ଘ⸙͎ ; 18

1K 239 60
                                    

˚   ⋆  

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

˚   ⋆   .
✷   ✹     +     . ✵ 
  ·     
  +        .    .  ✫
  .   .
*   *   ·  * . ˚
        ✦      ·  ·


⠀⠀⠀⠀Aku menyesal ketika aku turun dari dalam mobil Jungkook. Baru saja kedua kakiku menginjak tanah dan berbalik kesamping, mataku disuguhkan dengan pemandangan Taehyung duduk berdua bersama Jimin diteras rumah.

Aku mendesis, nyatanya rasa senangku sehabis jalan-jalan dengan Jungkook barusan langsung sirna ketika mata kami gak sengaja bersinggungan. Aku masih kesal. Bahkan ketika melihat wajah cowok itu, rasa kesalku makin menumpuk-numpuk kian banyak.

Jungkook juga ikut turun, padahal tadi dia bilang ingin langsung pulang aja. Tubuh cowok itu sampai disampingku saat Taehyung tepat berada dihadapanku.

"Kok lo gak bisa dihubungin?"

Keningku berkerut, aku gak bisa menyembunyikan eskpresi sinisku. Nada suaranya sedikit banyak membuatku emosi.

"Oh, handphone aku mati." Aku menarik tali ranselku dan menunduk, usaha untuk enggak menatapnya. Sumpah, rasa kesalku masih mendidih sampai ke ubun.

"Gue nyariin lo, tau gak?"

"Tapi lo yang ninggalin dia."

Aku menggigit bibirku gusar, tau akan kemana pembicaraan ini akan mengalir. Aku lantas bergeser, mencoba menengahi keduanya meski aku tau, usahaku sia-sia. Aku menarik nafas dengan wajah cemas sebelum berucap kearah mereka.

"Mending kalian pu—"

"Gak usah ikut campur urusan gue sama Joy, bisa?!"

Aku makin maju selangkah, berusaha mendorong bahu Taehyung saat suaranya meninggi. Namun upayaku enggak membuahkan hasil. Taehyung enggak bergerak, terpaku seperti patung.

"Emang lo siapanya dia?"

Aku terdiam, pun dengan Taehyung yang mendadak membisu. Aku menatapnya, mencari tahu kemungkinan apa yang bakal dia ucapkan. Namun detik-detik kian berlalu, cowok itu hanya diam, kedua tangannya terkepal erat disamping paha.

Aku kecewa, rasa itu datang tiba-tiba saat mataku mendapati Taehyung yang kelihatan ragu.

Ciuman semalam sepertinya emang gak berarti apa-apa. Harusnya aku sadar, dia memang cowok kebanyakan. Cowok yang memiliki nafsu. Taehyung hanya terbawa suasana dan bodohnya kenapa aku gak menyadari akan hal itu.

Jungkook menggeser badannya. Meraih sebelah tanganku lalu menariknya pelan untuk menghadap kearahnya. Aku hanya diam, pun saat tangannya meremas kedua bahuku pelan. Semangatku kabur entah kemana.

"Besok-besok kalo mau pulang sekolah, bareng gue aja. Seenggaknya gue gak bakal php."

Gerakan itu terjadi secepat kilat, ketika mendadak Taehyung maju dan mendorong bahu Jungkook dengan kuat hingga punggung cowok itu membentur pintu penumpang mobil. Aku meringis mendengar bunyinya dan kalut saat kedua tangan Taehyung terlihat erat mencengkram kerahnya.

Ucapan Jungkook barusan menyulut api pada emosi Taehyung. Suara desisannya keras, aku gak pernah melihat Taehyung seperti itu.

"APA-APAAN MAKSUD LO?!"

"LO YANG APA-APAAH HAH?!"

Tenaga Jungkook cukup lebih besar untuk melepaskan cengkramannya dengan sekali hentakan kuat. Aku langsung mundur dan tentu saja terkejut ditempat.

"UDAH UDAH!"

Jimin datang menengahi. Entah dapat dari mana gulungan dari kotak minuman gelas itu.

"Alay banget lu pada hah!"

Gulungan itu ia pukulkan ke kepala Taehyung dan Jungkook dua kali berturut-turut.

"Lo pikir lo lagi syuting ftv?" Jimin menggeleng-geleng.

"Lagian ngapain rebutin cewek macem Joy? Yang bagusan dikit kek."

Emang sekali Jimin, bakal tetap Jimin. Kakak payah, yang enggak bisa diandalkan sama sekali.

"Udah bubar lo pada!"

Jimin mendorong bahu Jungkook sekilas dan menarik lengan Taehyung untuk menjauhkan keduanya. Namun rupanya emosi mereka masih sebesar tadi. Bukannya bergerak mundur, Taehyung malah semakin maju ketika aku juga bisa menangkap seringai lebar Jungkook itu terlihat mengejek Taehyung.

"AH ELAH SAPRI!" Jimin kewalahan menahan Taehyung. "Udah kenapa! Lo gak liat muka Joy udah kayak naber liatin lo pada?!"

Aku jelas mendengus keras.

"GUE BILANG BUBAR, YA BUBAR ANJING." Jimin berteriak karna semakin kesusahan dengan mereka.

"Udah bubar sebelum ban mobil kalian gue kempesin satu-satu."

Jimin menarik tangan Taehyun dengan keras. Meskipun sempat meringis, Taehyung tetap memandang Jungkook sesinis tadi. Aku memijit pelipisku yang berdenyut. Menyunggingkan senyum sekilas pada Jungkook dan memilih untuk pergi dari hadapannya. Seenggaknya aku sekarang enggak ingin bicara apapun. Kuabaikan suara Jungkook yang izin pulang dan berucap kata maaf.

Aku melirik kearah Taehyung sebentar. Jimin berusaha mendorong badan Taehyung untuk masuk kedalam mobil miliknya. Dan saat raut wajahnya terlihat ingin bicarapun kubiarkan begitu saja. Aku memilih masuk kedalam rumah dan berusaha enggak memperdulikannya.

Jimin masuk kedalam rumah saat bermenit-menit aku terduduk diatas sofa ruang tamu menghadap televisi, lalu disusul oleh suara deru mobil yang meninggalkan pekarangan rumah kami. Dari ujung ekor mata, kulihat ia berjalan mendekat.

"Kalo Taehyung ngajak lo pulang lagi, bilang aja pulangnya sama gue. Gue gak bakal ninggalin lo lagi."

Setelah berucap seperti itu, Jimin melitas pergi menuju kamar dari belakang tempat duduk ku. Aku yang mendengar ia berucap seperti itu hampir aja menangis.

Jimin itu, meskipun kelakuannya selalu minta dikata-katai, sebenarnya dia cukup perhatian. Dia tipe orang yang lebih memilih menghindari masalah dan menengahi pertikaian dengan candaan.

Jimin melakukan itu barusan. Meski aku adiknya tapi Taehyung tetap temannya, ia menghindari pertikaian ribut dengan teman sendiri. Itulah mengapa barusan ia terkesan enggak membelaku, meskipun aku tau Jimin menyimpan marah pada Taehyung.

Aku mendadak makin sedih karna apa yang kupikirkan seperti benar adanya. Cewek itu pasti lebih dari kata teman. Seharusnya jika memang teman, Jimin pasti akan bicara untuk meluruskan itu padaku alih-alih bicara seperti barusan.

Hal itu membuatku sadar.

Taehyung hanya main-main dengan ku.

╰──༄ ‧₊˚──────ℰɴɪɢᴍᴀ─────── ❨ ੭♡੭ ❩

EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang