~ Happy reading ~
============
I couldn't help but ask
For you to say it all again
I tried to write it down
But I could never find a pen
I'd give anything to hear
You say it one more time
That the universe was made
Just to be seen by my eyes(Saturn - Sleeping At Last)
==============
Angin bulan Juni bertiup kencang dan kering, menerbangkan helai-helai rambut hitamku yang tergerai hingga mereka mencambuki mukaku sendiri. Kami tiba di pemakaman pukul sepuluh pagi, tak ada terlihat seorang pun di sana saat kami berjalan menyusuri jalan setapak berumputnya.
Mamaku dikuburkan persis di pojok terjauh, tersembunyi, di bawah deretan pohon cemara. Mungkin seseorang tidak akan menemukan keberadaannya kecuali memang sudah tahu ke mana harus mencarinya. Batu nisannya berbentuk kotak kecil, bertuliskan nama Lilian Burke serta tanggal kelahiran dan kematiannya. Tidak ada tambahan tulisan apa-apa lagi di sana.
Aku hanya pernah sekali mengunjungi mamaku, yaitu pada saat ia dimakamkan. Selebihnya aku tak pernah sekalipun datang ke tempat ini. Untuk alasan yang tidak masuk akal, suara-suara di kepalaku melarang aku untuk datang di saat aku ingin mengunjunginya.
Aku meletakkan beberapa ikat bunga mawar merah di atas batu nisannya. Berdoa sesaat, berharap semoga Tuhan mengampuni dosanya dan mengizinkannya masuk surga.
Kami berjalan pulang dengan menyusuri jalan setapak berumputnya kembali. Tangan kanan Alexander menggenggam erat tangan kiriku karena luka di tangan kananku belum sembuh benar. Ada kelegaan yang menyelinap begitu saja ke dalam hatiku, karena setelah 5 tahun berlalu akhirnya aku sanggup mengunjungi mamaku.
Sebelumnya, aku diam-diam senang saat mengetahui kalau rencana Alexander untuk mengajakku berkunjung ke suatu tempat itu ternyata adalah kuburan mamaku.
"Apa yang kamu rasakan, Laura?"
"Lega, mungkin. Mm.. tenang juga. Sejak hari di mana mamaku dikuburkan di sini, belum pernah sekalipun aku datang mengunjunginya."
"Mengapa bisa begitu? Pada bulan-bulan awal mamaku meninggal, aku mengunjungi kuburan papa dan mama setiap 2 minggu sekali. Sekarang agak jarang, aku mengunjungi mereka cukup satu bulan sekali."
"Kasus kita berbeda, Alexander." Tegurku mengingatkan status kami.
"Benarkah, Laura?" Alexander berpaling padaku. Aku mengangguk yakin.
"Setiap kali aku ingin berkunjung kemari, selalu ada suara-suara yang terus berdengung marah di dalam kepalaku. Aku marah pada ibuku yang tak mampu melindungiku, marah pada Roman, marah pada diriku karena aku terlalu lemah, marah pada kondisiku."
"Kamu tidak lemah, Laura. Menurutku kamu adalah wanita paling pemberani yang pernah aku kenal. Apakah sekarang kamu masih marah pada mamamu?"
"Entahlah, Alexander." Aku menunduk, menekuri jalan setapak di bawah kakiku.
"Seandainya mamamu masih hidup dan meminta maaf padamu, apakah kamu akan memaafkannya?"
Aku berpikir sejenak.
"Mm.. mungkin.. ya. Ya, aku akan memaafkan kesalahan mamaku yang sudah menikah dengan orang yang salah." Kepalaku mengangguk yakin.
"Aku sudah menduganya, Laura. Memaafkan kesalahan mamamu, akan bisa membawamu belajar mencintai dirimu sendiri. Dengan begitu, suara-suara di kepalamu akan hilang dengan sendirinya dan kamu akan mulai berani melepaskan jaket hitam setiap kali keluar dari zonamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[ END ] Broken Shadow
General FictionKesakitan dan ketakutan. Laura, seorang wanita muda pendiam terus dihantui oleh trauma masa lalunya. Bekerja sebagai seorang petugas kebersihan juga yatim piatu, Laura lebih suka menyendiri dan tak terlihat dari orang-orang. Alexander, seorang psiki...