BAB 12

18.5K 2.3K 46
                                    

~ Happy reading ~

Jangan lupa bernapas..

+++++

It's not true

Tell me I've been lied to

Crying isn't like you

Oh-oh-oh

What the hell did I do?

Never been the type to

Let someone see right through

Oh-oh-oh


(I love you - Billie Eilish)

===============

Aku mengedipkan kedua kelopak mataku perlahan, terjaga oleh bias cahaya matahari bulan Mei yang menyelinap masuk kamar melalui tirai-tirainya. Kamarku terasa hangat, tetapi aku menggeliat lesu. Mataku melirik pada jam kotak di atas nakas, jarum pendeknya sudah menunjuk hampir di angka sebelas.

Aku baru benar-benar tertidur pukul lima tadi pagi, setelah Marcus meninggalkan apartemenku pada pukul empat pagi.

Terkejut oleh alarm pukul enamku, aku merasakan berton-ton batu menindih kepalaku. Tertatih-tatih menyeret tubuhku ke kamar mandi dan terkejut sendiri saat mendapati bayanganku di dalam cermin.

Jejak tangan Billy ada di sudut atas mata kananku. Samar berwarna merah biru dengan luka kecil yang terbuka di tengah-tengahnya. Aku meringis saat mencoba merabanya.

Dante dan orang-orang di rumah sakit yang melihat wajahku bisa menjadi salah paham. Meski kenyataannya aku memang habis dianiaya. Ironis memang.

Aku memutuskan menghubungi Dante untuk memberitahunya kalau hari ini aku tidak bisa masuk kerja. Setelah meminum obat pereda sakit kepala, aku melanjutkan tidurku kembali.


~ xXx ~


Kepalaku sudah tidak sesakit tadi, meskipun masih terasa sangat berat. Mungkin karena aku tidak biasa bangun sesiang ini.

Membawa tubuhku ke kamar mandi untuk membersihkan diri, aku mencoba menyemangati diriku sendiri seraya berpikir apa yang akan aku lakukan seharian ini.

Aku mempunyai gagasan untuk melanjutkan membaca buku yang aku pinjam dari Alexander, meski ingatan tentang laki-laki tersebut, akhir-akhir ini mengundang rasa nyeri di dalam dadaku.

Stop mengasihani dirimu sendiri, Laura.

Aku menyelesaikan urusan mandiku dengan cepat. Mengenakan t-shirt lamaku dan celana pendek, aku menyeret kakiku ke dapur untuk membuat susu coklat hangat dan semangkuk cereal. Perutku sangat lapar, tetapi napsu makanku entah menguap ke mana.

Menikmati susu dan cereal sembari menonton televisi bisa sedikit mengalihkan dari rasa sakitku, meski aku menjadi bosan sesudahnya.

Aku memutuskan untuk mengecek ponsel sebelum masuk kamar dan melalap buku-buku Alexander. Sejak semalam aku belum mengecek ponselku. Aku hanya menggunakannya semalam saat menghubungi Marcus dan Dante pada pagi hari tadi.

Mengempit buku Sir Arthur Conan Doyle, aku menenggelamkan tubuhku di sofa depan televisi dan mulai membuka layar ponselku.

Aku terkejut menemukan apa yang sudah terjadi di sana. Puluhan panggilan tak terjawab dan beberapa pesan masuk. Dari Alexander!

Gosh. Untuk apa Alexander menghujaniku dengan panggilan dan pesan seperti ini sementara kemarin Naomi membuatku seperti orang bodoh?

Kalau mereka berdua adalah sepasang kekasih, Alexander seharusnya tidak membanjiriku dengan perhatian yang membuatku jadi salah membaca sikapnya. Apa sebenarnya yang laki-laki itu inginkan?

[ END ] Broken ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang