ଘ⸙͎ ; 27

711 153 15
                                    

*    *           * *      ✧   ✺  ˚    ·               

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*    *  
        *
*      ✧   ✺  ˚    ·
               .    
                *
      · ✷  . ·   ⋆  ·
✷   +      *     ✺  ✧


⠀⠀⠀⠀Taehyung. Taehyung. Taehyung.

Nama itu kusebutkan berulang kali dalam benak, entah sudah berapa banyak kulakukan hal serupa selama beberapa hari belakangan. Pikirinku engga selaras dengan mulutku.

Cowok sialan itu entah pergi kemana. Intensitas kita bertemu semenjak ia mengantarku setelah pengakuan Jungkook hari itu, hampir gak ada.

Aku hanya bisa melihatnya dikantin atau kadang diparkiran sekolah, itupun kita gak pernah bertukar pandang. Jimin yang kadang ikut campur dalam hubungan kami mendadak gak ada bunyinya. Sampai detik ini, Jimin gak ada sama sekali mengungkit perihal Taehyung.

Aku tersenyum masam, menapaki lantai koridor sekolah menuju kelas dengan semangat nol.

Teman-temanku bilang digantungin itu gak enak. Aku dulu cuman bisa ketawa dan berucap bahwa mereka terlalu berlebihan. Cowok gak cuman satu, seharusnya setelah tau begitu tinggal cari yang baru.

Tapi lihat aku sekarang? Karma rupanya datang secepat itu.

Taehyung sialan, sebenernya dia serius apa cuman main-main denganku?

"Canggung ya kak?"

Aku terlonjak. Jelas. Rasa kagetku bahkan lebih heboh dari maling yang ketangkap basah pemilik rumah —saat tau-tau tubuh Jungkook berada didepan ku.

Aku menoleh kesamping. Ketempat yang barusan kuyakinin ia menyembunyikan tubuhnya dari balik tiang koridor.

"Kita perlu ngomong."

Aku menolak dengan pikiranku. Terdiam kaku dan Jungkook membaca keengganan dimataku. Pemuda itu terlihat memejamkan mata sebentar, lalu menarik nafas dengan berat sebelum kelereng kembarnya menumbuk penglihatanku. Menguncinya dengan pandangannya yang melembut.

"Kita beneran perlu ngomong."

Jungkook membawa tanganku yang dingin. Meremasnya sebentar sebelum menarikku menuju belakang kelas. Ada pohon mangga menjulang disana dan dua kursi panjang disamping kiri dan kanannya.

Aku menoleh kesekitar, cukup beruntung karna sekolah sekarang masih sepi. Tiga hari belakangan aku selalu memutuskan untuk berangkat pagi-pagi.

"Kok gini?"

Benar. Aku menatap Jungkook sama bingungnya.

Kok sekarang semua mendadak begini?

Setelah pengakuan Jungkook hampir seminggu lalu, semua mendadak berubah begitu banyak.

Rasa canggungku dan presensi Taehyung yang hampir enggak pernah kulihat. Cowok itu juga mendadak seolah bersembunyi.

Jungkook tersenyum dan aku mendapatkan kegetiran disana. Aku gak suka perasaan ini, ketika aku mendapati senyum itu dan aku merasa bersalah.

"Gue jadi sedih lo jauhin gini kak."

Aku menunduk dan menumbuk penglihatanku pada sepasang sepatu Jungkook. Aku sempat mendengar satu tarikan nafas yang berat.

"Gue kalut waktu itu."

Jungkook meraih sebelah tanganku. Jempolnya berada diatas punggung tanganku dan bergerak mengusapnya dengan pelan.

"Jangan merasa terbebani sama omongan gue, kak." Aku mendongak dan senyum tulus Jungkook terpatri dibibirnya. "Sebelum gue milih buat suka sama lo, gue udah tau konsekuensi apa yang mungkin gue dapat."

Aku mendengar Jungkook lagi-lagi menghela nafas dengan berat.

"Gue tau gue mungkin gak dapet kesempatan, tapi izinin gue berjuang."

Jungkook menyentuh poniku, membawa helain rambut yang panjang kebelakang telingaku.

"Jadi ketika nanti lo udah memilih pilihan lo dan lo gak goyah sama perasaan lo, jangan ngerasa bersalah. Karna gue yang milih suka sama lo."

Jungkook lagi-lagi tersenyum. Senyum tulus yang terpatri dibibirnya membuat perasaan ku menghangat.

"Lo pantes dapet yang terbaik."

╰──༄ ‧₊˚──────ℰɴɪɢᴍᴀ────── ❨ ੭♡੭ ❩






Happy new year dan semoga oleng 😂

EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang