Hari pertama Moza menjadi murid baru.
Beberapa tahun yang lalu, di saat papa mamanya secara serempak mengantarkannya ke sekolah setelah liburan panjang yang menyenangkan, gembira dan suka cita mendominasi perasaanya.
Namun berbeda dengan hari ini, hari pertama sekolahnya kali ini di warnai rasa takut gagal menjalankan misi dan mati di tangan musuh. Kedua ketakutanya itu terus menghantui dan menjadi bayang-bayang yang akan mengingatkan Moza agar berhati-hati dalam mengambil langkah dan keputusan.
Bel tanda masuk kelas telah berbunyi beberapa menit yang lalu, namun Moza belum masuk ke dalam kelasnya karena harus mengurusi sisa berkas kepindahanya di ruang tata usaha tadi.
Setelah sempat berpura-pura menanyakan letak kelasnya yang sebenarnya sudah ia hafal di luar kepala, kini Moza melangkahkan kakinya menuju ruang kelasnya.
Semenjak pertama kali Moza menginjakan kakinya di SMA Budi Bangsa, ia belum melihat tanda-tanda keberadaan Elang. Mungkin manusia labil itu sudah berada di ruang kelas, tengah menggoda para gadis barunya. Tapi masa bodohlah! Toh Moza sudah bertekad untuk tidak peduli lagi dengan manusia gila tersebut.
Untuk Alexa dan Tio, Moza tadi bertemu keduanya saat mereka di giring menuju lapangan upacara untuk menjalani MOS.
Moza tertawa melihat keduanya menggunakan atribut khas murid baru yang menurutnya konyol ketika di gunakan oleh dua manusia legend tersebut.
Tio dan Alexa yang biasanya menenteng senjata, tadi pagi mereka berdua di hadapkan dengan kakak pembina OSIS yang sok otoriter dan penuh perintah. Namun demi misi, mereka rela mengorbankan segalanya, termasuk harga dirinya.
Moza sampai di ruang kelasnya. Ia mengetuk pintu, kemudian seorang bapak-bapak yang berdiri di depan kelas, yang terlihat sedang menjelaskan, menghampiri Moza dan menanyakan kepentingannya.
Setelah mengetahui bahwa gadis di depanya merupakan salah satu murid baru, bapak-bapak tadi yang kemudian diketahui Moza melalui name tag-nya bernama Bambang, mempersilahkan Moza masuk ke dalam ruang kelas.
Moza mengedarkan pandangan matanya. Mengamati kawan sekelasnya yang hampir seper empatnya merupakan target yang harus ia mata-matai. Tapi satu hal timbul dalam kepala Moza. Kenapa Elang belum tercium batang hidungnya?
"Baik anak-anak, seperti yang sudah bapak bilang tadi, kalian akan mendapatkan teman baru di kelas ini. Ayo, perkenalkan dirimu."
Pak Bambang mempersilahkan Moza memperkenalakan identitasnya. Moza menghela nafas panjang sebelum perkenalannya.
"Halo, saya Moza, dari Jakarta. Senang sekelas dengan kalian."
Moza menyelesaikan perkenalan formalnya dengan senyum tipis sekaligus singkat, nyaris tak terlihat jika tidak diperhatikan dengan seksama.
Demi menghargai Pak Bambang yang ada di depan, Moza sengaja belum menggunakan bahasa 'lo-gue' dalam masa perkenalannya. Mungkin bila sudah mulai berinteraksi dengan para target, akan ia keluarkan kemampuan 'kidz zaman now-nya'
Selain itu, Moza juga sengaja menunjukan mimik datar pada wajahnya demi mempertahankan image 'wild girl' seperti yang di bilang Dafa saat pembagian peran dalam misi.
"Aduh imutnya! Semoga kita segera pacaran yaaa, Moza!" ucap seorang cowok yang diyakini Moza bernama Fero, salah satu dari seper empat yang Moza sebutkan tadi.
"Idih! Najis lo Fer!"
"Emang dasar genit!"
Suara bersahutan khas remaja puber itu berasal dari siswi kelas 12 Bahasa 1.
KAMU SEDANG MEMBACA
Speak The Truth
AdventureNarkoba. Barang haram yang dilarang penggunaanya oleh negara maupun agama. Lebih banyak memberi dampak negatif daripada dampak positif, katanya. Tapi sayangnya, walau beribu-ribu kali kalimat penuh peringatan tersebut sudah sering di gaungkan oleh...