~ Happy reading ~
=================
Aku tidak mengenali perasaanku saat ini. Hanya dua hari aku tidak masuk kerja, tetapi rasanya seperti sudah bertahun-tahun lamanya aku tidak melihat tempat kerjaku ini. Perasaan asing dengan cepat menyergapku saat kakiku menjejak ruangan loker.
Mungkin benar apa yang dikatakan Alexander, aku membutuhkan tempat untuk sedikit menjauh dari masalah yang baru saja menimpaku dan pelan-pelan memulihkan kembali mentalku ke kondisi semula. Meski belum sepenuhnya.
Aku ingat semalam sebelum tidur, aku membongkar lantai di bawah meja di kamarku untuk memeriksa pistol Sy dan menemukan benda itu masih di sana. Aku tahu, jika benar polisi menggeledah tempat ini, mereka pasti tidak akan menemukannya.
Mereka tidak akan bisa mengalahkan kecerdikan Sy. Namun, tubuhku tetap gemetar membayangkan andai mereka menemukan benda ini. Bisa saja aku benar-benar menjadi pesakitan saat ini, meski bukan aku pembunuhnya.
Ya. Bukan aku pembunuhnya. Aku tidak membunuh Billy, meski pernah punya niat untuk melakukannya.
Bukan. Billy yang memancingku. Aku tidak benar-benar berniat ingin membunuhnya.
Aku memasukkan ransel ke dalam loker beserta jaket hitamku, ketika tiba-tiba suara Katarina menyapaku. Aku memutar tubuh dan mendapati temanku itu sudah merentangkan lengan padaku.
"Laura! Ya Tuhan. Aku senang melihatmu." Kedua lengannya langsung melingkariku hingga nyaris membuatku sulit bernapas. "Orang-orang di sini membicarakan hal-hal buruk tentangmu, Laura. Tetapi aku mengenalmu dengan baik, aku tidak percaya semua omong kosong mereka tentang pembunuhan itu."
Katarina menjauhkan tubuhnya, tetapi kedua tangannya masih mencengkeram lenganku.
"Lihat, polisi tidak menahanmu, karena aku tahu kamu tidak bersalah. Ya Tuhan. Kamu baik-baik saja, Laura?" Wajah Katarina menunjukkan kalau ia sangat khawatir padaku.
"Aku baik-baik saja, Katarina. Terima kasih. Sore itu sepulang aku kerja, polisi memang menjemputku. Mereka hanya meminta beberapa keterangan dariku, malamnya aku sudah diperbolehkan pulang." Ulasku tersenyum gugup.
Syukurlah mereka tidak tahu kalau Alexander sudah membayar sejumlah uang jaminan agar aku bisa keluar dari sana.
"Aku senang mendengarnya, Laura. Lantas, kemana saja kamu dua hari ini?" Katarina menelengkan kepala, kali ini sorot matanya sarat akan rasa ingin tahu
Aku menunduk, berusaha menyembunyikan warna merah di wajahku.
"Aku.. sengaja mengambil cuti untuk memulihkan diriku. Kejadian kemarin lusa.. membuatku sangat shock, Katarina." Bisikku.
"Aku bisa memahami, Sayang. Siapa yang tidak?" Katarina tersenyum seraya mengusap lenganku sejenak sebelum memutar tubuhnya untuk mulai bekerja. Tetapi, tahu-tahu kedua kakinya terhenti. Ia berbalik dan memandangku kembali. "Oh. Aku teringat sesuatu."
Aku mengernyit. Katarina tengah memikirkan sesuatu sebelum kedua kakinya mendekatiku lagi.
"Omong-omong, pada hari pertama kamu tidak masuk bekerja, aku melihat Naomi mendatangi ruangan Dante. Saat itu hari sudah sore, sehingga sudah tidak ada siapa-siapa lagi di tempat ini kecuali aku."
"Oh? Apakah ada hubungannya denganku?"
"Seharusnya memang tidak ada hubungannya denganmu, Laura. Tetapi aku melihat Naomi begitu marah waktu itu. Mm.. wajahnya memerah mengerikan. Pintu ruangan Dante terbuka saat itu sehingga aku bisa mendengar samar-samar suara Naomi.. menyebut namamu beberapa kali. Lucunya, untuk apa Naomi marah-marah hanya gara-gara tenaga pembersih seperti kita mengambil cuti? Lagipula, kamu sudah meminta izin, bukan?" Katarina membalas tatapanku dengan dahi sama berkerutnya denganku. Tanpa alasan, perlahan aku merasakan udara dingin berhembus di tengkukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ END ] Broken Shadow
General FictionKesakitan dan ketakutan. Laura, seorang wanita muda pendiam terus dihantui oleh trauma masa lalunya. Bekerja sebagai seorang petugas kebersihan juga yatim piatu, Laura lebih suka menyendiri dan tak terlihat dari orang-orang. Alexander, seorang psiki...