Haiiii... sepuluh purnama nih kita tak bersua.. wkwkwk..
Happy reading smuah..
Part ini 21 yak..
=====================
Alexander menurunkanku di tengah kamar tidur. Suasana sedikit gelap di kamar ini, hanya sedikit cahaya dari luar yang bisa menyelinap masuk di sela-sela tirai yang tertutup.
"Kamu mau aku menyalakan lampu tidur?" Tanya Alexander lembut. Tangannya membelai wajahku, dan menyingkirkan helaian rambut yang menganggu. Aku mengangguk.
Tak butuh waktu lama, Alexander menyalakan lampu samping tempat tidur dan kembali berdiri di depanku. Mata kelabunya bersinar magis saat jemarinya menyusur di sepanjang pipi, turun ke bawah dan berhenti di atas bibirku. Ia menekan dan mengusapnya pelan.
Manik mataku sudah terjerat di kedalaman matanya dan tak sanggup memalingkan wajahku.
"Sihir apa yang kamu letakkan padaku hingga aku merasakan seperti ini?" Gumam Alexander bertanya. Ia menenggelamkan jemarinya pada rambut belakangku, menahan kepalaku menghadap wajahnya. Kehangatan napasnya bertiup lembut di seputar kulit wajahku.
"Kamu juga meletakkan mantra yang sama padaku." Aku memandang matanya. Tatapannya adalah ombak lautan yang datang seperti gelombang, menarikku hanyut bersamanya.
"Oh, Laura." Alexander membawa bibirnya berada di atas bibirku lagi. Ia menciumku dengan cara posesif, layaknya tidak ada yang ia butuhkan selain aku. Bibirnya terus membujukku hingga aku tak bisa menahan diri lagi dan sebagai balasannya, eranganku terpanggil keluar dari tenggorokanku.
Tanpa melepaskan bibirnya, tangan Alexander meluncur turun pada punggungku dan menekannya kuat. Ia menggeram rendah saat memperdalam ciumannya. Aku bisa merasakan ereksinya, besar dan menonjol, menempel pada perutku.
Saat Alexander menjauhkan bibirnya, napas kami terengah-engah. Ia menyandarkan keningnya padaku dengan mata terpejam, di antara desah mulut kami yang tengah mengisi paru-paru dengan oksigen yang sudah tersedot akibat aktivitas kami barusan.
"Mengapa kamu begitu membius dan membuatku tak berdaya?" Desahnya lirih seolah pada dirinya sendiri. Saat kedua matanya terbuka, tatapannya begitu mendesak, sarat akan keinginan, menembus melalui mataku hingga jauh ke dalam jiwa, dan menenggelamkanku di sana. Aku merasakan tangannya menahan di belakang kepalaku. "Jangan pernah berpikir untuk pergi dariku. Kumohon."
Otot-otot di wajah Alexander menegang untuk sesaat. Aku mengangguk.
"Ya."
Seluruh ketegangan yang menggurat di wajah Alexander seketika mengendur. Kelopak mataku terpejam saat ia menundukkan wajahnya, aku menikmati invasi mulut manisnya di atas kulitku. Bibirnya menekan di bawah telinga, dan menanamkan ciuman basah di sana. Mengundang geraman lirih bergetar di tenggorokanku.
Darahku mengalir lebih cepat, membawa sensasi panas ke seluruh tubuh dan terpusat pada satu titik di bawah sana.
"Aku akan menjagamu tetap aman. Mengerti?" Bisik Alexander lagi, rendah dan tegas di dekat telingaku lalu menggosok hidungnya di sana. Aku mengiakan dengan erangan lirih. Aku terbakar, tubuhku menggeliat dengan sendirinya ke arahnya saat ia mulai menjalankan giginya di sepanjang rahang dan turun ke leherku.
Naluri membawa daguku naik, memberi mulutnya akses lebih banyak. Sedangkan jemariku mencengkeram kuat pada bisep atasnya.
"Kulitmu harum, Laura. Memabukkan setiap kali berada di dekatmu." Alexander kembali mencium bibirku. Aku membuka mulut dan mendorong lidahku ragu-ragu. Lidahnya langsung menyambut dan membelitku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ END ] Broken Shadow
General FictionKesakitan dan ketakutan. Laura, seorang wanita muda pendiam terus dihantui oleh trauma masa lalunya. Bekerja sebagai seorang petugas kebersihan juga yatim piatu, Laura lebih suka menyendiri dan tak terlihat dari orang-orang. Alexander, seorang psiki...