BAB 16

16K 2.1K 88
                                    

~ Happy reading! ~

===============


Aku duduk di atas kasur tipis, memeluk lutut erat-erat dan menenggelamkan wajah pucatku di antaranya. Tubuhku menggigil, tetapi bukan karena udara dingin.

Mereka mengambil tas dan juga jaket hitamku. Aku merasa telanjang, dikuliti. Sekarang aku sangat ketakutan dan merasa sendirian.

Aku tak mau menegakkan kepalaku, terlalu takut melihat apa yang ada di hadapanku sekarang. Barisan jeruji besi berwarna kelabu kusam yang berdiri rapat dalam jarak yang sama. Mereka terlihat menyeramkan.

Perut kosongku terasa sakit karena tegang. Begitu juga dengan kepalaku. Rasa pening dan berdenyut yang kurasakan sejak tadi pagi kian menjadi-jadi.

Di tengah kesakitan seperti ini, aku begitu merindukan kamar tidurku. Aku ingin keluar dari tempat ini, tetapi aku tak tahu kapan waktunya dan bagaimana caranya. Mereka menahanku di tempat ini, sementara mereka mencari bukti yang menewaskan Billy.

Aku dicecar pertanyaan lebih dari dua jam lamanya. Beberapa bagian aku tak mengerti apa yang sudah mereka katakan tentang Billy kepadaku. Mereka menunjukkan kepadaku foto-foto Billy yang seketika membuatku bergidik dan mual. Wajahku ingin berpaling, tetapi mereka memaksaku untuk melihatnya.

Kata-kata mereka menusuk sekaligus mengintimidasi, mengundang gigil dalam diriku hingga sekarang.

"Dia ditembak dua kali menggunakan pistol di dekat proyek tempatnya bekerja. Tepat mengenai kepala hingga membuatnya tewas seketika. Perkiraan tewas sekitar pukul sepuluh hingga sebelas malam. Dia ditemukan oleh rekan kerjanya lima jam kemudian." Detektif Arlie berbicara sembari menyodorkan foto-foto menyeramkan itu.

Aku memijit sekilas kepalaku yang berdenyut seraya menelan ludah yang terasa seperti lusinan paku di kerongkonganku.

"Kami sudah berbicara dengan Nona Janet. Anda mengenal dia?" Kali ini teman Detektif Arlie yang berbicara. Ia terlihat lebih muda dari Detektif Arlie, tetapi tatapannya sama sekali tidak bersahabat. Dia menyebutkan namanya, tetapi aku langsung lupa karena tenggelam oleh keteganganku.

Aku mengangguk kaku. "Janet adalah kekasih Billy."

"Dia mengatakan kalau beberapa hari yang lalu Tuan Billy hendak memerkosa anda. Benar?"

Aku lagi-lagi mengangguk kaku. Godam serasa menghantan kepalaku sekali lagi.

"Nona Janet juga memberikan informasi kalau pada saat itu anda mengancam Tuan Billy dengan sebuah pistol? Benar?" Suaranya setajam bola matanya yang menyelidik ke arahku. Aku terperangah dan gugup saat itu juga.

"Tuan Billy menceritakan hal ini pada kekasihnya. Sejak kejadian itu, Tuan Billy terus ketakutan dan menyebut anda dan pistol tersebut berulang-kali. Nona Janet yakin sekali anda sudah berniat membunuhnya sejak awal." Lanjut detektif dengan tatapan makin datar. "Jadi, Nona Laura. Apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu?"

Aku tergagap. Butuh beberapa detik bagiku untuk menjawab pertanyaan detektif.

"Aku pulang kerja larut malam. Billy.. dia kadang-kadang menggangguku. Aku berharap.. malam itu semua baik-baik saja. Aku turun dari chevy.. tiba-tiba.. tiba-tiba.. dia menyergapku. Maksudku.. Billy. Aku ketakutan.. tetapi.. aku bisa melarikan diri.. ke atas.. dan dia.. dia menyusulku. Aku makin takut.. dia menyerang, memaksa dan aku membela diri. Kami.. seperti berkelahi. Aku.. aku.. tak pernah memegang pistol. Tak pernah. Billy.. untung Marcus datang menolong. Ya, Marcus datang menolongku. Marcus begitu marah pada Billy. Dia menendangnya.. terus menerus sampai Janet datang." Aku menelan ludah, memeluk diriku sendiri. Mengulas balik kejadian malam itu membuatku kembali gemetar.

[ END ] Broken ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang