IP-12

900 53 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Melody mengantar kedua orang tuanya sampai depan. Sabtu sore Mayang dan Ghanni mendapatkan undangan pernikahan dari sanak saudara yang berada di luar kota.

"Sayang, baik-baik di rumah, ya." Mayang menyematkan kecupan di puncak kepala Melody.

"Iya, Ma."

"Maya, inget jangan tidur malem-malem." Ghanni menepuk pelan pipi Melody.

"Hehehe ... nggak lagi, Pa."

Kemarin malam Ghanni mendapati Melody tengah bergadang menonton drakor. Salah satu cara ampuh berlatih akting ya, nonton dramanya oppa-oppa koreyah.

"Hati-hati di rumah. Jangan lupa makan malam." Peringat Ghanni lagi.

"Siap, komandan!" Melody mengangkat tangan, hormat.

"Mama, Papa pulangnya minggu siang. Kamu jaga diri baik-baik selama kami pergi, ya."

"Iya, Mama kusayang. Maya udah gede, bisa jaga diri sendiri."

"Dah!"

"Dadah!"

***

Jarum jam sudah berada di angka sebelah, tapi tidak ada tanda-tanda gadis berambut hitam sepunggung itu bersiap untuk tidur. Hanya lampu kamar yang ia matikan, sementara matanya masih setia menatap benda berukuran 95 inci di depannya.

"Ayo, ayo buruan jangan sampe ke kejar!" Saking gemasnya dengan tontonannya, Melody sampai meremas bungkus kacang hingga terdengar bunyi remukan.

"Iya, iya, terus, nah gitu, kasih tendangan maut!" Semangat terus Melody sorakkan untuk tim jagoannya.

Ya, Melody tengah menonton live pertandingan bola yang di siarkan oleh stasiun televisi nasional. Selain jago bela diri Melody juga merupakan penggemar berat olahraga sepak bola. Bahkan dulu pernah bercita-cita menjadi ronaldo wati.

Melody melompat-lompat bahagia di atas kasurnya. Melupakan keadaan sunyi di sekitarnya."Gol, gol, golll!!!"

Duk ... duk ... dukkk

Kedoran di jendela kamar membuat Melody tersadar. Menepuk kening, merasa bodoh. Meski enggan Melody menghampiri seseorang di balik jendela.

"Tidur!" perintah Adnan tegas.

Putaran bola mata Melody hadiahkan pada Adnan.

"Urusan lo apa?"

Adnan menunjukkan pesan terakhir Ghanni. Berisi permintaan untuk menjaga Melody selama mereka tidak ada. Melody pun teringat pesan Ghanni sore tadi.

Belum sempat Melody mengarang alasan, ponsel Adnan berdering. Jantung Melody kebat-kebit melihat nama Ghanni di sana. Baru saja Melody ingin merampas ponsel itu, Adnan secepat mungkin menjauhkannya.

"Please, jangan bilang yang sebenarnya. Please, gue mohon!" Melody menangkupkan kedua tangannya. Memohon dengan sangat pada Adnan.

Adnan mengangkat sebelah alisnya.

"Gue bakalan nurutin satu permintaan lo!" Gila. Satu kata yang terlintas di benak Melody setelahnya. Tapi apa boleh buat, hidupnya ada di tepi jurang.

Adnan menyunggingkan senyum tipis. Di angkatnya panggilan itu, kemudian mengatakan bahwa Melody telah dalam buaian mimpi.

"Udah, kan? Sana pergi, gue mau lanjut nonton!" Melody mendorong Adnan keluar dari kamarnya. Namun, tubuh Adnan sama sekali tidak bergeser.

"Mau apa lagi, lo?!" Melody berkacak pinggang. Emosinya selalu tersulut saat berhadapan dengan Adnan.

Adnan melangkah ke kasur. Mendudukkan diri setenang mungkin, tanpa memikirkan si pemilik kamar yang sudah mengeluarkan tanduk merahnya.

"Di kasih jeroan malah minta ginjal, ya, lo!" Langkah Melody terdengar menyeramkan.

"Pergi nggak lo!"

Sekali lagi Melody mendorong Adnan. Berbeda, kini tubuh Adnan mampu ia gulingkan. Namun, naasnya tubuhnya pun ikut beeguling hingga kini berada di bawah kungkungan Adnan. Double apes!

"Ssttt ..." Adnan menempelkan telunjuknya di bibir Melody.

"Apaan sih!"

"Mau di grebeg?" pertanyaan Adnan menghentikan segala perlawanan Melody.

Melepaskan diri dari kungkungan Adnan, Melody mulai mengatur napas. Meladeni Adnan dengan urat hanya menguras energinya saja.

"Gue heran sama lo. Kenapa mau-mau aja di suruh jagain gue padahal lo muak sama gue?"

Adnan ikut mendudukkan diri di sebelah Melody. "Bukan urusan lo."

"Hiisshh! Emang dasar ngeselin, ya, lo!" Melody gemas, rasanya ingin menjadikan Adnan samsak hidup.

"Begadang nggak baik, cepetan tidur!" Adnan dengan seenak jidat melempar selimut ke wajah Melody.

"Bangsul!" Melody menyentak selimut itu sampai terlepas.

"Lo cinta sama Maudy?" tanya Melody sebelum Adnan pergi.

Memang terkesan kepo tapi Melody butuh penjelasan dari manusia patung ini. Ia tidak ingin kembarannya tersakiti. Ia ingin orang terdekatnya bahagia, walaupun nantinya ia tidak bisa bersama mereka kembali.

"Jangan bilang kalo ini bukan urusan gue lagi." Melody mewanti-wanti jawaban menyebalkan Adnan.

"Sejak awal, hubungan kalian terjalin karena gue. Gue yang ngenalin dia sama lo dan karena lo nolak gue, lo jadian sama dia." Melody berusaha terlihat tidak ragu. Ini bagian terpenting dari aktingnya sekarang.

"Gue suka."

Melody mengerutkan kening. Adnan terlalu singkat menjawabnya.

"Beneran suka? Nggak tipu-tipu, 'kan lo?" Melody menuding tepat di wajah Adnan.

"Pinterkan? Simpulin sendiri!" Lalu Adnan melompat turun tanpa memunggu respon Melody.

_______


_______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
IDENTITAS PALSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang