa yang di lakukanya saat menyusup ke SMA Budi Bangsa untuk memasang penyadap karena tinggi tembok ini lebih dari supuluh meter dengan pagar besi runcing mengelilingi sisi atas permukaan tembok. Nyaris tak ada celah.

Mungkin tembok kokoh ini di buat dengan tujuan para pekerja seks tidak bisa kabur dari dalam kawasan rumah bordil tersebut.

"Tokyo masuk, parkiran belakang hanya bisa di akses jika masuk lewat pintu utama. Jalan lain terlalu beresiko. Ganti!"

"Ya, Dafa baru saja mendapat peta blue print bangunan. "

Arthur menatap dua layar komputer di depanya yang menunjukan kamera cctv yang sekiranya menampilkan situasi di kawasan rumah bordil tadi sementara komputer lainnya menampilkan denah tiap sudut bangunan.

"Jika Tio masuk lewat pintu utama, senjatanya akan ketahuan dan tertahan di pos penjagaan depan. Sementara jika di biarkan masuk tanpa senjata, kita tidak tahu sebanyak dan seperti apa musuh yang akan kita hadapi." Arthur berspekulasi. Ia berpikir keras tentang resiko dari setiap rencana yang muncul di kepalanya.

"Moza atau Alexa tak mungkin masuk ke dalam bangunan tadi, kecuali mereka adalah para pekerja seksnya."

Moza sempat memutar kedua bola matanya kesal mendengar kalimat dari Arthur barusan. Ia merasa terhina dengan kalimat tersebut.

Speak The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang