IP-28

390 32 0
                                    

Melody menyantap sarapannya dengan tidak bersemangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Melody menyantap sarapannya dengan tidak bersemangat. Ingatannya masih melayang pada potongan video yang kembali di kirimkan oleh orang misterius itu.

Rasa tak percaya masih sangat mendominasi benaknya. Video berdurasi 30 detik tak mampu menghapus kenangan seumur hidup yang telah ia habiskan bersama Maudy.

Bisa saja orang itu ingin mengadu domba mereka. Merasa tak suka dengan saudara kembar yang adem anyem. Melody juga belum yakin jika orang itu baik padanya.

Atau ingin melindunginya dari hal jahat. Saat ia tanya siapa yang menyebabkannya kecelakaan orang itu saja malah memberinua teka-teki. Benar-benar tak bisa di percaya!

"Sayang, kamu kenapa? Sakit?" Mayang mengusap puncak kepala Melody, lembut.

Melody mendongak, lantas menggeleng. "Nggak. Maya cuma ... lagi mikirin tugas."

"Di kerjain dong, biar nggak numpuk di pikiran. Kalo masih nggak ngerti bisa tanya Adnan."

Melody hendak protes mendengar nama Adnan kembali mamanya sebutkan.

"Eit, jangan marah dulu. Mama 'kan nggak minta kamu deketin dia buat pacaran, tapi buat belajar. Itu kegiatan positif loh!" Mayang mengoleskan selai nanas ke piringnya sembari menantap anaknya, jahil.

"Ah, Mama! Godain Maya mulu! Harusnya tuh Mama kasih Melody guru private biar makin pinter, apalagi Maya sering bolos buat syuting."

"Beneran mau Mama datengin guru private-nya?"

Melody meringis, lalu menggeleng. "Nggak, Mah. Guru-guru di sekolah yang baik hati ngasih pelajaran tambahan online buat Maya udah cukup."

"Hahaha ... kamu ini. Gemesin banget! Jadi inget masa muda sama Papa."

"Mama ketemu Papa waktu SMA?"

Mayang menatap anaknya terkejut. "Kamu inget?"

Melody yang gantian kaget. "Cuma nebak. Eh, tapi beneran? Gimana ceritanya? Apa kayak di novel-novel yang Maya baca? Gadis polos sama most wanted sekolah atau anak motor gitu?"

Mayang menggeleng. "Kamu tuh ..., pikirannya jauh banget. Mama sama Papa ketemunya ya, biasa aja. Mama bukan anak populer apalagi kutu buku. Bener-bener biasa aja. Suka main, punya circle sendiri, tiap istirahat ngantin, kadang juga ke perpus. Nggak ada spesialnya. Sementara Papa kamu, orangnya pendiem, agak susah di ajak ngobrol, anak orang kaya, pinter juga. Kelasnya sebelahan sama kelas Mama, trus ngajak jadiannya juga biasa banget."

"Gimana? Gimana? Cerita yang lengkap!"

"Hahaha ... Papa kamu suka merhatiin Mama lewat jendela kelas, trus ada temen Mama yang bilangin. Dari Mama sadar Papa kamu suka mepet-mepet kelas Mama pas buka sepatu, apalagi pas kebetulan barengan sama Mama. Akhirnya Papa kamu mulai berani deketi Mama setelah di kasih petuah sama temennya."

IDENTITAS PALSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang