BAB 28

17.6K 1.9K 46
                                    

~ Happy reading ~

============

Kedua kakiku menggelepar, bergerak tak tentu arah, berupaya memberikan tendangan kosong ke arah tubuh belakang Naomi.

Aku merasa tak mampu lagi menahan tekanan jari-jari Naomi, kuku-kukunya pun sudah menancap dan menembus kulit leherku. Mungkin sudah saatnya aku mati dan bertemu dengan mamaku.

Dengan sisa-sisa tenaga yang aku miliki, kedua tanganku mencoba mencengkeram jempol Naomi, menekuknya ke atas sehingga ia merasakan kesakitan dan melepaskan tangannya dari leherku. Kali ini semua usahaku sia-sia saja.

Antara hidup dan mati, tiba-tiba Naomi menoleh ke belakang dan kembali menatapku. Wajah yang tadinya membeku seperti zombie, sekarang berubah. Ada kepanikan di kedua bola matanya.

"Shit! Saatnya rencana kedua!" Desisnya marah. Tanpa sedikitpun keraguan, ia membawa tubuhnya melompat turun dari tempat tidur dan menarik rambut atasku kuat-kuat.

Aku berteriak kesakitan. Tanpa ampun ia menyeretku turun dari tempat tidur meski jarum infus masih menempel di tubuhku. Ia menggelandang tubuhku ke luar ruang perawatanku dengan tangan yang terbenam kencang pada rambut atasku.

Darah segar langsung mengalir deras di sepanjang tangan kananku juga lengan kiriku. Luka yang belum mengering itu kembali terbuka. Kedua mataku berkunang-kunang akibat rasa nyeri pada tubuhku, cekikan pada leherku juga tarikan tangan Naomi pada rambutku.

"Cepat, Bodoh!" Ia berteriak keras dan panik padaku.

Kami tiba di luar, dan aku heran karena tidak ada seorangpun ada di sana untuk menolongku. Mungkin karena kelas VIP sehingga tempat ini kosong, hanya derap kaki yang bisa aku dengar.

"Lepaskan aku!" Teriakku. Aku berusaha mencengkeram tangannya dan menendang kakinya tetapi karena tubuhku masih terlalu lemah hingga tak memberikan efek apapun untuk melawan keperkasaan Naomi.

"Diam! Atau kurobek mulutmu!" Naomi menggeram marah. Ia menjambakku semakin kuat lagi hingga kami tiba di depan pintu lift. Suara-suara derap kaki serta dengungan orang-orang mulai terdengar keras, akhirnya Naomi menyeretku ke ujung lorong dan masuk ke pintu darurat.

Kedua lengan baju biru rumah sakitku sudah bernoda darah segar, ketika Naomi terus memaksaku menuruni anak tangga darurat. Mendengar ada suara-suara keributan orang-orang di bawah sana, Naomi kembali mengumpat nyaring.

"Sialan. Orang-orang sialan!" Naomi berbalik arah. Ia membatalkan rencananya hendak turun ke lantai dasar, tangannya kembali menarik rambutku dan memaksa kakiku bergerak menaiki anak tunggu untuk menuju ke lantai atas.

"Lepaskan aku! Lepaskan aku!" Kakiku kembali menendang semampuku, tetapi usahaku sia-sia saja untuk bisa melumpuhkannya. Melihatku meronta lagi, Naomi mendaratkan telapak tangannya dengan sangat keras di pipi kananku. Tubuhku terhuyung dan nyaris terpelanting ke tanah.

"Tidak usah berulah, sudah tidak ada artinya lagi. Seperti lagi kamu akan mati." Naomi terkekeh. Datar dan tanpa ekspresi. Dengan cepat ia kembali menyeretku ke sebuah pintu.

Ia mendorong pintunya dengan keras dan aku mendapati kami berada di atas atap beton gedung rumah sakit. Sinar matahari bulan Juni pada pukul satu siang menyiram garang pada lantai atapnya. Angin menderu dengan sangat kencang dari ketinggian gedung.

Saat kakiku yang telanjang menjejak lantai betonnya, kulit kakiku rasanya melepuh karena panasnya. Namun, Naomi tak peduli. Ia terus menyeret rambutku.

"Lepaskan! Lepaskan!" Aku kembali mencoba meronta dan menendang ke arah Naomi. Ia sudah tidak memedulikanku lagi, tangannya terus menarikku menuju ke sebuah bangunan setinggi 7 kaki yang ada di atap gedung rumah sakit.

[ END ] Broken ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang