THIRTEEN - SCHOOL HUNTER

335 51 3
                                    

Sehari berselang kedatangan para agen, mereka sekarang tengah duduk mengelilingi meja di ruang tamu apartment yang ditinggali oleh Dafa dan Tio.

Para agen rahasia berencana untuk menyelinap masuk kedalam SMA Budi Bangsa, memasang beberapa kamera tersembunyi dan juga penyadap di tempat yang rawan terjadi transaksi tetapi tidak dalam pantauan kamera cctv pihak sekolah.

"Pergantian shift para satpam SMA Budi Bangsa jam sebelas malam." Dafa memulai penjelasanya. Di atas meja ada denah blueprint bangunan SMA Budi Bangsa.

"Setiap shift ada dua orang yang bertugas. Keduanya hanya berjaga di pos satpam gerbang depan sekolah. Tetapi jika masuk lewat gerbang samping, ada tiga cctv yang menyorot langsung ke tempat tersebut. Dan dari pantuanku semalam, para satpam akan berkeliling memeriksa ruangan sekolah pukul satu malam,"

"Bocah ini baru tidur setelah azan subuh berkumandang." Sela Tio di tengah penjelasan Dafa.

"Sekarang kuserahkan kepada kalian akan menggunakan cara apa untuk masuk. Sedikit trik menggoda para satpam yang berjaga untuk pengalihan, menggunakan bantuan dari laptop saktiku agar kehadiran kalian tidak masuk ke dalam rekaman, atau masuk secara sembunyi-sembunyi kemudian keluar tanpa meninggalkan jejak." Lanjut Dafa masih saja cerewet.

"Aku lebih suka pilihan terakhir." ungkap Elang.

"Pilihan terakhir dengan bumbu dari Dafa!" Alexa ikut berpendapat.

"I'm with you sista!" Tio mengajak tos Alexa.

Kini giliran Moza dan Arthur yang belum berpendapat. Tatapan Tio, Alexa, Elang, dan Dafa diarahkan kepada dua orang yang duduk bersisihan.

"Sebenarnya aku ingin memilih pilihan pertama, tapi usulan Alexa menarik juga." ucapan Moza barusan disambut sorak sorai dari keempat orang tadi.

"Apa?" tanya Moza ketus.

"Tidak kusangka kau senang menggoda!" Tio berucap jenaka.

Moza menyeringai misterius. "Maksudku menggoda dengan gaya kuntilanak!"

Gadis itu tertawa histeris setelahnya.
Orang-orang yang ada di sana kemudian mengeluarkan muka datarnya mendengar perkataan Moza.

"Moza benar-benar sinting rupanya!" Tio meninju lengan Elang.

"Selera humurnya mengerikan." tambah Dafa.

Elang tersenyum kecil mendengarnya.

"Baiklah, kita gunakan pilihan ketiga." Arthur memberi keputusan.

"Tempat yang akan kita pasangi kamera tersembunyi, toilet. Cukup bagian lorongnya. Awas saja jika ada yang dengan sengaja ataupun tak sengaja memasangnya pada bagian dalam bilik tolilet. Akan ku pulangkan kalian ke markas saat itu juga!" Arthur memperingati. Tatapanya tajam ke arah Elang.

"Kemudian sisi belakang dan dalam gudang." Telunjuk Arthur di arahkan pada bagian sudut sayap kanan bangunan di blueprint tadi.

"Tempat-tempat seperti ini tidak terpantau cctv tetapi sangat rentan menjadi ladang para remaja untuk mengeluarkan sisi liar mereka." tambahnya. "Dan beberapa bagian tempat lainya yang menurut kalian rentan akan tindakan yang berkaitan dengan transaki narkoba!"

Anggota tim mengangguk patuh.

"Any questions? Nope? Oke guys, persiapkan peralatan yang akan di bawa. Dua jam lagi kita berangkat!"

Moza menatap jam tanganya. Pukul sembilan malam.

Ia paham. Jika aksinya di lakukan antara jam tujuh hingga sepuluh malam, suasana sekitar masih terlihat ramai. Dan jika dilakukan dibawah jam satu malam, para satpam akan lebih waspada karena biasanya, para pencuri akan melakukan aksinya di waktu-waktu tersebut. Melakukan penyusupan di siang hari bahkan tidak masuk dalam daftar. Maka cara satu-satunya adalah, melakukan aksi di waktu yang tak terduga.
Yaitu, tengah malam.

- SPEAK THE TRUTH -

Sedikit berbeda dengan mobil Van yang ditumpangi Moza kemarin, kini ia dan agen lainnya menggunakan Van yang keseluruhan bodi mobilnya berwarna putih dengan logo rokok tertempel pada kanan kiri pintu mobil.

Selain dua kursi di balik kemudi, hanya ada empat kursi penumpang yang saling berhadapan dengan sebuah meja yang penuh dengan alat-alat elektronik keperluan Dafa.

Tio mengemudikan mobil dengan Arthur yang duduk disampingnya. Moza menempati kursi sebelah kanan yang menghadap depan dengan Elang disebrangnya. Alexa ada di sampingnya. Sementara di depan Alexa ada Dafa yang sibuk mengotak atik komputer.

Moza menatap Elang yang terlihat tengah memperhatikannya duduk bermalas-malasan.

"Kenapa? Ada yang salah?" Merasa risih karena terus di perhatikan, Moza menegur Elang.

Elang tersenyum kemudian membenarkan posisi duduknya. Moza yang melihat tingkah Elang meringis ngeri. Pasti Elang akan bertingkah menyebalkan.

"Wajah bitchy-mu mengangguku." ucap Elang enteng.

Sontak saja Moza mendelik tak suka. Bisa-bisanya bocah iblis di depannya ini menghina dirinya. Moza mencondongkan tubuhnya, ia menatap mata tajam Elang.

"So, kau mau apa? Ingin menutup wajahku dengan jaket baumu? Ingin bertukar tempat duduk dengan Dafa atau Alexa? Ingin menurunkanku di jalan saat ini juga? Ingin-"

"Aku ingin menciumu." Potong Elang dengan wajah menyeringai kejam.

Moza mengedipkan matanya berkali-kali, tak tau ingin merespon bagaimana. Perlahan, Moza memundurkan tubuhnya.

Ia tak salah dengarkan? Si Elang manusia setan ini barusan ingin menciumnya?

Kemudian terdengar tawa mengelagar Elang, sampai-sampai seluruh agen menatap dirinya heran. Moza masih dengan ekspresi terkejutnya.

"Santai saja. Tak usah dipikirkan."

Elang berucap setelah berhasil menghentikan tawa gilanya. Moza membuang muka kemudian menghela nafas keras.

"Tapi aku serius."

Moza kembali menahan nafasnya. Pandanganya ia arahkan ke jendela mobil. Gadis itu lebih memilih menatap jalanan yang di laluinya ketimbang memandang wajah mengesalkan Elang.

Ia yakin Elang tadi hanya main-main. Seperti kelakuan sebelum-sebelumnya, Elang selalu ingin membuat Moza kesal. Tapi kenapa jantungnya berdetak kencang seperti ini.

'Tidak!' Batin Moza memperingatkan.

Ini salah! Ia tidak akan pernah memiliki perasaan dengan laki-laki iblis di depannya ini!

"Kita sampai!" Suara ceria yang di keluarkan Tio menarik Moza kembali ke dunia nyata.

"Oke! Periksa kembali peralatan kalian!" Arthur menyambung ucapan Tio tadi.

Moza mengikuti arahan Arthur. Ia mengecek kembali perlengkapan yang dibawanya.

Hanya ada lima kamera pengitai kecil beserta penyadap yang nantinya akan ia pasang, pisau lipat yang ditaruh pada saku jaketnya dan sebuah pistol berjenis Glock-19 yang akan ia gunakan saat-saat genting saja.
Anggota tim yang lainnya pun membawa perlengkapan yang sama dengan dirinya.

"Sudah? Baik, sesuai kesepakatan kita tadi, kalian berempat berpencar untuk memasang kamera yang kalian bawa. Tak masalah tidak kalian pasang seluruhnya." Arthur menatap Tio, Alexa, Moza dan Elang bergantian. "Dafa dan aku akan memberikan arahan dari sini."

"Waktu kalian tiga puluh menit. Gunakan senjata kalian disaat-saat genting saja. Good hunting all!"





 Good hunting all!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Speak The TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang