Kini Moza berada di apartment yang di tinggali Dafa dan Tio. Elang dan Arthur bersamanya di sini, sementara Alexa dan Tio masih dalam tahapan penerimaan peserta didik baru SMA Budi Bangsa.
Ia baru tiba di sini sekitar lima belas menit yang lalu. Setelah kepulangan sekolahnya- yang hanya setengah hari karena belum pelajaran, Moza dan Elang memutuskan untuk mengikuti kemana Nadia pergi.
Saat Elang dan Moza mengikuti kegiatan di kelas sambil mendengarkan Pak Bambang mencak-mencak karena salah satu siswinya menghilang di hari pertama sekolah, Dafa memberi tahu bahwa Nadia tengah merokok di roof top bangunan sekolah hingga jam pulang berakhir.
Karena rasa curiga kepada Nadia yang terus membara, Moza dan Elang pun mengikuti Nadia hingga ke rumahnya. Namun setelah lebih dari lima jam mereka mengintai dan Nadia tidak menunjukan tanda-tanda ingin hang out keluar, Moza dan Elang memutuskan pulang dengan meninggalkan satu kamera cctv yang mereka sembunyikan di antara pagar rumah Nadia yang menjulang. Itu sebenarnya saran Dafa karena lelaki tersebut bilang, sistem keamanan di rumah Nadia sulit di tembus. Mungkin ayah Nadia yang memastikan kediamanya agar tidak kebobolan pihak manapun.
"Gimana ni, kita belum dapet apa-apa,"Moza yang tengah duduk di atas sofa apartment Dafa menggerutu sebal.
"Ya namanya baru sehari Za, gila aja kalau kita langsung bisa nangkep semua pengedar sampai ke akar-akarnya!"
Elang yang berjalan dari arah dapur mencibir unek-unek Moza. Tangan kanan laki-laki tersebut menenteng kaleng bir yang sesekali ia sesap sementara tangan satunya terlihat sibuk meng- scroll layar ponsel.
Moza memutar bola matanya. Ia sedang tidak berminat berdebat dengan Elang yang kini duduk di sebrangnya, bersebelahan dengan Arthur.
Tak terjadi percakapan berkelanjutan setelahnya.
Moza mengedarkan pandangannya. Tidak jauh berbeda dengan apartmentnya yang ada di Jakarta, apartment Dafa dan Tio sama luasnya. Ada dua kamar yang di sediakan, tapi hanya satu yang di pergunakan sesuai fungsinya. Satu kamar lainnya di gunakan Dafa untuk menyusun peralatan komputernya yang luar biasa banyak sekaligus digunakan untuk meyimpan senjata dan beberapa peralatan keperluan mata-mata lainya.
Suasana sunyi, tak ada suara selain umpatan kasar dari mulut Elang yang kini tengah serius bermain game di ponsel. Arthur sibuk dengan iPad nya, sementara Dafa, ia malah belum bertemu dengan sang empunya rumah.
"Dafa kemana?"
"Ketemuan sama orang BIN. Dia ngambil berkas kasus lamanya Serigala Merah." Pertanyaan Moza di balas Arthur dengan mata yang masih menatap iPad di genggaman tanganya.
"Sendirian?" Tanya Moza kembali.
"Protokol keamanan. Kita sudah dalam penyamaran. Kalau ketemu sama anak-anak Budi Bangsa, bisa jadi pertanyaan." Jelas Arthur.
Moza mebulatkan bibirnya sambil mengangguk-angguk.
"Moza lagi modus itu bang, jangan di tanggepin. Gitu aja masak nanya! Kayak amatiran aja!" Elang berkoar dengan mata yang masih fokus pada game di ponsel.
Gadis di depanya berdecak kesal. Bisa-bisanya Elang berkata semacam itu! Ya, walaupun Moza agak sedikit mengarah ke situ. Tapi tetap saja ia merasa malu kepada Arthur yang kini malah menatap lucu ke arahnya!
Moza gelagapan. Memang dasar setan! Moza tidak bisa hidup tenang jika manusia menyebalkan semodelan Elang masih ada di sekitarnya. Lelaki tersebut pasti selalu ingin menggodanya atau malah memancing emosinya.
"Apaan sih lang! Emang aku lagi nanya serius tadi!" Ungkap Moza kesal.
Elang menggidikan bahunya tidak peduli kepada gadis yang sedang dalam mode ingin menikam di depanya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Speak The Truth
AdventureNarkoba. Barang haram yang dilarang penggunaanya oleh negara maupun agama. Lebih banyak memberi dampak negatif daripada dampak positif, katanya. Tapi sayangnya, walau beribu-ribu kali kalimat penuh peringatan tersebut sudah sering di gaungkan oleh...