BAB 24

14.5K 1.9K 169
                                    

Aku saranin.. bacanya sambil ngeteh ato ngopi geh..

Biar kagak tegang

Happy reading yak

==================

Kembali ke rumah besar berlantai dua dan bercat jingga, memanggil keluar apa yang aku pendam baik-baik di dalam diriku. Dibangun di tengah kawasan padat penduduk di The Bronx, di tempat inilah pertama kalinya aku merasa dicintai dan menemukan kehangatan layaknya anggota keluarga yang belum pernah aku cecap selama hidupku.

Kebahagiaan menyelinap ke dalam hati saat aku berdiri di tepi jalan dan mataku memperhatikan bangunan yang sudah merawatku selama hampir lima tahun hidupku.

Kebahagiaan yang hanya bisa ternoda oleh ucapan Naomi tadi, bahwa panti asuhan ini adalah milik Tuan dan Nyonya Shaw, orang tua Alexander. Apa arti dari semua ini? Semua masih kabur dan berwarna kelabu.

Ataukah sebenarnya semua sudah sangat jelas, hanya aku saja yang terlalu bodoh membaca semua sinyal perhatian yang diberikan Alexander padaku? Hanya karena aku terlalu dibutakan oleh cinta. Cinta sepihak, dari pihakku tentu saja.

Selama lima tahun itu, kamu hidup di bawah belas kasihan Alexander. Sialan. Suara merdu Naomi masih saja berdengung di dalam kepalaku.

Itulah mengapa selama ini Alexander tak pernah terbuka padaku?

Namun, mengapa dahulu ia pernah mengatakan kalau apa yang ia lakukan tak ada hubungannya dengan jiwa penolong atau kasihan?

Ya Tuhan. Pertanyaan-pertanyaan itu bergulung dan berputar menjadi satu. Kenapa? Kenapa? Kenapa? Mengapa Alexander tega melakukan ini padaku?

Ujung pisau itu menghunjam masuk jauh ke dalam hatiku dan memelintirnya perlahan, mengoyakku dalam kesakitan. Dadaku begitu nyeri, pandanganku menjadi kabur karena air mata yang mengumpul di sudut mataku.

Jemariku menekannya dengan kuat, mencegahnya meluncur keluar. Aku sudah berjuang melawan kepedihanku saat dalam perjalanan ke tempat ini. Seharusnya perjalananku hanya memakan waktu tiga puluh menit saja, tetapi aku harus berputar-putar tak menentu arah hingga nyaris dua jam lamanya agar bengkak akibat tangis di kedua kelopak mataku tidak ditemukan oleh Nyonya Alma.

Sedikit yakin dengan penampilanku, kakiku berayun meninggalkan chevy dan mendekati pintu berwarna coklat yang sudah begitu akrab denganku.

Aku mengetuk pintu kayunya beberapa kali dan seorang gadis berambut emas dan kira-kira berusia belasan tahun membukakannya untukku.

"Hai, selamat siang. Aku Laura. Bisakah aku bertemu dengan Mama Alma, tadi kami sudah membuat janji untuk bertemu." Aku berusaha tersenyum di tengah badai kesedihanku.

Gadis itu mengerutkan alisnya, tetapi kemudian menawariku untuk masuk dan duduk. Gadis baik.

"Terima kasih." Aku mengangguk dan duduk di salah satu kursinya. Mataku menyapu isi ruang tamu di sekitarku. Tidak ada yang berubah di sini, hanya kursinya saja sekarang jumlahnya lebih banyak dan tampak lebih modern.

Mungkin setelah kedua orang tua Alexander meninggal, panti asuhan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya sehingga ia ingin membuatnya tampil lebih modern.

Aku mendesah. Pemikiran itu mengundang kembali rasa nyeri di dadaku.

Suara berderap langkah kaki sedikit mengalihkanku dari kesakitan yang kurasakan. Aku bisa memastikan kalau Nyonya Alma sebentar lagi akan tiba.

Benar saja, wajah keibuan dan senyum cerahnya memasuki ruang tamu panti asuhan ini.

"Laura!" Nyonya Alma menyapaku dengan suara girang. Ia berjalan cepat untuk menyambutku, aku berdiri dan menghambur ke arahnya.

[ END ] Broken ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang