BAB 7

20K 2.5K 82
                                    

Apa kabar?

Happy reading yak...

=================

"Mama, mengapa Sy tidak mau pulang?" Aku menunduk lesu menatap makan malamku. Mama membuatkanku pasta yang sudah tidak lagi menarik bagi perutku.

"Mungkin pekerjaan Sylvia belum selesai, Laura. Dia pasti pulang. Bagaimana pekerjaanmu di rumah Nyonya Olivia?"

"Baik, Mama." Anggukku. Aku masih memikirkan Sylvia. Mama juga sama khawatirnya denganku, aku bisa merasakan itu. Mengapa ia tidak mau pulang? Apa aku sudah berbuat salah atau membuatnya marah hingga hampir dua bulan Sylvia tidak pulang?

Aku mendengar selentingan orang-orang di sini mengatakan kalau Sylvia mungkin sudah dibunuh para anggota gang, dan mayatnya dibuang hingga tak seorangpun bisa menemukannya. Apakah mereka adalah orang-orang jahat seperti yang dikatakan Sylvia?

Tidak. Tidak. Aku tidak percaya ucapan mereka.

Sy pemberani dan kuat, tidak mungkin mati!

Sy pasti pulang untuk kami!

Aku sangat merindukannya, ada lubang gelap menganga dalam diriku karena ketiadaannya. Aku jadi suka berlama-lama di kamar Sylvia, menghirup wangi magnolia kesukaannya. Aku mulai mengamati barang-barang miliknya, membaca semua koleksi bukunya, memperhatikan model baju favoritnya, membayangkan aku adalah dirinya.

Aku adalah Laura pemberani dan kuat, seperti Sy!

"Setiap kali kamu pulang. Jangan lupa mengunci pintu, Laura. Dan cepatlah habiskan makan malammu, karena mama sangat lelah hari ini dan ingin segera istirahat." Tegur mama karena aku tak kunjung menghabiskan pastaku.

Aku mengangguk dan buru-buru menghabiskan sisa makanan di atas piringku. Mama sekarang mudah marah. Sejak Sylvia tak pernah kembali ke rumah ini lagi, mama harus bekerja untuk biaya hidup kami berdua. Ia bekerja sebagai pelayan restoran dan aku membantunya dengan menjadi pembersih di rumah Nyonya Olivia. Upahku sangat kecil, tetapi aku bersyukur karena uang itu adalah hasil keringatku sendiri.

Well, seharusnya aku selalu mengingat setiap nasihat yang pernah mama berikan padaku. Namun, aku adalah Laura yang ceroboh.

Hari siang menjelang sore, aku pulang dari dari rumah Nyonya Olivia seperti biasa. Bodohnya, aku baru menyadari lupa mengunci pintu saat seorang pria mendobrak pintu apartemen. Ia berbau alkohol dan rokok basi. Untuk sesaat, aku mengira ia adalah Ramon, suami ibuku. Pria yang aku takuti sekaligus aku benci.

Seketika panik melandaku, aku merasakan jantungku berdegup sangat keras, nyaris mau meloncat keluar dari mulutku.

Bola matanya memerah nyalang memandangku, menegaskan maksud kedatangannya. Rambutnya berantakan, berserak menutupi sebagian wajahnya yang berminyak.

"Sini, Manis. Sini. Aku sudah lama mengamatimu." Suara mabuknya menyapaku mengerikan. Aku ingin menangis karena kecerobohan dan kebodohanku sendiri.

Dalam kepanikan, aku melompat menghindarinya. Satu-satunya yang terlintas dalam pikiranku adalah aku harus segera lari keluar melalui pintu itu. Namun, tangannya yang besar dan menjijikan itu berhasil menangkap pergelangan tanganku. Aku berteriak dan meronta hingga baju atasanku ikut terkoyak saat aku berusaha membebaskan diriku.

"Hei, mau lari ke mana kamu?! Kita bisa bersenang-senang sebentar. Aku punya uang. Aku bisa membayarmu!"

Kalimat yang meluncur dari mulut kotornya seperti bensin yang menyiram kemarahanku. Api kebencian langsung membakarku habis. Aku teringat mamaku. Laki-laki seperti inilah yang sudah diberikan suaminya untuk ia layani, dengan paksa.

[ END ] Broken ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang