BAB 3

25.9K 2.5K 28
                                    

~ Selamat membaca ~


==================

"Di mana kamu mengenal Alexander?" Tanya Marcus dengan suara kencang untuk mengalahkan tiupan angin dari jendela pick up yang menggoyangkan helaian rambut pirang di kepalanya. Keempat roda mobilnya menggilas cepat jalanan aspal menuju daerah Bushwick.

Kepalaku menoleh sebentar menatap wajah Marcus yang mengeras dari balik setiran.

"Tak sengaja mobil Alexander menghalangi chevy waktu aku hendak pulang kerja pukul delapan malam." Aku membuang wajahku ke samping memandang objek di luar jendela yang berlarian menjauh dari pick up Marcus.

"Tak sengaja di pukul delapan malam? Come on, apa menurutmu kejadiannya tidak sedikit aneh?"

Aku pun berpikiran sama, tetapi apa yang harus aku lakukan? Kemunculannya saja tak pernah kuduga, seperti sore tadi.

"Waktu itu Alexander sudah meminta maaf dan menjelaskan mengapa mobilnya bisa melintang di depan chevy." Aku tak meninggalkan mataku dari pemandangan jendela samping pick up.

Aku mendengar Marcus mendengus keras.

"Aku yakin dia mengatakan alasan kedatangannya sore tadi pasti juga karena tidak sengaja. Benar, kan?"

"Alexander sedang membandingkan properti di daerah sini. Saat melewati tempatmu, dia melihatku masuk restoran."

"Ck. Omong kosong." Marcus tertawa sinis. Aku berpaling, merasa terganggu melihat pemandangan di sebelahku ini.

Mendadak aku diliputi perasaan jengkel. Untuk apa Marcus marah-marah padaku hanya karena kemunculan Alexander di tempat kerjanya? Apa salahku? Toh, aku tak mengundang Alexander untuk datang.

"Tak ada larangan seseorang datang dan makan di tempatmu, Marcus. Lagipula kami bertemu benar-benar tak sengaja." Balasku tanpa menutupi kekesalanku.

"Aku bukan marah padamu, Laura. Alexander mampu mendapatkan restoran mewah di Manhattan yang lebih sesuai dengan bajunya daripada duduk makan di Shane's." Marcus sebentar-sebentar berpaling padaku, sedang aku hanya bergeming. Terlalu malas untuk menanggapi kalimatnya. "Aku akan mencari tahu latar belakang Alexander. Kamu tahu nama lengkap Alexander?"

Aku mengedikkan bahu. Mana aku tahu.

"Tak masalah, aku masih bisa menemukannya. Aku merasa dia menyimpan suatu rencana. Untukmu."

Telunjuk Marcus mengarah padaku.

"Untukku? Kenapa nadamu terdengar seperti sebuah rencana jahat, ada ancaman, atau semacam itu?" Kupikir sikap Marcus sedikit berlebihan.

"Kita tidak tahu sebenarnya apa yang laki-laki itu rencanakan, Laura. Kemunculannya yang serba kebetulan dan tiba-tiba, sangat mencurigakan. Lebih baik kamu berhati-hati padanya, kalau perlu hindari dia. Kumohon."

"Bagaimana aku bisa menghindar dari Alexander, Marcus? Sedangkan aku tak tahu dia di mana. Dia bisa ada di mana-mana."

"Laura. Please. Ikuti saja saranku. Okay?" Marcus tampak melotot kesal dari balik setirannya.

Aku berdecak lelah. Akhirnya tubuhku kembali merosot di jok mobil sembari menatap muram lukisan mural yang dibuat oleh seniman lokal di sepanjang tembok-tembok kosong selama perjalanan.


~ xXx ~


Aku menyewa sebuah apartemen tipe junior dengan hanya satu kamar tidur. Berkat kejelian Marcus, aku bisa mendapatkan harga murah untuk sewa kamar ini, sekaligus pemandangan matahari sore hari yang luar biasa bila dilihat dari kamarku di lantai empat. Di hari-hari liburku pada bulan-bulan tertentu, ditemani segelas susu coklat hangat, aku biasa duduk berdiam diri di dekat jendela seraya bola mataku meraup panorama matahari yang bergulir santai hingga langit berubah senja.

[ END ] Broken ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang