TWELVE - THE BLACK VAN

340 58 2
                                    

Moza membuka pintu Van,

"Cepetan masuk!"

Elang dengan muka datarnya langsung memerintah Moza. Moza tidak membalas, ia memilih duduk di samping Tio sementara Alexa duduk di depanya, bersebelahan dengan Elang.

"Sudah masuk semuakan? Kita jalan!"

Arthur yang duduk di samping kemudi memastikan, kemudian memberi arahan kepada seorang laki-laki yang segera menjalankan mobil yang mereka tumpangi. Moza yakin laki-laki tersebut adalah salah satu orang kepercayaan Agas. Dafa tak nampak. Sepertinya ia ikut mobil box yang membawa peralatan komputer canggih miliknya.

"Pasang alat komunikasi kalian!"

Arthur memberi perintah. Para agen yang bertugas segera mengeluarkan sebuah benda kecil yang hampir meyerupai tabung, warnanya mirip kulit manusia. Benda tersebut di pasangkan ke telinga mereka. Sebut saja earpiece.

Melalui earpiece ini, para agen dapat mendengarkan dan berkomunikasi antara satu dengan yang lain.

"Van ini tidak akan mengantarkan kita hingga ke depan pintu tempat tinggal sementara kalian, kecuali untuk Dafa!"

Arthur memiringkan tubuhnya kebelakang, menatap ke arah Elang dan agen lainya.
Moza tersenyum misterius. Ia paham kemana arah perbincangan Arthur barusan.

"Kita akan di turunkan di lokasi yang berbeda-beda dengan garis finish adalah rumah kalian. Pilihlah transportasi yang kalian inginkan! Dafa akan memberikan arahan! Ada pertanyaan?"

"Durasi?" Alexa menggangkat tanganya.

"Batas maksimal kalian hingga tengah malam. Pastikan kalian sampai ke tempat tinggal tanpa meninggalkan kecurigaan! Yang lain?"

Para agen menjawab 'tidak ada' secara serempak. Moza juga bisa mendengar suara Dafa melalui earpiece yang terpasang di telinga kanannya.

Arthur mengangguk. "Awasi sekelilng kalian, jika ada orang yang terlihat mencurigakan, segera melapor! Selamat bertugas dan tetap waspada!"

Ucapan dari Arthur barusan di balas anggukan dari para agen yang bertugas.

Lima belas menit kemudian, Tio yang diturunkan pertama kali. Mereka berhenti di sebuah gang sempit dan sepi yang terhindar dari cctv. Tempat ini adalah desa dimana Tio tumbuh dan di besarkan, jika menggunakan identitas palsu buatan Dafa tentunya.

Sayangnya apabila pihak musuh menanyakan kepada penduduk setempat mengenai Tio, mereka tidak akan ada yang mengenali Tio, dan pastinya akan menimbulkan tanda tanya besar bagi mereka. Tapi semoga saja tidak ada yang melakukan tindakan kurang kerjaan tersebut.

Tio yang berada di samping Moza meraih ransel besar yang di taruh di kursi belakang. Masih ada tiga deret kursi kosong disana yang oleh anggota tim di isi dengan barang bawaan milik mereka.

"Duluan ya sedulur!" Pamit Tio.

"Selalu waspada!" Peringat Arthur.
Tio mengangguk kemudian keluar dari Van yang mereka tumpangi.

Mobil berjalan kembali, mengambil jalur yang berlawanan dengan Tio. Dan setelah beberapa kali menyusuri gang-gang sempit, mobil ini kembali ke jalan raya.

Kini giliran Moza yang akan mencari alternatif untuk bisa sampai ke kos-anya. Empat puluh lima menit yang lalu, Alexa di turunkan di sebuah jalan dekat terminal bus.

Moza mengambil ransel besarnya dan koper berwarna tosca dari kursi belakang. Mobil berhenti disudut parkiran bandara Adi Sucipto yang tidak terpantau cctv.

"Done! Namamu telah terdaftar di penerbangan pagi ini."

Sedari tadi Moza menunggu Dafa selesai untuk meretas sistem milik salah satu penerbangan, mendaftarkan nama Moza di sana, membuat alibi jika ada yang ingin menelusuri kedatangan para agen.

Speak The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang