BAB 23

13.8K 1.9K 133
                                    

~ Happy reading ~

===================

Hawa dingin terus menggelenyar di sekujur punggungku sejak aku menurunkan kakiku dari chevy dan menjejak di lantai parkir, tempat biasa aku menempatkan chevy-ku.

Terasa lucu, nyaris setiap hari aku parkir di tempat ini tetapi baru kali ini aku merasa begitu takut dan gelisah. Jantungku bergemuruh, seluruh bulu-bulu di tubuhku berdiri dan waspada.

Angka yang mengambang di atas layar ponselku menunjukkan pukul dua belas lewat sepuluh menit. Beruntung aku tidak bertemu salah seorang temanku saat aku berjalan di sepanjang selasar rumah sakit menuju ke arah lift.

Aku malas bertemu mereka, lebih tepatnya aku malas harus menjelaskan masalahku kepada mereka.

Menahan ketegangan, telapak tanganku terasa kebas saat menurunkan tudung jaketku dan menekan tombol angka 11 pada lift. Tidak ada seorangpun ada bersamaku, seolah alam bersepakat menyudutkanku dalam kesendirian.

Ketika pintu lift menutup pelan, aku menyandarkan punggung pada tembok besi berkilap di belakangku. Kedua telapak tanganku terbenam ke dalam saku jaketku, kelopak mataku terpejam rapat.

Aku pernah merasakan bagaimana berhadapan dengan Naomi sebelumnya. Membutuhkan lebih dari sepuluh lapis mental setebal baja untuk menghadapinya. Wanita itu punya kemampuan mengintimidasi, membuatku merasa kecil dan tidak berdaya. Ia sanggup menginjak harga diriku dengan ujung sepatunya yang runcing, seperti seekor serangga yang tidak berguna.

Namun, kali ini aku tidak akan menyerah begitu saja di bawah kekuasaannya.

Bunyi ping secara tiba-tiba membuatku terlonjak sendiri di dalam kotak lift ini. Sesaat setelah pintu lift terbuka perlahan, aku melangkah keluar dengan membawa sebuah tekad yang baru.

Toh, Naomi sudah memecatku, aku akan melakukan apapun demi menyelamatkan harga diriku.

Kedua kakiku tiba di dekat pintu coklat ruang kerja Naomi yang tertutup rapat. Suasana begitu hening di sini, mungkin semua penghuninya keluar untuk makan siang.

Aku hendak berjalan mendekat untuk mengetuk pintu kayunya, ketika mendadak pintu itu terbuka karena seseorang menariknya dari dalam.

Kontan aku membeku. Seorang wanita cantik dengan rambut hitam tergelung ke atas, tahu-tahu berdiri di depanku. Kedua bola mata coklatnya memandangku bertanya.

"Selamat siang. Ingin bicara dengan Nona Naomi?" Suaranya mengikuti standar kesopanan. Mungkin wanita ini adalah sekretaris Naomi, aku sendiri bahkan belum pernah melihat dia sebelumnya.

Aku hendak membuka mulutku, tetapi suara sahutan tajam dari dalam ruangan seketika menghentikan niatku.

"Biarkan wanita itu masuk, Gia! Aku memang sudah menunggunya."

Tanpa melihat wajahnya pun aku sudah tahu suara siapa gerangan dari dalam. Wanita di depanku mendadak berpaling ke belakang dengan gugup.

"Baiklah, Nona Naomi." Sesudah mengatakan demikian, matanya kembali padaku dan melemparkan senyum kaku. "Selamat siang."

Lantas, tanpa menunggu balasan dariku, wanita itu membawa pergi tubuhnya dengan terburu-buru. Aku yakin ia bisa mencium aroma kebencian yang menguar dari ruangan di belakangnya.

Aku melangkah pelan dan menemukan Naomi duduk di belakang meja kerjanya yang mewah. Ia tampak dingin, seperti pemangsa yang mematikan. Merasa sedikit terintimidasi oleh sikap Naomi, aku mengangkat dagu dan memilih menghentikan kakiku tak jauh dari meja kerjanya.

"Ternyata kamu datang, Laura." Sembari mengibaskan rambut pirang bergelombangnya ke belakang bahu, Naomi berdiri dari kursinya. Kupikir ia akan berjalan ke arahku, ternyata ia hanya menyandarkan pantatnya pada tepian meja kerjanya.

[ END ] Broken ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang