ଘ⸙͎ ; 21

990 204 39
                                    

* ·  

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

* ·   .   
 ✷  · 
✷    ·    * ·   
   ˚     ⊹ · ✵       
. ·            *   .
.         * 
·        ˚   ✦  .


⠀⠀⠀⠀Belakangan, beberapa hari setelah kejadian aku ketemu Taehyung bersama mantannya, mulai saat itu aku udah kayak pehutang yang takut ditagih sama penagih hutangnya.

Dikesempatan manapun, ketika aku hampir berpapasan dengan Taehyung atau kapanpun presensi ku hampir terlihat olehnya, aku mencoba sebisa mungkin untuk menghilang secepat kilat. Berusaha seperti bunglon.

Aku gak tau kenapa aku melakukan ini, namun kurasa itu satu-satunya cara yang tepat kulakukan.

Menghindari Taehyung.

Bahkan beberapa chat-nya ku biarkan begitu saja, enggak pernah ku balas sama sekali, teleponnya juga gak pernah aku angkat. Biasanya si Taehyung itu akan merecoki Jimin, aku tau dia bakal seperti itu, tapi Jimin gak pernah sama sekali mengungkit-ngungkit perihal pemuda itu. Ia diam seolah enggak mengenal Taehyung dan terlihat enggan mengungkit barang sejumput kabar darinya padaku.

Tukang PHP
Turun, gue dibawah.

Aku melompat dari atas kasur. Aku kaget dan hampir saja berteriak kencang. Ku cek sekali lagi benda pipih itu barang kali aku salah baca atau pesan itu hanya sekedar rekaan imajinasiku semata karna sekarang aku sedang memikirkannya. Hingga suara ketukan dipintu kamarku terdengar membuatku sadar, handphone dalam genggamanku enggak lagi menipuku.

"Ada Taehyung dibawah, cepet keluar!"

Aku menyeritkan kening. Menatap pada jam yang berada diatas nakas samping kasur. Jarum pendeknya sudah berada pada angka delapan. Parahnya Jimin sekarang menyuruhku untuk menemuinya, padahal belakangan cowok itu terkesan menjauh-jauhkan ku dengannya.

"Lo denger gue gak sih?!"

Aku mendengus. Jimin itu cerewet, tapi akhir-akhir ini bawelnya melonjak naik. Harga daging ayam aja kalah sama dia.

"Iyaaaa sapri!" Aku berteriak dengan rasa kesalku.

"Lo gak nyaut dari tadi jubaidah."

Tau ah pusing. Cobaan banget punya abang modelan kayak Jimin, aku sebenernya pantas dinobatkan sebagai adik paling sabar sedunia.

Aku bangkit, merapikan rambut panjangku yang agak berantakan sambil mematut diri didepan cermin.

"Gak usah dandan, lo tetap jelek."

Gerakanku terhenti, rasanya ingin sekali membanting botol liptint dalam genggamanku namun ku urungkan. Aku gak bakal membuang barang berharga ku cuman buat omongan sampah Jimin.

"Kayak kamu seganteng Zayn Malik aja."

Aku berteriak kedepan pintu kamarku yang masih tertutup setelah memoleskan sedikit liptint kebibirku yang kering. Meskipun laknat, Jimin ini masih golongan orang yang lumayan sopan. Kalau pintuku tertutup, ia gak pernah nyelonong gitu aja. Selalu ketuk pintu lebih dulu.

"Gue kembaran Shawn Mendes."

Aku membuka pintu, hampir muntah mendengar sahutannya. Jimin berdiri disamping pintu, bersandar pada dinding sambil sibuk memainkan handphone-nya.

"Shawn Mendes gak pendek kayak kamu."

Aku menekan kata pendek dan emosi Jimin tersulut karna itu. Ia hampir saja ingin memiteng leherku kalau saja bunda gak berteriak dari bawah. Sang Ratu itu lagi nonton Anak Langit dan dia benci keributan saat sedang menonton sinetron kesayangannya.

"Kok kamu mendadak nyuruh aku ketemu Taehyung?"

Jimin menatapku sebentar, aku gak bisa membaca raut diwajahnya. Tangannya yang semula memegang handphone itu ia gunakan untuk mendorong bahuku.

"Udah temuin aja."

Aku berjalan kebawah setengah hati. Sempat melirik bunda sebentar lalu mengeratkan genggaman pada topi Taehyung yang belum sempat ku kembalikan. Sekalian, mungkin ini alasanya datang kemari malam-malam begini, jadi aku memutuskan untuk membawa topi yang barusan tergeletak begitu saja diatas meja belajarku.

Mata ku melirik kedepan dan saat itu juga Taehyung mendongak setelah mendengar bunyi pagar berderet terbuka. Aku mendadak enggak bisa bernafas dengan benar.

Memori itu berdatangan begitu saja, saat-saat dimana Taehyung tersenyum geli kearahku, mengacak rambutku, mengajakku pulang bersama dan berakhir mentraktirku makan. Aku mendadak rindu moment-moment seperti itu.

Aku rindu Taehyung.

"Hai!" Sapanya ringan. Aku menggaruk tengukku dengan canggung, kupaksakan senyum sebaik yang kubisa kearahnya.

Taehyung bersadar pada motor yang sering ia bawa. Ia menggunakan jaket kulit bewarna hitam dengan kemeja putih panjang yang lengannya dibiarkan keluar melebihi lengan jaketnya. Aku meringis melihat Taehyung yang mengenakan celana ripped jeans bewarna senada dengan jaketnya, padahal diluar cukup dingin.

"Topi kakak."

Aku yang gak tau harus bicara apa buru-buru menyerahkan topi yang kugenggam barusan kearahnya. Kulihat Taehyung mendengus geli sebelum menunduk dan menerima topi yang kusodorkan.

"Gue datang bukan buat ini." Gumam Taehyung yang masih dapat kudengar dengan jelas.

Aku menggigit bibirku gusar, entah kenapa aku merasa suasana disekitar kami berubah. Aku gak tau kenapa aku mendadak merasa sedih.

"Apa kabar?"

Aku menatap Taehyung sayu, kegetiran diwajahnya masih terlihat jelas seperti hari-hari sebelumnya, seolah Taehyung menyimpan semua rasa bersalahnya disana. Aku sedih mendengar dia bertanya seperti itu. Sebenarnya seberapa jauh jarak yang kita buat?

Aku menunduk hingga rambut panjangku yang kubiarkan tergerai jatuh seiring tundukanku. Aku mengigit bibirku getir lalu mendongak dan menyugar rambutku kebelakang.

Aku benci perasaan seperti ini. Fakta bahwa aku menyukainya enggak bisa kusangkal seberapa keraspun pikiranku mencoba menolak rasa itu.

Kendati bahwa aku gak pernah punya pengalaman pacaran, aku tentu masih punya akal dan tau mana batasan yang baik bagi ku.

Taehyung dimataku enggak sebaik batasku namun hatiku enggak selaras dengan logikaku. Orang bilang cinta bisa membuatmu bodoh dan kupikir itu benar.

Seberapa besarpun aku mencoba untuk menghindarinya, hatiku terus berteriak menginginkannya. Semua usahaku sia-sia, seperti menabur garam pada lautan mati.

"Aku kangen kak Taehyung..."

Taehyung menarik tanganku hingga tubuhku maju lebih dekat kedepannya. Bodohnya aku mendadak saja menangis, air mata sialan itu berjatuhan membanjiri pipiku seperti aliran sungai.

Kepala Taehyung jatuh diatas bahuku yang bergetar. Jemari kanannya bergerak mengisi sela-sela jariku yang terbuka sementara satu tangannya yang lain berada disamping pinggangku.

"Maaf..."

Aku gak bisa menguasai diri. Pandanganku kabur karna air mataku menggenang banyak dipelupuk mata.

"Sebenernya kita tuh kenapa begini, kak?"

╰──༄ ‧₊˚──────ℰɴɪɢᴍᴀ─────── ❨ ੭♡੭ ❩

EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang